Selasa, 16 Maret 2021

Indonesia Darurat Sampah, Birokrasi dan Asosiasi Abaikan Regulasi


Rakyat Indonesia sebenarnya sangat patuh, budaya patuh dan taat. Semua akan patuh bila ada penegakan hukum termasuk dalam kelola sampah. Tapi akan lebih bandel bila mereka bayar retribusi sampah, tapi birokrasi tidak bekerja dengan baik. " Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation #GiF Jakarta"

Fakta pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) yang tidak taat menjalankan regulasi sampah yaitu Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Maka, Presiden Jokowi belum menunjukkan kinerja baik dalam urusan sampah.

Leading sector persampahan khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian PUPR tidak menjalankan regulasi sampah dengan baik dan benar. 15 Kementerian dan Lembaga (K/L) bekerja parsial.

Pemerintah sendiri abai dengan Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah).

Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar hanya memerintahkan Pemda membuat Peraturan Daerah (Perda) Jakstrada Sampah, tapi tidak dijalankan, hanya formalitas saja.

Alibi Rakyat Indonesia Patuh

Kalau warga negara Indonesia, sebut misalnya ke Singapore saja, pasti ikutan disiplin buang sampah disana..... Tapi setelah kembali ke tanah air pasti kemalasan itu kambuh lagi. Bagaimana ? Benar kan !!!

Beberapa negara yang sempat penulis survey sampah, misalnya, Singapore, Jepang, China, Korea Selatan dan lainnya. Sesuai pengamatan di lapangan, memang masyarakatnya taat karena penegakan aturan yang sangat disiplin.

Terlebih suprastruktur dan infrastruktur pengelolaan sampah lebih tersedia sesuai kebutuhannya. Juga mereka mengelola sebagian besar sampah di kelola pada kawasan timbulannya.

Mereka sudah sadar bahwa sampah itu bukan masalah, tapi sebuah peluang ekonomi bila diberdayakan. Juga umumnya di pihak ketigakan kepada pengusaha (kontrak kerja) dengan pola full G to B (goverment to bisnis).

Pemerintah hanya menerima kontribusi untuk negara atas pengelolaan sampah oleh pihak swasta, hampir semua negara memakai sistem ini. Pengelolaan sampah di luar negeri dengan pendekatan circular economy (daur ulang di kawasan timbulan) sangat mencolok.

Indonesia sebenarnya harus menerapkan pola Sentralisasi-Desentralisasi. Regulasi sampah Indonesia mengamanatkan circular economy seperti di luar negeri tersebut. Artinya sekitar 80% sampah di kelola di TPS, sisa residunya 20% dibawa ke TPA Landfil.

Tantangannya saja, bila pola circular economy ini dijalankan, kemungkinan besar oknum birokrasi tidak terlalu menikmati fulus (koruptif) dari pengelolaan sampah ini. Ini alasan klize yang terjadi.

Artinya bisa dipastikan oknum birokrasi lebih senang monopoli karena ada angkutan sampah ke TPA, ada biaya angkut dan biaya pengelolaan sampah dan setoran pengusaha yang ada di TPA yang mudah dipermainkan.

Pemerintah Harus Merubah Paradigma

Intinya birokrasi harus lebih dahulu memberi contoh (panutan) dengan merubah paradigma kelola sampah. Terlebih penting menegakkan regulasi persampahan yang ada. Jalankan Pasal 12,13,14,15,21,44 dan 45 UUPS.

Pedomani Peraturan Pemerintah (PP) No.81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Termasuk turunan regulasi itu sendiri sampai pada Jakstrada.

Yakin Indonesia akan bebas sampah dan sampah akan terkelola lebih baik dan berhasil guna dibanding pola pengelolaan sampah cara konvensional tanpa regulasi. Sampah Indonesia sangat berpontensi menciptakan lapangan kerja dan mengangkat naik kelas usaha sektor riel.

Alasannya......

Regulasi sampah Indonesia sudah sangat bagus, bila dijalankan dengan baik maka pengelolaan sampah Indonesia akan lebih baik daripada yang ada di luar negeri.

Mari bersama gugah kesadaran oknum penguasa dan asosiasi, agar menjalankan regulasi dengan benar dan massif. Karena bila hal ini dibiarkan, korupsi pengelolaan sampah akan semakin menggila.

Indonesia akan menjadi TPA, penampung dan penikmat sampah terbesar di dunia. Ini akibat oknum birokrat yang diduga ada sengaja "menyimpang" dari perundang-undangan (sampah) yang ada di republik ini, untuk melanggengkan monopoli.

Solusi sampah ada di Hulu atau sumber timbulan, bukan di Hilir (TPA/TPST/Sungai). Sebagaimana yang terjadi pada perlombaan Adipura, Green Hospital dan lainnya, tidak memberi dampak positif kepada warga, karena dalam pelaksanaannya terlalu banyak "diduga" pembohongan dan pembodohan publik.

Begitu juga kepada seluruh asosiasi dan komunitas yang berbasis sampah, jangan membiarkan kedzaliman regulasi terhadap UUPS oleh oknum penguasa dan pengusaha itu sendiri ?

Jangan terlalu muluk-muluk asosiasi bicara dan mengantar rakyat bermimpi buruk pilah sampah, tapi hanya omong doang saja. Asosiasi harus pahami bahwa asosiasi itu adalah mitra sejajar pemerintah dan sebagai pengayom anggota dan masyarakat konsumennya.

Sesungguhnya sudah tahu masalahnya dimana, nah kenapa biarkan. Bolehlah abai UUPS, bina dan majukan usaha. Tapi jangan atas nama asosiasi, jangan manfaatkan asosiasai untuk kelancaran pribadi usahanya. Tanggung-jawabnya besar ?! Sadar dan cerdaslah berasosiasi.

Itu masalahnya, sehingga Indonesia masih darurat sampah sampai sekarang. Mampukah kita berubah?

 

Surabaya, 15 Mei 2020


Best regards,

Owner TrashGoogleBlogs
print this page Print this page

Melawan Ketidakadilan Pengelolaan Sampah Indonesia


 


Pengelola sampah mempunyai kegiatan kreatifitas di masyarakat yang berefek ekonomi dan bisnis, maka aktifitasnya sebagai pahlawan kebersihan dalam merubah pola pikir masyarakat terhadap kelola sampah mutlak berbasis kemitraan "bergotong royong dalam wadah koperasi" antar pengelola sampah hulu-hilir. Asrul, Founder Green Indonesia Foundation.

Kemitraan berjejaring terkait dalam pengelolaan sampah mutlak dan absolut terbangun secara dejure. Karena urusan sampah menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) selaku regulator dan fasilitator sebagaimana amanat Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Maka mutlak dijalankan oleh semua pihak dengan mengikuti aturan yang mengikat agar selalu terintegrasi dengan mekanisme "politik anggaran" untuk keberlanjutan serta mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme.

Menjadi Pembeda dalam Membangun Tata Kelola Sampah Indonesia


 "Presiden Joko Widodo perlu duduk bersama dengan lintas menteri dan lembaga swadaya untuk bahas Pasal 13,15,21,44 dan 45 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Agar bisa berbenah atas kegagalan dan sekaligus menciptakan Sistem Tata Kelola Sampah Indonesia" Asrul, Founder Green Indonesia Foundation Jakarta.

Dunia persampahan Indonesia semakin memberi tanda ketidakpastian. Pemerintah dan Pemerintah Daerah (pemda) semakin menunjukkan kekakuan sikap dalam mengurai permasalahan sampah, tata kelola sampah - waste management - Indonesia.