Tantangan adalah sesuatu yang akan dihadapi oleh setiap orang, bahkan lebih dari sekali dalam hidup. Dalam menghadapi tantangan, setiap orang dapat memunculkan respon yang berbeda.Ada dua jenis orang yang saya kategorikan: yang pertama adalah orang-orang yang memiliki mentalitas ‘pecundang’ – yaitu mereka yang menjadi labil, putus asa dan patah semangat ketika tantangan datang.
Lalu ada orang-orang yang memiliki mentalitas pemenang – yaitu mereka yang justru menjadi sangat bersemangat ketika menghadapi tantangan, karena mereka melihat adanya peluang yang bisa membuat mereka mengalami perbesaran kapasitas.Saya mendapati, orang-orang yang memiliki mentalitas pemenang selalu bisa melihat segala sesuatu dari sudut pandang positif, meskipun oleh beberapa orang lain peristiwa yang sama dipandang sebagai suatu musibah atau bencana.
Sebagai contoh, ketika seseorang yang memiliki sudut pandang positif terserempet mobil, ia akan berkata, “Untung saya hanya keserempet, tidak sampai ketabrak.” Kalaupun ia tertabrak, ia akan berkata, “Untung hanya patah kaki, tidak sampai mati.”
Orang seperti ini akan selalu melihat suatu peristiwa secara positif, sehingga kalaupun ada sesuatu yang buruk terjadi, ia akan selalu berusaha untuk mencari hikmahnya. Dengan demikian, ia akan bisa menjadi lebih baik dan lebih matang dari sebelumnya.Orang-orang yang memiliki daya juang tinggi seringkali akan mencari-cari kesempatan untuk bisa mendapatkan ‘faedah’ tersendiri lewat apapun yang ia alami; ia punya kemampuan untuk menjadikan setiap peristiwa yang dihadapinya sebagai batu loncatan -- bukan batu sandungan.
Ada orang yang selalu memandang negatif semua peristiwa yang terjadi, bahkan jika itu adalah sesuatu yang positif. Dengan kata lain, sudut pandang negatif itu seakan-akan sudah terbentuk dalam hidup orang yang bersangkutan. Akar persepsi negatifPenyebab seseorang bisa memiliki persepsi negatif antara lain adalah karena ketika berada dalam kandungan ibunya (sebagai janin), sang ibu memiliki kondisi hati atau emosi yang cenderung negatif. Tanpa disadari, nature ini seakan-akan telah terbangun dalam hidupnya.
Jika kita mempelajari keberadaan seorang ibu yang sedang hamil, apapun yang dialami/dirasakan oleh sang ibu secara otomatis akan dirasakan juga oleh janinnya. Dengan demikian, jika sang ibu terus-menerus khawatir, resah, gelisah dan selalu memiliki gejolak emosi yang negatif –meski itu semua adalah hal yang lumrah dialami oleh wanita hamil pada umumnya- tanpa sadar hal tersebut akan mulai mengganggu pertumbuhan janin.
Ketika janin itu lahir, maka nature atau sifat dasar, pembawaan, karakter, dan emosi bawaan si bayi adalah pembentukan dari sang ibu yang terjadi tanpa ia sadari.Lebih parah lagi jika anak tersebut dibesarkan dalam keluarga yang sering merasa khawatir dan over-protective. Nasehat-nasehat yang berasal dari rasa khawatir dan takut yang berlebihan yang diberikan kepada si anak tanpa sadar akan menjadi sebuah input yang mulai mempengaruhi alam bawah sadarnya. Ditambah lagi jika lingkungan pergaulan anak tersebut kurang baik, sehingga ia sering mengalami perlakuan negatif dari teman-temannya. Sebagai akibatnya, rasa percaya diri yang ia miliki semakin lama akan semakin hilang. Ketika ia bertumbuh dewasa dan menghadapi tantangan dalam hidupnya, bukannya menganggap tantangan tersebut sebagai sebuah peluang atau kesempatan, secara otomatis alam bawah sadarnya langsung bekerja dan memberikan sinyal-sinyal yang membuat hormon tubuhnya mulai bekerja secara negatif sehingga ia merasa resah dan takut.
Masalahnya, ketika seseorang bertanya kepada orang tersebut apa yang ia takutkan, ia sendiri mengalami kesulitan untuk menjelaskan ketakutannya itu. Bahkan ketika ada orang yang memberikan solusi (dan secara logika ia menyadari bahwa apa yang disampaikan tersebut benar), tetap ada perasaan-perasaan tidak nyaman yang mempengaruhi diri dan pengambilan keputusannya, sehingga tanpa sadar ia mengambil keputusan dengan cara yang keliru –- berdasarkan perasaan dan emosi yang ia rasakan, bukannya berdasarkan nalar ataupun analisa yang seharusnya ia pergunakan. Itulah yang menjadi alasan mengapa ada orang-orang tertentu yang ‘terbentuk’ untuk selalu memiliki sudut pandang negatif. Tanpa disadari, ketakutan-ketakutan yang mereka rasakan telah menjelma menjadi zona nyaman dalam hidup mereka.
Orang-orang yang selalu memiliki negative thinking biasanya justru memiliki ketakutan-ketakutan yang tidak beralasan. Kalaupun kita berusaha untuk mengkonfrontasi orang yang bersangkutan, ia sendiri mengalami kesulitan untuk menjelaskan apa yang sebetulnya ia takutkan.Sebagai contoh, mungkin ada seseorang yang seumur hidupnya belum pernah keluar dari kota Tangerang dan sekali waktu ia ditugaskan untuk mengantar barang ke Bogor. Meski kepergiannya itu mungkin baru minggu depan, bisa jadi seminggu sebelumnya ia sudah mulai merasa cemas dan khawatir tentang perjalanan tersebut. Orang yang bersangkutan tidak bisa melihat peluang dari tantangan yang ada, padahal ini adalah sebuah kesempatan untuk mengembangkan kapasitas, melihat dunia luar, meninggalkan zona nyaman dan memiliki pengalaman baru. Hal ini disebabkan karena ketakutan dan kekhawatiran yang ia miliki lebih dominan dari akal sehatnya. Tetapi, lepas dari apapun juga, tetap ada cara untuk mengubah sifat bawaan tersebut. Untuk menanggulangi hal tersebut yang kita perlukan adalah ketekunan, karena Tuhan sudah mendesain manusia secara sempurna dan Ia tidak pernah menetapkan kita untuk menjadi pecundang.
Tuhan telah memperlengkapi kita dengan sebuah survival abiilty –kemampuan untuk bertahan– dan bahkan menetapkan kita untuk menjadi orang-orang yang menang dalam menghadapi segala tantangan.Untuk itu, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah menyadari terlebih dulu bahwa keberadaan kita ini adalah sesuatu yang tidak wajar. Selama kita masih menganggap keberadaan kita ini sebagai sesuatu yang wajar, kita tidak akan pernah mengalami perubahan -- sama seperti orang yang sakit baru akan disembuhkan jika ia menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan. Ketika kita mulai menyadari bahwa kondisi kita adalah kondisi yang tidak wajar dan harus mengalami perubahan, hal berikutnya yang harus kita lakukan adalah mencari sesuatu atau seseorang yang bisa memberikan input-input positif dalam hidup kita, membangun rasa percaya diri dan mentalitas pemenang dalam diri kita. Itu sebabnya saat ini ada cukup banyak pembicara motivasional, karena sering kali ada orang-orang tertentu yang memang membutuhkan dorongan atau motivasi dari orang lain untuk membukakan wawasan atau konsep pikirnya, sehingga ia bisa melangkah keluar dari ketakutan-ketakutan dan pertimbangan-pertimbangan negatif.Ketika kita mulai menemukan input yang positif –sebaiknya hal ini difokuskan pada potensi yang kita miliki- belajarlah untuk mulai mengucapkan input positif tersebut sambil membayangkan bagaimana kita melakukan input yang sudah kita terima itu.
Dengan melakukan hal ini, tanpa sadar kita sedang terus mengubah alam bawah sadar kita; batasan-batasan mentalitas yang selama ini menghalangi kita mulai tersingkir satu persatu. AfirmasiDalam dunia pengetahuan, orang yang terus-menerus dan berulang kali mengucapkan input positif yang ia terima dan sambil membayangkannya disebut sedang melakukan teknik afirmasi –- ia sedang membuat input positif menyatu dengan hidupnya dan menggantikan input-input negatif yang ada. Sebagai akibatnya, akan mulai muncul suatu ‘jati diri’ yang baru, rasa percaya diri dan respon yang baru, karena otak bawah sadarnya sedang terus mengalami perubahan. Hal ini harus terus dilakukan secara kontinyu sampai alam bawah sadar mengalami perubahan 100%. Dengan demikian, ketika menghadapi suatu tantangan, ia akan dapat melihat peluang di balik tantangan itu dan meresponinya dengan penuh semangat.
Teknik afirmasi (mengucapkan sesuatu berkali-kali sambil membayangkan apa yang diucapkan) perlu terus dilakukan. Ketika kita mengamati hidup kita dan mendapati ada area-area lain yang juga perlu diubahkan, kita bisa mencari input positif lain dan kembali mempraktekkan teknik afirmasi ini. Indikator perubahan positifAda beberapa tanda yang dapat dijadikan indikator bahwa alam bawah sadar kita sudah mulai mengalami perubahan ke arah yang positif. Tanda pertama adalah: sudut pandang kita atas suatu masalah/keadaan mulai berubah –- kita mulai bisa melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang positif dan mengambil hikmah dari setiap kejadian (buruk) yang kita alami, bahkan mencari-cari peluang untuk memperbesar kapasitas dan mengambil manfaat dari peristiwa tersebut.Tanda kedua, kita menjadi lebih bersemangat dari sebelumnya, bahkan di tengah tantangan dan masalah.Tanda yang ketiga, reaksi dan respon awal kita ketika menghadapi tantangan menunjukkan ketegaran dan ketangguhan; kita menganggap tantangan sebagai sesuatu yang harus ditaklukkan; bukan ditakuti atau dikhawatirkan.
Sebetulnya, setiap kali kita menghadapi tantangan atau masalah, akan selalu ada peluang di sana. Ketika kita bisa menarik manfaat dari tantangan yang ada, itu berarti kita telah menemukan sebuah peluang. Jika kita melihat beberapa peluang sekaligus, ambil semua peluang itu dan manfaatkan! Mungkin kita tidak akan bisa mengerjakan semuanya sendirian, tetapi kita bisa mencari orang-orang lain untuk menggabungkan kekuatan dan kemampuan demi menggarap semua peluang yang ada bersama-sama. Di sisi lain, jika peluang ini kita temukan dalam dunia kerja, tanpa sadar sesungguhnya kita sedang menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Setiap tindakan pasti mengandung resiko, begitu pula dengan peluang – selalu ada resikonya. Yang perlu kita lakukan hanya berusaha meminimalkan tingkat kerusakan dari resiko yang ada, sehingga bisa memberikan keuntungan lebih bagi kita. Memang dalam hal ini dibutuhkan kemampuan untuk membuat perencanaan yang baik.
Jika kita mampu menganalisa resiko yang mungkin timbul, kita akan bisa mendapatkan keuntungan dan keberhasilan dari peluang yang ada. Interaksi dengan orang bermental ‘pecundang’Jika kita harus berinteraksi terus-menerus dengan orang-orang yang memiliki mentalitas ‘pecundang’, hal pertama yang harus kita lakukan adalah bersabar.Reaksi negatif yang kita tunjukkan kepada orang semacam itu –mengomel atau kesal- hanya akan membuat orang yang bersangkutan menarik diri dan kembali ke ‘tempat persembunyian’nya. Kita perlu belajar bersabar; bukan belajar memahami dan menerima apa adanya, melainkan bersabar untuk menolongnya mengalami perubahan. Belajar menerima apa adanya berarti membiarkan ia tetap berada di zona nyaman dan menjadi seorang pecundang. Belajar bersabar artinya menolong orang yang bersangkutan untuk mengalami perubahan, dan ini berarti ada tindakan-yang perlu kita lakukan.Tindakan kedua yang perlu kita lakukan adalah berusaha untuk diterima oleh orang tersebut, karena input sebaik apapun baru akan diterima oleh seseorang ketika orang tersebut telah menerima si pemberi input terlebih dahulu.
Selanjutnya, setiap kali ada kesempatan, mulailah ucapkan input-input yang bersifat positif, membangun dan membesarkan hati. Tidak perlu yang muluk-muluk -- mulailah dari yang sederhana dulu. Ketika kita mulai melakukannya, perlahan tapi pasti orang tersebut akan mulai memiliki rasa percaya diri yang terus meningkat secara bertahap. Jika memungkinkan, kita bisa membimbingnya untuk melakukan afirmasi. Ketakutan-ketakutan yang Anda rasakan seringkali hanya bersifat fiktif belaka. Hadapilah rasa takut tersebut, maka Anda akan mendapati keberanian sejati muncul dari dalam hati Anda. (Artikel Motivasi klik di sini)
0 komentar :
Posting Komentar