by: asrul
INDONESIA belum masuk ke dalam kelompok negara industri maju di dunia. Karena masih banyak aspek yang menjadi persoalan mendasar dalam mengembangkan sector industri, padahal sangat memungkinkan dengan potensi SD A dan SDM. Salah satu yang menjadi hambatan utama adalah masih minimnya pelaku usaha (entrepreneur). Kelangkaan entreprneur - entreprneur ini terjadi pada semua sector ekonomi.
Perbandingan entrepreneur di Indonesia dengan negara lain antara lain; Jepang memiliki 18% jumlah pengusaha dari total penduduknya, Amerika Serikat 20%, Inggris 18%, Singapur 10% dan Negara-negara berkembang seperti; India 5%, China 5%, Malaysia 2,5% dan Indonesia sangat minim, baru 0,2% dari total penduduk sekitar 235 juta. Ini menjadi dilemma, karena entrepreneur inilah sebenarnya memberikan kontribusi besar dalam pengembangan ekonomi nasional untuk bisa bersaing pada ekonomi global.
Kendala Entreprneur IndonesiaBeberapa kendala utama dalam bertumbuhnya entrepreneur di Indonesia antara lain:
1. Culture; Masyarakat Indonesia cukup lama dijajah dan sampai sekarang belum merasakan “merdeka” yang sesungguhnya (budaya penjajah atau feodal ini, berpindah ke penguasa). Ini tidak bisa disepelekan, karena punya pengaruh secara tidak langsung. Dampak dari padanya tercipta mindset pekerja (berjiwa pekerja bukan pengusaha), ini merupakan karakteristik secara umum. Misalnya, lapangan kerja di Korea saja, Indonesia merupakan pemasok TKI terbesar, TKI di Malaysia demikian pula adanya, sungguh ironis.
2. Entreprneurship Educasi; Lemahnya pendidikan untuk menumbuhkan sikap kewiraswastan (entreprneurship). Pemahaman sangat minim untuk mengajarkan kepada anak didik (generasi) tentang karakter kewiraswastaa . Begitu pula mindset orang tua, penekanannya pada bagaimana menciptakan output pendidikan (sekolah) untuk menjadi pekerja > belum berhasil kalau tidak menjadi pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai swasta. Padahal lowongan PNS tidak ada pertumbuhan (0%) sejak akhir masa orde baru. Ini sangat menyedihkan sekali, dimana lulusan perguruan tinggi dan sekolah menengah, tidak dipersiapkan menjadi entrepreneur yang nantinya akan menggerakkan roda perekonomian.
3. Entreprneur Regulasi; Kebijakan pemerintah tidak berpihak pada pengembangan sector usaha (UKM dn Koperasi), terlebih tidak ada keberpihakan kepada pengusaha daerah (local), terjadi pengkotakan. Arah kebijakan masih mengutamakan kepentingan pengusaha besar atau kepentingan usaha kelompok tertentu. Harus ada kerjasama efektif pemerintah dengan pengusaha.
4. Korupsi; Fenomena korupsi hampir membudaya di negeri ini (korupsi sudah terdesentralisasi seiring dengan desentralisasi pemerintahan). Ini yang lebih memperparah, karena korupsi merupakan musuh besar perekonomian sebuah negara termasuk Indonesia. Karena akan terjadi kolaborasi antara penguasa dan pengusaha, akhirnya ide kreatif dari masyarakat atau UKM dan Koperasi tidak bisa muncul. Kenapa ekonomi China bisa tumbuh pesat karena yang pertama diperangi adalah korupsi secara ril bukan sekedar wacana, seperti yang terjadi di Indonesia.
Kalau pemerintah memberi sedikit ruang saja kepada UKM termasuk Pedagang Kaki Lima (PK-5), karena komunitas inilah merupakan pilar kekuatan ekonomi bangsa, terkhusus kepada ide-ide kretif yang muncul. Niscaya, entrepreneur- entrepreneur akan bertumbuh dengan subur di Indonesia.
Bangsa Indonesia cukup memiliki dasar utama untuk menjadi entreprneur. Demografi (penduduk yang mumpuni), benih-benih saudagar (pengusaha) kita nampak muncul dari sabang sampai merauke sejak zaman dulu, artinya terwarisi jiwa saudagar (entreprneurship), pekerja ulet dan tangguh (begitu banyak TKI ke luar negeri), potensi SDA dan SDM sangat melimpah.
Peluang bisnis (bersumber ide kreatif) melalui produk domestik bruto (PDB) berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) Rp 6.370 triliun maka ini berarti PDB enam kali lebih besar dari APBN yang nilainya hanya Rp 1.100 triliun.
Mari rapatkan barisan guna mempersatukan unsur-unsur bisnis Indonesia yang terkotak-kotak.
Tunggu apa lagi ! Ayo berbenah untuk berubah.
0 komentar :
Posting Komentar