Membangun Alternatif Pengelolaan Sampah
repost by:walhi jogya
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari.
Rabu, 07 April 2010
Membangun Alternatif Pengelolaan Sampah
Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Di Kota Jogjakarta sendiri menurut data DKKP pada tahun 2005 produksi sampah kawasan perkotaan sebanyak 1.700 m3 perhari, namun yang dapat diangkut ke TPA Pinyungan-Bantul baru sekitar 1300 m3 perhari, sehingga terjadi penumpukan sampah sebanyak 4oom3 per hari dan tidak terangkut ke TPS atau TPA Piyungan. Karena itu wajar kalau dibanyak lokasi, tanah-tanah kosong atau bantaran sungai di aglomerasi kota Jogjakarta terjadi penumpukan-penumpukan sampah yang kemudian berubah menjadi TPS atau TPA Illegal.
Jenis Sampah
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2, yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total volume sampah.
Selain itu, terdapat jenis sampah atau limbah dari alat-alat pemeliharaan kesehatan. Beberapa diantaranya sangat mahal biaya penanganannya karena berupa bahan kimia berbahaya, seperti obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Namun demikian tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota pada umumnya. Sementara sampah hasil proses industri biasanya tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia.
Membangun Alternatif Pengelolaan Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah di Kota Jogjakarta, maka secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Secara serius pemerintah kota harus membangun komitmen dan konsistensi program pengelolaan sampah.
Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di kota Jogjakarta, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jogjakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Piyungan Bantul. Regulasi dalam bentuk perda yang sekarang ada pun masih mengarah pada retribusi dan pembuangan . Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering.
Regulasi pengelolaan sampah secara terpusat mengarah pada sistem buang – angkut dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) harus dirubah kearah meminimalisir buangan sampah. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya dengan membangun alternatif-alternatif yang bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam.
Untuk mencapai hal tersebut, asumsi “membuang” dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip baru sbb :
Pertama, Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan yang tercampur seperti yang ada saat ini.
Kedua, pemerintah Kota harus mau mendesak industri-industri yang memasarkan produknya ke wilayah Kota Jogjakarta agar mendesain ulang produk-produk berdasarkan prinsip reduce, reuse, recyle replace serta mensosialisasikan kepada konsumennya prinsip memilah sampah untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi.
Ketiga, program pengelolaan sampah di Kota Jogjakarta harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Program pengelolaan sampah seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal di Jogjakarta tukang sampah atau pemulung merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah.
Berkaitan dengan sampah berbahaya (B3) dibutuhkan penanganan khusus. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah secara teknis, tidak rumit, dan rendah pencemarannya bila dibandingkan dengan insenator.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar