Otonomi Desa Harus Jalan_asrul |
Otonomi Desa Harga Mati
Kedepan,
otonomi daerah harus lebih mengerucut lagi ke otonomi desa,ini harga mati dan diperlukan UU baru
tentang Otonomi Desa Mandiri (berbasis komunal) atau amandemen UU No.32/2004
tentang Otonomi Daerah (revisi kedua, dst). Artinya otonomi jangan terputus
sampai di tingkat kab/kota saja. Inilah penyebab kenapa banyak bupati/walikota
dan gubernur masuk penjara, karena kekuasan sepertinya tanpa batas (eksekutif dan legislatif sepertinya berjamaah saja dalam menangani wilayahnya.
Mustahil
otonomi bisa berjalan sesuai dengan harapan bersama. Bila demikian seperti saat
ini, akan tercipta raja-raja kecil “tanpa kerajaan” di daerah, terbentuk karena
egoisme, ini merupakan fenomena yang terjadi atau hambatan tumbuh berkembangnya
cita-cita otonomi itu sendiri. Karena masyarakat desa (akar rumput), tidak dilibatkan,
semata hanya formalitas belaka alias selalu hanya “atas nama” tapi fakta dan
data masyarakat terdzalimi oleh ulah “oknom” pejabat di seluruh lini
pemerintahan (pusat dan daerah), sepertinya terjadi konsfirasi yang sangat tajam.
Termasuk
kenapa daerah (kabupaten) pemekaran tidak atau lambat berkembang. Karena peran
masyarakat terdepan (akar rumput) tidak dimaksimalkan (virus raja-raja kecil),
terjadi copy paste system (tanpa perubahan yang berarti) sebagai daerah atau
wilayah segar atau perawan SDA yang mudah diinisiasi atau copy paste mental
korup dari kabupaten induk, ini yang menggerogoti para pengelola daerah
tersebut. Ini pula merupakan hambatan sampai tidak terjadi pengelolaan SDA dan
SDM yang maksimal, malah diabaikan karena terkait kepentingan person/kelompok.
Jadi sangat wajar bila pemerintah c/q Menteri Dalam Negeri menghentikan proses
pembahasan pemekaran wilayah kabupaten sampai dengan tahun 2015. Perlu kembali
dievaluasi daerah yang sudah mekar, bila gagal, bergabung saja ke induknya kembali.
Bila tidak akan terjadi pemborosan anggaran, kesempatan korupsi menganga lebar
di daerah. Sesungguhnya kegagalan pembangunan bukan karena minimnya anggaran
yang turun ke daerah, tapi anggaran terlalu banyak disektor pengadaan barang
dan jasa (ini rawan korupsi), dan yang terheboh adalah, hampir setengah
anggaran (APBN/APBD) masuk ke sector pengaturan (korupsi). Cuma belum terexpos,
karena KPK belum banyak menyentuh ke daerah kab/kota. Polisi dan Kejaksaan di
daerah masih diragukan, ditengarai banyak main mata dengan pejabat yang
bersangkutan. Ini semua merupakan bom waktu, setiap saat pasti meledak,
sedahsyat ledakan “tabung gas” elpiji 3 kilogram.
Grand Design Penataan Wilayah
Grand
design penataan wilayah yang dipersiapkan pemerintah ke depan dalam
pembentukan/ pemekaran daerah baru baik provinsi maupun kabupaten/kota, dengan
dua pendekatan. Yaitu,
1.
Membentuknya dengan menggunakan
perhitungan berdasarkan parameter geografis, demografis, dan ke-sistem-an
sesuai kerangka pikir pembentukan daerah tersebut.
2.
Menggunakan pertimbangan realita
aspirasi yang ditarik dari dinamika usulan pembentukan daerah baru yang
berkembang hingga saat ini.
Berdasarkan
dua pertimbangan tersebut, pemerintah c/q Kementerian Dalam Negeri menetapkan,
dari tahun 2010 s/d 2025 di Indonesia hanya di estimasi ada penambahan jumlah
maksimun Daerah Otonomi Baru (DOB) untuk provinsi sebanyak 11 dan 54
kabupaten/kota.
Solusi
Masalah
Solusi
dari kesuksesan otonomi daerah (menghindari raja-raja kecil) atau tumbuh
berkembangnya wilayah (kabupaten) pemekaran adalah diperlukan (perubahan
system) selain yang menjadi harga mati adalah “kejujuran atau moral” pengelola
negara/daerah. Tidak kalah pentingnya adalah aktualisasikan “Otonomi Desa
Mandiri” sebagai pendukung utama pelaksanaan atau kesuksesan otonomi daerah,
otonomi jangan terhenti di Kab/Kota. Libatkan secara ril masyarakat terdepan
(desa) dengan berbasis komunal, jangan libatkan masyarakat secara formalitas
saja (fakta yang terjadi pada pelaksanaan PNPM, BLT atau program lainnya), dengan
basis komunal dipastikan akan tumbuh partisipasi dan krestivitas masyarakat,
karena muncul rasa memiliki dan tanggungjawab didalamnya.
Solusi
ini memang tidak disukai oleh “person” yang bermental koruptor, karena peluang
atau kesempatan korupsi sangat minim, bisa jadi tidak ada, karena Pengelolaan
dana (APBD) akan terkontrol langsung oleh masyarakat. Otonomi Desa ini pula
merupakan pemicu (benih) tumbuh berkembangnya kelompok usaha baru atau home
industri di tengah masyarakat akar rumput, bukankah ini merupakan harapan
bersama, menuju kesejahteraan yang berkeadilan. Semoga bisa dipertimbangkan.
Bagaimana?
Baca Tulisan sekaitan di http://id.shvoong.com/portfolio/myprofile/
0 komentar :
Posting Komentar