Dok by Lekad News dan Kementerian KUKM |
Kegiatan
Workshop; Pengembangan KUMKM Melalui Pendekatan Kerja Sama Antar Daerah
di wilayah Mamminasata, Provinsi Sulawesi Selatan
(Mercure Hotel, Makassar 13-14 Maret 2012)
Wilayah MAMMINASATA yang meliputi Kota Makasar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa (Sungguminasa) dan Kabupaten Takalar
adalah salah satu kawasan prospektif untuk pengembangan Koperasi dan
UKM. Berangkat dari upaya pemenuhan kebutuhan penataan ruang yang
integratif sebagai kawasan metropolitan, maka sudah sepantasnya kawasan
ini mendapat perhatian dari Kementerian dan Lembaga di Pusat.
Kementrian KUMKM melalui Deputi VII, yang dipimpin oleh Ir. I Wayan Dipta, MSc (tampak
foto kanan) dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan upaya
pengembangan KUMKM melalui pendekatan kerjasama daerah di berbagai
wilayah. Kawasan Mamminasata merupakan wilayah yang potensial untuk
pengembangan KUMKM di Sulawesi Selatan. Sebagai kawasan strategis
nasional (KSN), maka wilayah ini harus memiliki KUMKM yang berdaya
saing.
Pengelolaan Mamminasata.
Mamminasata
sebelum ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional memiliki sejarah
yang cukup panjang yang dimulai dengan PP No.40 Tahun 1997 Tentang
RTRWN. Kawasan Mamminasata lahir berdasarkan kebutuhan pengembangan
wilayah sebagai Kawasan Metropolitan sebagai salah satu kawasan
strategis nasional. Sebagai catatan penting, bila dilihat dari proses
pembentukannya, maka kawasan ini tergolong regionalisasi sentralistik
atau struktural. Hal ini ditandai oleh pembentukannya yang melalui mekanisme prosedur-formal dan terakhir ditetapkan melalui sebuah Peraturan Presiden (Perpres) No.55 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mamminasata. Konsekuensi pengelolaan kawasan yang menjadi binaan Kementrian Pekerjaan Umum (PU) ini adalah pola hirarkis-koordinatif yang tercermin pada struktur organisasinya.
Walaupun
Institusi Pengelola yang dibentuk menggunakan istilah Badan Pengelola
Kerjasama Pembangunan, namun ‘Kerjasama’ yang dimaksudkan disini adalah
yang bersifat ‘koordinatif’ secara hirarkis antara Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota terkait dan bukan dalam semangat Otonomi Daerah (OTDA)
seperti yang dipayungi oleh PP 50 Tahun 2007 Tentang Kerja Sama Daerah.
Dalam presentasi yang mewakili UPTD Mamminasata pada Dinas PU Provinsi
Sulawesi Selatan, demikian Yosep Sulle, SIP,MSi menjelaskan beberapa
kendala dilapangan yang dihadapi oleh BKSP Metropolitan Mamminasata,
salah satunya adalah pembebasan lahan oleh Kabupaten/Kota terkait yang
belum kunjung terlaksana untuk realisasi pembangunan sarana jalan.
Padahal Pusat telah mengeluarkan dana perencanaan dan menyediakan
anggaran untuk pembangunannya. Hal ini memperlihatkan permasalahan
klasik pola pengelolaan kawasan struktural (hirarkis-koordinatif) yang
memiliki kelemahan khas, yaitu pada aspek komunikasi pembangunan. Oleh karena itu masalah terkait ownership
(kepemilikan program), kebersamaan dan partisipasi kegiatan biasanya
selalu muncul kepermukaan. Berdsasarkan pengalaman tersebut, maka
kedepan Mamminasata perlu melakukan terobosan. Sudah saatnya untuk
mempertimbangkan pemanfaatan pola kerjasama yang sesuai dengan dinamika
OTDA dan tuntutan dinamika globalisasi saat ini. Sesungguhnya,
pemanfaatan pola kerjasama yang saling menguntungkan dengan prinsip kesetaraan telah diatur dalam PP 50 Tahun 2007.
Salah
satu tantangan kedepan adalah bagaimana optimasi pengelolaan kawasan
Mamminasata secara optimal dan inovatif dapat diwujudkan. Pemanfaatan
seluruh kekuatan wilayah yang ada, termasuk pemanfaatan pola KAD yang
profesional dengan mengedepankan jejaring kerjasama antar daerah yang
bersifat ‘saling menguntungkan’ dalam hal ini perlu dipertimbangkan secara sungguh-sungguh.
Asdep Deputi VII, Ibu Ir. Endah Srinarni MSc dalam workshop menggarisbawahi pentingnya para peserta mengidentifikasi kebutuhan pengembangan KUMKM secara bersama demi tepatnya sasaran dan manfaat intervensi Kementerian dimasa mendatang.
Hasil Temuan Workshop
Setelah
dikumpulkan berbagai isu strategis yang perlu untuk diperhatikan dalam
pengembangan KUMKM di wilayah Mamminasata, maka teridentifikasi
kebutuhan akan akses pasar dan akses keuangan. Setelah dilakukan pendalaman terhadap produk-produk UKM yang potensial untuk dikembangkan, maka muncul produk makanan olahan dan kerajinan
(termasuk souvenir) yang penting dan mendesak untuk mendapat perhatian
bersama termasuk paling urgen adalah masalah persampahan. Dalam diskusi
tampak jelas keterkaitan antara produk yang perlu dikembangkan dengan
sektor pariwisata yang memang menjadi salah satu potensi unggulan
kawasan Metropolitan Mamminasata ini. Untuk Makanan olahan disebutkan
antara lain, produk-produk seperti Kopi, Kakao, Rumput Laut, Minyak
Tawon, Jagung, Markisa, Kentang, Sirup DHT, Ubi, Kemiri, Roti Maros,
Kacang Disco dan Putu Kacang. Sedangkan untuk kerajinan/souvenir adalah
antara lain souvenir Kupu-Kupu, Kerajinan Bosara, Gerabah, Miniatur
Kapal atau Perahu Phinisi dan Anyaman Bambu. Dalam rangka menguatkan
aspek pemasaran, maka dibutuhkan dukungan kegiatan oleh K/L dalam bidang pengembangan design dan kemasan produk. Seiring dengan perlunya sosialisasi tentang pemanfaatan produk ramah lingkungan, maka dibutuhkan berbagai kegiatan yang relevan guna memperoleh kesadaran yang tinggi dari para pelaku UKM di kawasan ini.
Peningkatan kemampuan dan penguasaan Informasi & Taknologi (IT)
juga menjadi pilihan kegiatan strategis yang dibutuhkan. Setelah
dilakukan simulasi terkait visi pengembangan KUMKM di wilayah
Mamminasata hingga tahun 2030 berikut tolok ukur capaian dari tahun 2013
hingga 2017, maka diperoleh berbagai masukan berupa program dan
kegiatan yang layak untuk dipertimbangkan pelaksanaannya. Pada tahun
2013 diharapkan dapat dilaksanakan program pembinaan UKM, dimana
pemutakhiran data dan kegiatan diklat yang relevan perlu menjadi salah
satu perhatian bersama oleh pemerintah daerah terkait. Sesungguhnya,
Pemerintah Provinsi dapat memanfaatkan dua instrumen pembangunan wilayah
secara simultan, yaitu dalam konteks struktural (Perpres No. 55 tahun
2011) maupun non-struktural (berlandaskan acuan PP 50 Tahun 2007 Tentang
Kerja Sama Daerah). Pada pola non-struktural, aspek pemberdayaan
potensi lokal dapat diwujudkan menjadi kekuatan daya saing wilayah.
Dalam konteks pengembangan KUMKM, maka kerjasama berpola jejaring (non-struktural) tentu perlu mendapat perhatian extra. Hal ini diperlukan, mengingat faktor pengungkit (berupa produk UKM) perlu terintegrasi sebagai faktor perekat yang saling menguntungkan dan dengan demikian menciptakan kebersamaan (ownership).
Berangkat
dari kebersamaan yang telah menjadi konsensus diantara pemerintah
daerah terkait, maka diharapkan kebuntuan pembangunan yang berakar pada
permasalahan ‘ownership’ ini dapat diselesaikan, termasuk diantaranya
adalah masalah pembangunan sarana jalan dan persampahan. Hasil workshop
ini akan menjadi pertimbangan intervensi bagi Kementerian KUMKM,
khususnya Deputi VII dimasa mendatang. Intervensi diharapkan dapat lebih
tepat saran dan bermanfaat bagi pengembangan KUMKM di wilayah
Mamminasata, karena berdasarkan kebutuhan bersama yang diidentifikasi
secara partisipatif oleh para peserta. Para peserta terdiri dari
perwakilan instansi dan pihak pengusaha sektor riel (swasta) yang
membawahi KUMKM di daerah terkait dan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Maju & Sukses Mamminasata….!
Catatan:
Info terkait Kerjasama Antar Daerah silakan klik di SINI
dan CP: 085215497331 dan Pengolahan Sampah Berbasis Komunal dengan
orientasi ekonomi (kami siap membantu pemerintah Kab/Kota di Indonesia
dalam mengatasi sampah perkotaan, khususnya dalam pembentukan Perusda
Sampah pola usaha Inti-Plasma) shar CP: 08128778331 dan Klik di SINI.
Sukseskan Gerakan Nasional Bersih Negeriku.Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar