Produk tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) ini diakui telah memenuhi
standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya
memproduksi seragam militer anggota NATO. Tidak hanya seragam, tetapi
juga seragam tempur, jaket, cover all, rompi, tenda, sepatu dan
lain-lain.
Pernahkah anda menduga bahwa seragam militer anggota NATO dibuat oleh anak bangsa? Ternyata, puluhan hingga ratusan ribu anggota militer di sejumlah negara, baik Eropa, Amerika, dan Asia termasuk anggota militer dalam negeri, mengenakan seragam buatan pabrik tekstil yang berlokasi di salah satu sudut kota di Kabupaten Sukoharjo.
Produk tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) ini diakui telah memenuhi
standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya
memproduksi seragam militer anggota NATO. Tidak hanya seragam, tetapi
juga seragam tempur, jaket, cover all, rompi, tenda, sepatu dan
lain-lain.
Hingga awal 2010 ini, PT Sritex melayani pembuatan seragam militer untuk 25 negara, yakni, Indonesia, Australia, Brunei, Kamboja, Siprus, Inggris, Jerman, Kuwait, Lebanon, Nepal, Oman, Papua, Filipina, Qatar, Singapura, Somalia, Sudan, Swiss, Arab, Zimbabwe, Austria dan terakhir Timor Leste. Karena masuk pasar ekspor, harga jual produk di luar negeri pun menyesuaikan.
Corporate Secretary PT Sritex, M. Taufik Adam, saat menunjuk salah satu jaket militer anti infra red yang siap dikirim ke Jerman, mengatakan satu jaket itu di jual dengan harga rata-rata US$150 atau senilai Rp 1.395.000 (1US$=Rp 9.300). ”Tapi, kalau di pasang di outlet di Solo, mungkin hanya Rp 150.000 per jaket,” ujar Taufik membandingkan. Begitu pula dengan seragam militer yang siap dikirim ke Abu Dhabi. ”Kalau seragam ini, di jual ke Abudhabi dengan harga rata-rata US$300.”
Untuk proses pengerjaan, dilakukan secara parsial atau per komponen. Misalnya, satu tenaga kerja hanya bertugas membuat pola saja, memasang kancing baju saja, membuat mata itik saja dan seterusnya. Taufik menambahkan, memproduksi seragam militer ini lebih memiliki tingkat kesulitan di banding produk garmen lainnya. Sehingga, satu kali proses perlu ada quality control. ”Pengerjaan harus lebih detail dan disesuaikan dengan desain yang diminta masing-masing negara.”
Terkait kapasitas produksi, Taufik mengatakan, saat ini Sritex mampu memproduksi garmen sebanyak 2,5 juta set per bulan, dengan rata-rata pertumbuhan 15%-20% per tahun Kapasitas ini naik dari kapasitas sebelum adanya perluasan industri, 1,5 juta set per bulan. Sementara, untuk produk kain, kapasitasnya mencapai 8-9 juta yard per bulan. Dan produksi benang, berkisar 7.000 bal per bulan.
Sumber: Defense Studies, Solopos
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
Pernahkah anda menduga bahwa seragam militer anggota NATO dibuat oleh anak bangsa? Ternyata, puluhan hingga ratusan ribu anggota militer di sejumlah negara, baik Eropa, Amerika, dan Asia termasuk anggota militer dalam negeri, mengenakan seragam buatan pabrik tekstil yang berlokasi di salah satu sudut kota di Kabupaten Sukoharjo.
Hingga awal 2010 ini, PT Sritex melayani pembuatan seragam militer untuk 25 negara, yakni, Indonesia, Australia, Brunei, Kamboja, Siprus, Inggris, Jerman, Kuwait, Lebanon, Nepal, Oman, Papua, Filipina, Qatar, Singapura, Somalia, Sudan, Swiss, Arab, Zimbabwe, Austria dan terakhir Timor Leste. Karena masuk pasar ekspor, harga jual produk di luar negeri pun menyesuaikan.
Corporate Secretary PT Sritex, M. Taufik Adam, saat menunjuk salah satu jaket militer anti infra red yang siap dikirim ke Jerman, mengatakan satu jaket itu di jual dengan harga rata-rata US$150 atau senilai Rp 1.395.000 (1US$=Rp 9.300). ”Tapi, kalau di pasang di outlet di Solo, mungkin hanya Rp 150.000 per jaket,” ujar Taufik membandingkan. Begitu pula dengan seragam militer yang siap dikirim ke Abu Dhabi. ”Kalau seragam ini, di jual ke Abudhabi dengan harga rata-rata US$300.”
Untuk proses pengerjaan, dilakukan secara parsial atau per komponen. Misalnya, satu tenaga kerja hanya bertugas membuat pola saja, memasang kancing baju saja, membuat mata itik saja dan seterusnya. Taufik menambahkan, memproduksi seragam militer ini lebih memiliki tingkat kesulitan di banding produk garmen lainnya. Sehingga, satu kali proses perlu ada quality control. ”Pengerjaan harus lebih detail dan disesuaikan dengan desain yang diminta masing-masing negara.”
Terkait kapasitas produksi, Taufik mengatakan, saat ini Sritex mampu memproduksi garmen sebanyak 2,5 juta set per bulan, dengan rata-rata pertumbuhan 15%-20% per tahun Kapasitas ini naik dari kapasitas sebelum adanya perluasan industri, 1,5 juta set per bulan. Sementara, untuk produk kain, kapasitasnya mencapai 8-9 juta yard per bulan. Dan produksi benang, berkisar 7.000 bal per bulan.
Sumber: Defense Studies, Solopos
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar