Setiap Orang Shaleh Butuh Kaya (4)
Oleh : H.M.Anis Matta, Lc. Sekjen Partai Keadilan Sosial
Ceramah ini disunting menjadi enam bagian (posting) merupakan salah satu dari ceramah Bapak Udstaz Anis Matta, Lc ketika Jaulah di Pakanbaru Riau, dan disunting melalui mitra blogger, klik di sini, ini sekedar ide semoga bermanfaat dan menjadi bahan untuk dijadikan motivasi, renungan atau sekaligus bisa didiskusikan, meski ada Ikhwah yang mengatakannnya Anismismi (ajaran anis) yang terkesan glamour dan konsumtif... tapi sekali lagi ini adalah sekedar ide, tapi saya selaku penulis diblog ini, sepakat dengan Pak Anis Matta, walau kami akan berusaha mengajak Pak Anis untuk mendiskusikan di blog ini demi dapatnya qta mampu mengimplementasi tentang hal ini [posting keempat dari enam posting]
Itu sebabnya di Zaman penjajahan dahulu para penjajah itu dengan sengaja menghidupkan kelompok- kelompok sufi ditengah masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang- orang miskin itu tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia miskin. Maka langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu pemahaman keagamaan kita.
Saya dahulu sekolah di pesantren 6 tahun, tempatnya dulu itu di hutan, bahkan tidak ada mobil lewat disana, kalau kita inginmendapatkan kendaraan umum kita harus jalan 3 km terlebih dahulu. Pada suatu hari ada badai dating dan menerbangkan seluruh atap gedung, masjid, dan seluruh benda yang ada disitu. Semuanya mudah diterbangkan karena bangunan yang ada adalah bangunan murah semuanya. Tiap hari kita makan hanya nasi dan kecap selama 6 tahun. Setiap kali kita makan, guru saya selalu bilang ini nasi akan membuat kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena itu fisik saya kecil karena pada masa pertumbuhan kita tidak mendapatkan gizi yang baik dengan alasan latihan, sabar, perjuangan. Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari kota karena kota itu neraka, disini kita hidupdengan cara yang benar. Waktu itu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya istikharah buat saya, satu bulan kemudian saya datang dan dia mengajurkan kepada saya untuk kuliah di Jakarta saja di LPIA, karena LPIA itu selingkar syurga yang dikelilingi oleh neraka. Itulah pemahaman keagamaan yang kita warisi.Waktu saya kuliah di LPIA juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan kita pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan.
Kedua, karena kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak mengajarkan kita dasar- dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan. Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari di sekolah itu benar- benar kita pakai dalam kehidupan real kita. Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai
Perguruan Tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak bagus- bagus. Padahal bahasa itu adalah sarana komunikasi yang seharusnya menjadi basic. Begitu juga tentang uang. Kita tidak pernah sama sekali belajar disekolah tentang uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi itu pelajaran yang paling kita tidak suka.
Jadi lingkungan pendidikan kita juga seperti itu. Setelah kita tarbiyah pun hal- hal seperti itu belum diajarkan. Mungkin karena satu hikmah ataupun lainnya yang tidak kita ketahui. Tetapi kalau kita membaca literature yang ditulis oleh Imam Hasan Al- Banna, sebenarnya perhatian kearah ekonomi itu justru malah lebih besar dari awalnya. Bahkan muncul gagasan ekonomi Islam itu adalah anjuran dari beliau. Salah satu rintisan dari beliau untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu saya menganjurkan kepada ikhwah di kaderisasi untuk segera membuat materi tatsqif tentang uang, karena itu perlu.
Ketiga, karena kita ini memiliki ciri- ciri orang miskin dalam kepribadian. Ciri orang miskin:
Pertama, orang miskin itu tidak pernah bermimpi jadi orang kaya. Kalau kit abaca buku the millionaire mind (pemikiran milioner), di dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di kalangan orang miskin itu berkembang ide- ide yang membuat mereka itu miskin. Salah satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi orang kaya. Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu, jadi saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindsetnya disiapkan untuk menjadi buruh, kalau tidak bisa menjadi guru bahasa Arab akhirnya menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak pernah punya mimpi untuk menjadi kaya. Contohnya, kalau kita lihat orang pakai mobil Mercy, tidak pernah terpikir oleh kita kalau kita juga ingin punya mobil Mercy. Yang terpikir oleh kita adalah tega-teganya orang ini pakai Mercy.
Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali ikhwah yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia pinjam uang antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya Allah berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik- baik lalu berdo’alah.
Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal di tempat yang luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya tidak ingin didominasi oleh mertua. Jadi setelah menikah saya bilang saya mau keluar dari rumah ini. Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal dimana?” Itu urusan saya, satu tahun saya sudah tinggal di sini. Saya keluar. Lalu saya kontrak rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam, triplek- triplek saja. Ada 3 petak rumah, kalau kita bersin disini akan terdengar oleh semua tetangga. Lantainya sebagian itu berupa tanah dan saya pun tidak punya kasur. Saya punya kasur setelah anak ke-3 saya lahir. Istri saya kalau sudah hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik kesana. Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung dari orang. Setiap hari saya lewat di depan sebuah rumah besar halamannya luas. Kalau saya lewat rumah itu saya berjalan pelan- pelan sambil menunggu bis dari Al- Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok halaman yang luas dan ada banyak pohon- pohonan. Saya usap itu temboknya. Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan Tanya uangnya dari mana. Jangan Tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap- usap mobilnya.
Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat Menteng, lewati rumah yang bagus- bagus, disitu juga ada masjid yang besar bernama Sunda Kelapa. Saya suka berdo’a juga disitu. Ya Allah, saya ingin tinggal disamping masjid ini, bagaimana caranya atur ya Allah. Syurga aja kita pinta, apalagi rumah. Suatu waktu saya pernah naik private jet punya Abu Rizal Bakrie waktu itu jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah dirumahnya. Kita pergi naik private jet nya. Enak juga naik private jet. Saya berdo’a juga disitu. Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga aja kita pinta apalagi seperti ini.
Kemarin Muraqib ’Am ditanya oleh kader. Kadernya protes, “Ustadz Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju semuanya. Di jawab oleh ustadz Hilmi mereka tidak borju cuna menyesuaikan penampilan dengan lingkungan pergaulannya. Jadi kalau ikhwah pada kaya- kaya saya juga bahagia. Saya paling senang kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu didorong itu. Jadi kita tidak perlu belanja tiket lagi kalau ingin ke Riau. Tidak terikat dengan jadwal penerbangan regular. Dan saya Tanya harga private jet itu, setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private jet itu. Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang. Saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu lebih enak dimuka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak. Memang mobil kamu apa, saya jawab Kijang. Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya”.
Ikhwah sekalian. Karakter orang miskin itu harus kita hilangkan, itu sebabnya kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya. Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah daripada memberi hadiah. Bahagia dan bangga kalau ditraktir makan daripada kalau mentraktir makan. Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka membuat gambar yang sama. Sebuah rumah disampingnya ada sawah-sawah, disampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah. Saya suruh menjelaskan. Dia bilang nanti saya berharap insya Allah sudah naik haji sebelum pensiun, setelah pensiun nanti saya punya rumah di desa di sampingnya ada sawah- sawah, disampingnya lagi ada masjid. Jadi dia Ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur berapa. Dia bilang 55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa di samping masjid dan disamping sawah. Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT berapa sisa umur bapak, 25 tahun akan bapak habiskan disamping sawah. Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan.
Saya pernah ceramah di Direktur BULOG, dia mau pensiun dini, dia tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya diminta mengisi ceramah dirumahnya tentang menajemen harta untuk lansia. Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi semuanya. Saya bilang bapak setelah pension nanti mau tinggal dimana. Dia bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya Tanya Solonya dimana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Dia sudah punya rumah disana disampingnya ada sawah- sawah, ada masjid, persis seperti gambar orang Telkom itu. Saya bilang kenapa tidak tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang bisa tahan tinggal di Jakarta setelah pension. Biaya mahal, anak saya sedang pada kuliah semuanya saya tidak kuat nanggung. Coba kita lihat waktu pendapatan kita berkurang yang kita lakukan itu adalah mereduksi dan mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan diri dengan pendapatan, seharusnya ketika pendapatan kita berkurang bukan kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan. Jadi saya bayangkan kalau bapak di kasih umur 80 tahun, bapak akan tinggal di kampong itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba menghayal- hayal kira- kira jadwal hariannya seperti apa. Jam 3 insya Allah dia akan bangun qiyamul lail sampai subuh dia sudah tidak tidur karena orang kalau sudah diatas 40 tahun kebutuhan tidurnya sebetulnya Cuma 2 jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid, setelah itu dia pergi jalan pagi, mungkin aktifitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7. Setelah itu dia mandi lalu sarapan dia baca Koran. Katakanlah selesai jam 9 setelah itu dia shalat dhuha. Setelah itu tanda Tanya karena tidak ada kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk waktu zuhur sebelumnya dia punya waktu 3 jam, setelah itu dia makan siang setelah itu dia bangun tidur siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib dia lakukan duduk- duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah. Sebelum maghrib dia mandi, setelah maghrib dia makan malam sampai isya mungkin dia mengaji. Setelah shalat isya melihat televisi sebentar setelah itu dia tidur lagi. Kita lihat tidak ada waktunya yang produktif. Orang ini 25 tahun menunggu kematian. Kematian itu tidak perlu ditunggu nanti dia akan dating sendiri kenapa kita tunggu- tunggu dia.
Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di usia seperti itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kita makin dekat. Kematian kita makin dekat bukan makin terserah tetapi begitulah pikiran yang ada pada orang- orang miskin. Orang- orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja kers. Karena itu rata- rata jadwal kerja orang miskin itu dibawah 8 jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu diatas 15 jam. Wajar kalau mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak (bersambung)
Itu sebabnya di Zaman penjajahan dahulu para penjajah itu dengan sengaja menghidupkan kelompok- kelompok sufi ditengah masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang- orang miskin itu tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia miskin. Maka langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu pemahaman keagamaan kita.
Saya dahulu sekolah di pesantren 6 tahun, tempatnya dulu itu di hutan, bahkan tidak ada mobil lewat disana, kalau kita inginmendapatkan kendaraan umum kita harus jalan 3 km terlebih dahulu. Pada suatu hari ada badai dating dan menerbangkan seluruh atap gedung, masjid, dan seluruh benda yang ada disitu. Semuanya mudah diterbangkan karena bangunan yang ada adalah bangunan murah semuanya. Tiap hari kita makan hanya nasi dan kecap selama 6 tahun. Setiap kali kita makan, guru saya selalu bilang ini nasi akan membuat kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena itu fisik saya kecil karena pada masa pertumbuhan kita tidak mendapatkan gizi yang baik dengan alasan latihan, sabar, perjuangan. Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari kota karena kota itu neraka, disini kita hidupdengan cara yang benar. Waktu itu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya istikharah buat saya, satu bulan kemudian saya datang dan dia mengajurkan kepada saya untuk kuliah di Jakarta saja di LPIA, karena LPIA itu selingkar syurga yang dikelilingi oleh neraka. Itulah pemahaman keagamaan yang kita warisi.Waktu saya kuliah di LPIA juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan kita pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan.
Kedua, karena kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak mengajarkan kita dasar- dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan. Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari di sekolah itu benar- benar kita pakai dalam kehidupan real kita. Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai
Perguruan Tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak bagus- bagus. Padahal bahasa itu adalah sarana komunikasi yang seharusnya menjadi basic. Begitu juga tentang uang. Kita tidak pernah sama sekali belajar disekolah tentang uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi itu pelajaran yang paling kita tidak suka.
Jadi lingkungan pendidikan kita juga seperti itu. Setelah kita tarbiyah pun hal- hal seperti itu belum diajarkan. Mungkin karena satu hikmah ataupun lainnya yang tidak kita ketahui. Tetapi kalau kita membaca literature yang ditulis oleh Imam Hasan Al- Banna, sebenarnya perhatian kearah ekonomi itu justru malah lebih besar dari awalnya. Bahkan muncul gagasan ekonomi Islam itu adalah anjuran dari beliau. Salah satu rintisan dari beliau untuk memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu saya menganjurkan kepada ikhwah di kaderisasi untuk segera membuat materi tatsqif tentang uang, karena itu perlu.
Ketiga, karena kita ini memiliki ciri- ciri orang miskin dalam kepribadian. Ciri orang miskin:
Pertama, orang miskin itu tidak pernah bermimpi jadi orang kaya. Kalau kit abaca buku the millionaire mind (pemikiran milioner), di dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di kalangan orang miskin itu berkembang ide- ide yang membuat mereka itu miskin. Salah satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi orang kaya. Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu, jadi saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindsetnya disiapkan untuk menjadi buruh, kalau tidak bisa menjadi guru bahasa Arab akhirnya menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak pernah punya mimpi untuk menjadi kaya. Contohnya, kalau kita lihat orang pakai mobil Mercy, tidak pernah terpikir oleh kita kalau kita juga ingin punya mobil Mercy. Yang terpikir oleh kita adalah tega-teganya orang ini pakai Mercy.
Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali ikhwah yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia pinjam uang antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya Allah berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik- baik lalu berdo’alah.
Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal di tempat yang luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya tidak ingin didominasi oleh mertua. Jadi setelah menikah saya bilang saya mau keluar dari rumah ini. Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal dimana?” Itu urusan saya, satu tahun saya sudah tinggal di sini. Saya keluar. Lalu saya kontrak rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam, triplek- triplek saja. Ada 3 petak rumah, kalau kita bersin disini akan terdengar oleh semua tetangga. Lantainya sebagian itu berupa tanah dan saya pun tidak punya kasur. Saya punya kasur setelah anak ke-3 saya lahir. Istri saya kalau sudah hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik kesana. Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung dari orang. Setiap hari saya lewat di depan sebuah rumah besar halamannya luas. Kalau saya lewat rumah itu saya berjalan pelan- pelan sambil menunggu bis dari Al- Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok halaman yang luas dan ada banyak pohon- pohonan. Saya usap itu temboknya. Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan Tanya uangnya dari mana. Jangan Tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap- usap mobilnya.
Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat Menteng, lewati rumah yang bagus- bagus, disitu juga ada masjid yang besar bernama Sunda Kelapa. Saya suka berdo’a juga disitu. Ya Allah, saya ingin tinggal disamping masjid ini, bagaimana caranya atur ya Allah. Syurga aja kita pinta, apalagi rumah. Suatu waktu saya pernah naik private jet punya Abu Rizal Bakrie waktu itu jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah dirumahnya. Kita pergi naik private jet nya. Enak juga naik private jet. Saya berdo’a juga disitu. Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga aja kita pinta apalagi seperti ini.
Kemarin Muraqib ’Am ditanya oleh kader. Kadernya protes, “Ustadz Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju semuanya. Di jawab oleh ustadz Hilmi mereka tidak borju cuna menyesuaikan penampilan dengan lingkungan pergaulannya. Jadi kalau ikhwah pada kaya- kaya saya juga bahagia. Saya paling senang kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu didorong itu. Jadi kita tidak perlu belanja tiket lagi kalau ingin ke Riau. Tidak terikat dengan jadwal penerbangan regular. Dan saya Tanya harga private jet itu, setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private jet itu. Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang. Saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu lebih enak dimuka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak. Memang mobil kamu apa, saya jawab Kijang. Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya”.
Ikhwah sekalian. Karakter orang miskin itu harus kita hilangkan, itu sebabnya kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya. Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah daripada memberi hadiah. Bahagia dan bangga kalau ditraktir makan daripada kalau mentraktir makan. Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka membuat gambar yang sama. Sebuah rumah disampingnya ada sawah-sawah, disampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah. Saya suruh menjelaskan. Dia bilang nanti saya berharap insya Allah sudah naik haji sebelum pensiun, setelah pensiun nanti saya punya rumah di desa di sampingnya ada sawah- sawah, disampingnya lagi ada masjid. Jadi dia Ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur berapa. Dia bilang 55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa di samping masjid dan disamping sawah. Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT berapa sisa umur bapak, 25 tahun akan bapak habiskan disamping sawah. Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan.
Saya pernah ceramah di Direktur BULOG, dia mau pensiun dini, dia tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya diminta mengisi ceramah dirumahnya tentang menajemen harta untuk lansia. Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi semuanya. Saya bilang bapak setelah pension nanti mau tinggal dimana. Dia bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya Tanya Solonya dimana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Dia sudah punya rumah disana disampingnya ada sawah- sawah, ada masjid, persis seperti gambar orang Telkom itu. Saya bilang kenapa tidak tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang bisa tahan tinggal di Jakarta setelah pension. Biaya mahal, anak saya sedang pada kuliah semuanya saya tidak kuat nanggung. Coba kita lihat waktu pendapatan kita berkurang yang kita lakukan itu adalah mereduksi dan mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan diri dengan pendapatan, seharusnya ketika pendapatan kita berkurang bukan kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan. Jadi saya bayangkan kalau bapak di kasih umur 80 tahun, bapak akan tinggal di kampong itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba menghayal- hayal kira- kira jadwal hariannya seperti apa. Jam 3 insya Allah dia akan bangun qiyamul lail sampai subuh dia sudah tidak tidur karena orang kalau sudah diatas 40 tahun kebutuhan tidurnya sebetulnya Cuma 2 jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid, setelah itu dia pergi jalan pagi, mungkin aktifitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7. Setelah itu dia mandi lalu sarapan dia baca Koran. Katakanlah selesai jam 9 setelah itu dia shalat dhuha. Setelah itu tanda Tanya karena tidak ada kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk waktu zuhur sebelumnya dia punya waktu 3 jam, setelah itu dia makan siang setelah itu dia bangun tidur siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib dia lakukan duduk- duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah. Sebelum maghrib dia mandi, setelah maghrib dia makan malam sampai isya mungkin dia mengaji. Setelah shalat isya melihat televisi sebentar setelah itu dia tidur lagi. Kita lihat tidak ada waktunya yang produktif. Orang ini 25 tahun menunggu kematian. Kematian itu tidak perlu ditunggu nanti dia akan dating sendiri kenapa kita tunggu- tunggu dia.
Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di usia seperti itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kita makin dekat. Kematian kita makin dekat bukan makin terserah tetapi begitulah pikiran yang ada pada orang- orang miskin. Orang- orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja kers. Karena itu rata- rata jadwal kerja orang miskin itu dibawah 8 jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu diatas 15 jam. Wajar kalau mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak (bersambung)
0 komentar :
Posting Komentar