Solusi Sehat,Cerdas dan Spritual Mengantisipasi Bencana Alam
oleh: H.Asrul Hoesein
(pendiri Gerakan Indonesia Hijau)
Indonesia sejak bencana tsunami Aceh enam tahun silam, sampai hari ini tidak luput dari bencana alam, sepertinya menjadi penghuni tetap negeri ini, tidak perlu sebut satu persatu, pastinya oktober tahun ini bencana sepertinya kompak “berjamaah” hadir di seluruh wilayah NKRI. Setelah bencana banjir lumpur Wasior, Papua Barat, dan menyusul gunung merapi “meletus” di Kabupaten Sleman, Yokjakarta yang mengeluarkan semburan abu panas dan awan panas, serta hujan batu (kejadian yang sama terjadi pada tahun 2006), serta senin (25/10) di Pagaiselatan, Sumatera Barat, gempa terjadi lagi disana dengan kekuatan 7,2 SR juga mengakibatkan tsunami, sekedar catatan bahwa Padang, Sumatera Barat setahun lalu diporak-porandakan oleh gempa bumi dengan kekuatan 7,9 SR, gempa yang sekarang ini hanya beda 0,7 SR saja. Belum lagi bencana-bencana di wilayah lain, sepertinya sebuah paket “hadiah” azab beruntun. Entah besok apa dan dimana lagi akan terjadi?. Sungguh ironis Indonesia. Apa sebenarnya dosa negeri ini?
Perubahan iklim atau sering disebut “global warming” sudah bukan isu tapi menjadi sebuah fakta. Bukan lagi negara lain merasakan perubahan iklim ini, tapi juga sudah memasuki Indonesia. Terlebih lagi, sesuai estimasi, Indonesia sudah diambang cuaca ekstrim El-Nino. Kalau diabaikan, tidak ada perubahan yang berarti dan mendasar serta kembali kejalan yang lurus dan segera berhenti “berbohong”. Karena ini merupakan harga mahal yang harus kita bayar, atas ulah segelintir manusia yang tidak bertanggungjawab atas eksistensinya sebagai penghuni dan pemakai (penikmat bumi) atau mungkin sebagai pengelola negeri ini, harus memahaminya dengan benar, bahwa ada kekeliruan yang terjadi; antara lain seperti penggundulan hutan yang membabi-buta, pemekaran wilayah yang tidak terukur atau tidak ter”peta”kan dengan baik, itu semua mudharatnya lebih besar dari manfaat. Bencana ini pasti akan berlanjut. Yakin tidak akan berhenti, bila negeri ini tidak berbenah. Sepertinya alam lingkungan sudah jenuh dan tidak mampu lagi menerima kebohongan dan kemunafikan penghuninya (baca:manusia) termasuk ketidakadilan disegala sector kehidupan di bumi Indonesia ini.
Bacalah Tanda Zaman
Sebenarnya pemerintah dan seluruh komponen masyarakat harus cepat sadar. Ini merupakan “tanda zaman” atau teguran Tuhan YMK. Sepanjang 2010 hujan tidak pernah berhenti, dimana-mana banjir, termasuk Jakarta sendiri sebagai pusat pengambilan kebijakan, banjir dan kemacetan sudah berjamaah pula, tidak ada kompromi rupanya. Indonesia sudah tidak mengenal lagi musim kemarau, ini semua akibat ulah tangan-tangan jahil manusia, termasuk yang paling menyedihkan negeri ini adalah merajalela korupsi, mulai dari pusat sampai ke daerah, dimana-mana terjadi rekayasa kasus, si kecil tertangkap, namun si kuat tetap bebas berkeliaran, dll. Mari kita sportif menyikapi masalah ini. Bencana ini bukan merupakan murni fenomena alam, atau alasan intensitas hujan yang tinggi dsb. Sepertinya kepedulian sudah sirna, silaturrahim sudah luntur, moral sudah hancur. Hampalah itu hubungan, baik terhadap Tuhan, kepada manusia dan hubungan kepada alam semesta. Sepertinya silaturrahim lebih merupakan rutinitas belaka tanpa makna dan roh didalamnya lagi.
Jangan selalu menyalahkan alam, tapi mari kita terima bahwa kondisi ini, adalah akibat perbuatan dzalim manusia. Bila kita yakin dengan kesadaran ini, tentu ada solusi yang dapat diambil dalam mengantisipasinya. Tuhan akan membuka jalan terbaik untuk hambanya. Ingat, banjir, kebakaran, longsor, banjir lumpur, hujan batu, banjir bandang, tsunami, gempa bumi, gunung meletus, dll. itu merupakan bala tentara Allah Swt. Bila Tuhan murka, tentu dengan memerintahkan pasukannya yang bernama bencana itu dengan segala bentuk (melalui tanah, air, angin dan api).
Musuh utama manusia adalah diri sendiri. Tidak ada kata terlambat, yang pasti harus berbenah, sebagai manusia beriman, tetap haruslah optimis bahwa Indonesia akan bangkit, petik hikmah dari bencana yang beruntun ini, jangan saling menyalahkan, harus obyektif dalam menyikapinya, belajarlah dari fakta, karena fakta tidak pernah berpihak. Banjir, Banjir lagi, dan lagi….Ilegal loging, Ilegal mining, Ilegal Fishing, Pemekaran wilayah, Sampah, dll, hanya terbayang sisi positifnya, selalu dilupakan dampak negatif atas aktivitas yang tidak bersahabat, yaitu dihilirnya akan ada bencana (persegera lakukan moratorium perizinan pengelolaan hutan dan pemekaran wilayah kabupaten).
Sepanjang bencana ini tidak diterima sebagai teguran Tuhan, atau hanya menerima sebagai murni fenomena alam, maka tunggu akibatnya akan sistemik sebagaimana sistemiknya korupsi di Indonesia. Ingat ada pemilik mutlak atas bumi dan isinya, termasuk yang memiliki “manusia” adalah Tuhan YMK.
Kita saja bukan pemilik dari alam ini, marah dan kecewa terhadap ulah premanisme, koruptor atau ketidakadilan oknum pemerintah atau terhadap penghancur lingkungan. Apalagi sipemilik aslinya (Tuhan YMK)…Ya tentulah marah besar. Dalam Pelampiasan kemarahan atau sekaligus kecintaan Tuhan YMK, itu bisa berupa kebahagiaan (keberhasilan) atau berupa kepedihan (kegagalan atau bencana). Ini haruslah difahami sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal dan beriman.
Bumi bertindak, tidak satupun manusia yang mampu mengatasinya, manusia yang tidak berdosa hanya mampu menangis, merintih, merontah, mengeluh, menuduh, sekaligus bisa jadi mencela atas kejadian-kejadian yang merugikan seperti menyaksikan mayat keluarganya dan menyaksikan kedahsyatan bencana, baik sementara berlangsung maupun pasca bencana, naudzubillah minzalik. Kedepan kita tidak pernah tahu akan rahasia alam, apakah alam akan kembali murka? Manusia perlu mengoreksi diri bahwa jangan lagi memperlakukan alam termasuk kepada sesama manusia dengan semena-mena. Manusia yang cerdas dan beriman adalah manusia yang mau bersahabat dan berdamai dengan alam lingkungannya, terlebih kepada sesamanya manusia.
Kesadaran Merupakan Awal Solusi.
Bagaimana solusi Islam mengajarkan kita bersahabat dan berdamai dengan Alam:
1. Kesadaran bahwa misi Nabi Muhammad Saw adalah untuk kasih-sayang bagi alam semesta (Rahmatal Lil ’Alamin). Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw adalah bukan hanya untuk manusia, tetapi untuk membawa rahmat, kasih-sayang bagi seluruh alam semesta. Artinya Misi Islam yang utama adalah menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dengan Iman dan Tauhid kepada Allah Swt. Islam sangat mengutuk siapa saja yang merusak ekosistem alam semesta, karena kerusakan yang demikian ini dapat membunuh dan menghancurkan peradaban manusia sendiri (fakta bencana sekarang ini). Karena persahabatan yang akrab inilah, banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menceritakan bahwa alam semesta ini bertasbih, bertahmid memuji Allah SWT. Dan beristighfar untuk orang-orang yang perduli terhadap kelestarian alam semesta. Dunia akan hancur dan kiamat akan terjadi, manakala kita umat manusia tidak perduli terhadap kelestarian alam ini.
2. Kesadaran bahwa kita bagian dari alam semesta, dan alam semesta adalah bagian dari kita. Dalam kosmoekologi Islam, diajarkan bahwa manusia adalah mikrokosmik bagian dari alam yang makrokosmik. Saat manusia mulai dekat dengan Supramakrokosmik (Allah Swt) maka derajat manusia menjadi makrokosmik dan semesta menjadi mikrokosmik. Ada hubungan batin, power, psikologis dan spiritual yang sangat erat antara manusia dengan alam. Manusia dan alam adalah saudara kembar. Jika manusia bersedih, alam turut bersedih. Jika alam menangis, manusiapun turut menangis.
3. Kesadaran bahwa alam semesta adalah makhluk Allah dan amanat Allah untuk manusia. Allah menciptakan manusia pertama dan keturunannya adalah sebagai Khalifah fil Ardhi, yang tugasnya adalah untuk memakmurkan dan memberdayakan alam semesta dengan aturan-aturan Allah SWT (Syariat Allah). Syariat Allah adalah ketetapan-ketetapan Allah yang kebenarannya mutlak. Sebagai Sang Maha Pencipta, tentunya Allah lebih mengetahui bagaimana cara mengelola hasil karyanya dengan baik dan benar. Dalam hal ini manusia harus mengikuti panduan yang telah direkomendasikan oleh Allah kepada kita. Alam itu ramah, hadapi dengan keramahan. Alam itu baik, hadapi dengan sikap dan etika kita yang baik. Alam itu cinta dan damai, maka hadapi dengan cinta dan damai. Jika kita mampu bersahabat dan berdamai dengan lingkungan dan alam semesta, maka alam semesta ini akan melayani kita sebagai sahabat karib. Sebaliknya jika kita marah pada alam semesta, ia akan marah kepada kita.
4. Kesadaran bahwa alam semesta adalah sahabat, guru dan tentara Allah. Alam semesta adalah saudara kembar kita, juga sahabat kita. Setiap hari kita dilayani dan dimanjakan oleh hasil panen alam semesta ini, mulai dari udara, air, makanan, buah-buahan, ikan, daging, dan sebagainya. Alam juga bisa jadi guru kita. Kadang kita perlu belajar kejernihan kepada air, Belajar rendah hati kepada tanah. Belajar semangat kepada api. Belajar pencerahan kepada cahaya. Belajar membuat jaringan kepada laba-laba. Belajar keindahan kepada kupu-kupu, Belajar terbang keliling dunia kepada burung. Belajar mengarungi samudera ilmu Allah kepada ikan. Dan sebagainya. Dan ingat pula, bahwa alam juga bisa menjadi tentara Allah, yang kapan saja dia bisa menyerang kita dengan gaya dan model penyerangannya yang unik, seperti tsunami, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, tanggul jebol, kebakaran hutan, banjir lumpur, awan panas, hujan batu, panen gagal, dan lain-lain.
Maka hanya ada satu pilihan buat kita menghadapi alam semesta ini, yaitu bersahabat dan berdamai dengannya. Amin.
0 komentar :
Posting Komentar