Selasa, 26 September 2017

Dilematis Pengelolaan Sampah Indonesia

Koran Sinar Pagi Baru 26 sept 2016 (dok-Asrul)
Kita tentu rindukan Indonesia bebas sampah, sebagaimana yang terjadi di beberapa negara, seperti Singapore. Di Singapore khususnya, disana sepertinya sudah menjadikan kebersihan adalah budaya mereka, turis pun sepertinya ikut disiplin untuk tidak membuang sampah sembarangan. Sesuai pantauan penulis selama di Singapura, antara lain pengelolaannya melibatkan unsur swasta (Goverment to Bussines) namun berbasis komunal, serta sarana armada kolektor sampahnya sangatlah sederhana (efisien) dengan menggunakan Sepeda Sampah (ramah lingkungan). Indonesia sebenarnya bisa mengadopsi manajemen pengolahan sampah Singapore, tidak perlu Pemerintah Kab/Kota jauh-jauh mengadakan studi banding, sekali lagi cukup belajar di Singapore saja. 

Pemerintah dan masyarakat "Harus" secara bersama "Merubah Paradigma Tentang Kelola Sampah" menuju Indonesia Bebas Sampah Indonesia Tahum 2020 dan Kesiapan Menyambut Kebijakan Extanded Producen Responsibility (EPR) Tahun 2022. Perlu sinergitas antar Kementerian dan Lembaga begitu pula di pemda Kab/Kota harus membuka duri dalam pelibatan masyarakat secara langsung (Pengelolaan sampah berbasis komunal orientasi ekonomi).
Jangan salah adopsi, seperti program Kantong Plastik Berbayar (KPB) Indonesia yang saat ini uji coba dijalankan untuk tahap kedua, mirip-mirip (susah kelihatan perbedaannya antara KPB Indonesia dan Inggris), program KPB Inggris juga baru diluncurkan sekira bulan oktober 2015. Sepertinya Indonesia terlalu cepat adopsi pola itu, sementara infrastruktur persampahan termasuk paradigma masyarakat dan pemerintah masih standar atau masih berputar-putar pada paradigma lama. Mestinya Indonesia aplikasi KPB ini nanti pada tahun 2022, bersamaan diberlakukan kewajiban Extended Produsen Responsibility (EPR). Sangat elok pada saat ini, sekarang yang perlu dikejar pemerintah adalah menginiasi massif pembentukan Bank Sampah atau Kelompok Pengelola Sampah minimal di setiap desa/kelurahan, aplikasi dengan tegas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle Melalui Bank Sampah dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraaan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Koran Sinar Pagi Baru 26 sept 2016 (dok-Asrul)
Merupakan masukan kepada pemangku kepentingan (stakeholder) pengelolaan sampah, termasuk dan lebih khusus kepada pemerintah pusat cq; Menteri Negara Lingkungan Hidup dan pemerintah daerah yang menjadi regulator persampahan dan mengawal  Visi Misi Presiden/Wakil Presiden Tentang Indonesia Go Organik dan Pembangunan Pilot Project 1000 Desa Organik dan program program usulan penulis perihal Integrated Farming Zero Waste (Pertanian Terpadu Bebas Sampah). Seharusnya pengelolaan sampah jangan dikelola hanya secara parsial tapi harus komprehensif, terintegrasi dengan program kementerian atau lembaga lainnya, sebut misalnya pengembangan pertanian organik yang harus dikembangkan oleh Kementerian Pertanian secara massif demi menuju ketahanan pangan nasional. Hanya pola pertanian organik yang bisa mewujudkan ketahanan pangan ini.
Agar program tersebut janganlah sia-sia, jangan sampai hanya menghabiskan anggaran, sebagaimana program-program selama ini yang hanya merupakan jalan pintas "kehendak person" mempermainkan anggaran belanja negara/daerah, maka masyarakat harus mengawal dengan serius kinerja pemerintahan, khususnya dalam pengelolaan sampah. Sampah diseluruh sudut perkotaan yang sepertinya sudah "mengepung" atau "menjerat" kota-kota besar di Indonesia, termasuk sampah/limbah pertanian di perdesaan, itu semuanya perlu diberdayakan dan terutama perlu meningkatkan SDM (perubahan paradigma) bagi penyuluh pertanian dan petani termasuk masyarakat perkotaan agar dapat mengelolanya dengan baik menjadi pupuk (termasuk biogas berbasis sampah) untuk mendukung pertanian organik Indonesia, Indonesia harus segera perlahan meninggalkan pola tani konvensional menuju tani orgainik,

Menjadi paling penting dalam pengelolaan sampah disamping aspek "profesionalisme" kelembagaan, hal kelembagaan pengelolaan sampah yang sepertinya pemerintah lalai dalam menyikapi regulasi persampahan, senyatanya kehadiran lembaga pengelola sampah sudah diatur dalam regulasi sampah yang ada saat ini. Pemda harus mendukung sepenuhnya kehadiran Bank Sampah ini, Bank Sampah pula nantinya akan menjadi agent pelaksanaan EPR Tahun 2022 yang akan datang. Bila pemerintah tidak mengoptimalkan kehadiran Bank Sampah, pada masa EPR pasti lebih kacau lagi penataan sampah dibanding yang terjadi saat ini, imgat bahwa produksi sampah tidak menurun dan merata volume timbulan tapi meningkat dari tahun ke tahun.

Sesuai pengamatan dilapangan adalah aspek pemilihan dan penggunaan teknologi pengolahan sampah, yang selama ini pemerintah Kab/Kota sesungguhnya keliru, karena tidak mempertimbangkan azas manfaat dari peralatan pengolahan sampah yang diadakan tersebut. Belum menyentuh substansi pengelolaan sampah yang sesungguhnya, sesuai amanat regulasi persampahan yang ada yaitu UU.18/2008 Ttg. Pengelolaan Sampah dan PP.81/2012 Ttg. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, itupun dalam pengadaannya masih banyak yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya. hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, yaitu person "birokrasi" dan "pengusaha" saja. Makanya banyak peralatan sampah yang menjadi "besi tua" di beberapa Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) dan beberapa TPS Pasar di Indonesia, termasuk TPS Pasar yang ada di Jakarta ini.

Perlu diketahui bahwa dalam mengelola sampah, khususnya sampah organik (sering juga disebut sebagai sampah basah, sampah jenis inilah yang menjadi dominan di Indonesia, berbanding terbalik dengan sampah di luar negeri). Maka dalam pengelolaannya, sangat bijaklah memakai teknologi anak bangsa sendiri berbasis Teknologi Tepat, tidak perlu teknologi tingkat tinggi.
Pengelolaan sampah/limbah industri perkotaan dan perdesaan perlu ada sinergis yang saling menguntungkan, agar pengelolaannya dapat berkelanjutan (sustainable), tentu harus berorientasi ekonomi, agar memiliki triger dalam mengelola sampah.

Koran Sinar Pagi Baru 26 sept 2016 (dok-Asrul)
Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian secara serius dan bijak oleh stackholder persampahan antara lain sebagai berikut ;

1. Aspek Hukum: Pembuatan produk perundangan dan perangkat hukumnya harus kuat, konsisten dan terukur, yang menjadi tanggungjawab badan khusus (lihat aspek kelembagaan), sosialisasi dan penegakan hukum yang disiplin dan bertanggungjawab. Sangat perlu dipertimbangkan oleh Presiden/Wakil Presiden dan menteri terkait untuk pembentukan Badan Pengelola Sampah Nasional. Sampah sifatnya investasi dan merupakan "Sumber Pemasukan" yang belum dilirik pemerintah untuk dijadikan salah satu aspek pemasukan kas daerah/negara. Masih lebih dianggap sebagai "masalah" bukan "peluang", paradigma ini harus dirubah.

2. Aspek Kelembagaan: Integrasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor privat yang formal (swasta) dan informal (pemulung). Di tingkat lokal, perlu ada pemisahan institusi regulator/planner dan operator, sehingga tercipta manajemen yang profesional, transparan dan akuntabel. Penguatan kelembagaan di tingkat masyarakat (RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota). Hal ini memang sudah diamanatkan dalam UU.18/2008 Ttg. Pengelolaan Sampah serta regulasi lainnya bahwa pengelolaan sampah "harus berbasis komunal orientasi ekonomi". Apabila diperlukan dalam keadaan darurat dapat (diusulkan) dibentuk kementerian sampah atau badan khusus persampahan di tingkat nasional (SK Presiden) yang bertugas pokok menyusun strategi besar kebijakan dan mempersiapkan implementasi program pengelolaan persampahan nasional.

3. Aspek Keterlibatan Masyarakat: perubahan mindset atau paradigma tentang kelola sampah serta peningkatan kesadaran "diri" bahwa setiap mahluk adalah produsen sampah, tentu antara lain dan utama melalui pendidikan dan sosialisasi secara formal dan informal. Pemerintah perlu menyusun desain rekayasa sosial (top down) yang dipadukan dengan pemberdayaan masyarakat (botton up). Keterlibatan pemangku kepentingan, termasuk LSM, Pers, swasta, dan sektor informal. Diupayakan sejak awal perencanaan. Mekanisme pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan oleh masyarakat; misalnya pembuatan loket pengaduan di tingkat desa/kelurahan, serta mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas persampahan.

4. Aspek Teknis Operasional; Pemerintah perlu melakukan kajian teknologi pengolahan sampah secara berkelanjutan, komprehensif, dan terpadu (kombinasi berbagai teknologi). Strategi penerapan teknologi dengan pendekatan 3R (reduse, reuse, recycle), dengan melibatkan unsur swasta yang terlibat dalam pengelolaan atau peduli terhadap sampah dan lingkungan, dengan membuat atau merancang "Master Plan Pengelolaan Sampah" secara Nasional dan turunannya dalam skala Regional dan Lokal Kab/Kota dan terintegrasi dengan kultur atau kearifan lokal masing-masing Kab/Kota di Indonesia, dengan menghasilkan program atau target pencapaian.

5. Aspek Pendanaan; Pengelolaan sampah adalah merupakan investasi, yang akan mendorong pertumbuhan dan produktivitas ekonomi bila dikelola secara benar, juga pengelolaan sampah merupakan prioritas pembangunan yang sejajar dengan keamanan, listrik, air bersih, dan infrastruktur dasar lainnya. Prioritas diwujudkan pada alokasi APBN dan APBD. Prinsip polluters pay principle dimana produsen bertanggungjawab atas sampah yang dihasilkannya sekarang lebih dikenal dengan Extended Producer Responsibility (EPR). EPR adalah kebijakan lingkungan bagi produsen untuk bertanggungjawab dalam meminimasi dampak lingkungan yang tidak dapat dieliminasi oleh produk yang dihasilkan. EPR sesuai dengan prinsip 3R (reduse, reuse, recycle). Negara lain yang telah melakukan EPR > Inggris, Jepang, Cina, Korea Selatan, Singapore dan Thailand, Insya Allah Indonesia menyusul, pelaksanaan EPR efektif untuk Indonesia sisa 6 tahun lagi, namun saat ini para perusahaan sudah seharusnya memulai "mengelola manajemen produksinya yang berkemasan" secara bertahap, agar tidak repot pada masanya.

Tulisan ini dimuat di Surat Kabar Mingguan Jakarta:
Sinar Pagi baru 26 sept 2016. (Tulisan Terbit 2 kali)

#SampahAdalahInvestasiBukanMasalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari Gabung Diskusi serta Mohon komentar dengan sopan, jangan SPAM atau SARA. Komentar SPAM atau SARA akan dihapus..Blog ini Bersifat Dofollow, Anda komentar dapat Backlink Otomatis untuk Meningkatkan PR Blog Anda...Terima kasih atas Kunjungan,Salam Sukses....!!!