Diketahui,
kini makin sulit mendapatkan lokasi bagi pembuangan sampah, tanpa
adanya penolakan (resistensi) penduduk sekitar jalan akses maupun tempat
tinggal warga di sekitar rencana lokasi bagi pembuangan sampah skala
suatu kota, apalagi, skala regional antar kota. Kecuali bagi kepentingan
pengelolaan sampah sendiri atau masing-masing, semua orang pada
dasarnya tidak mau bersentuhan, bahkan, melihat sampah orang lain. Makin
luas skala pengelolaan sampah, akan makin besar pula penolakan
(resistensi) masyarakat. Makin jauh sampah berpindah, akan makin banyak
pihak memusuhinya, makin besar biaya angkutnya dan makin besar pula
sebaran polutannya.
Dari
pemahaman akan karakter diatas, prinsip pengelolaan sampah yang paling
memiliki kelayakan secara sosial, teknik dan lingkungan, adalah
pengelolaan terdekat dengan sumber timbulnya sampah, misalnya, yang kini
makin banyak berdiri Instalasi Pengelolaan Sampah Kota (IPSK).
Dengan pendirian IPSK, memiliki tempat sampah terpilah yang berfungsi sebagai pengumpul (kolekting) sampah bernilai ekonomi (jenis plastik, logam, kain, kemasan bahan daur ulang) sekaligus sarana bagi olah sampah organik menjadi kompos. Dengan sarana itu, sampah jenis anorganik (plastik, kertas, logam, kain) akan berada dalam keadaan bersih, sehingga layak di daur ulang. Dengan IPSK, memang belum semua sampah bisa diolah dan didayagunakan, masih ada sampah (sisa bahan B3, waste un-recycle, sampah medis dari umah sakit dan klinik). Jenis sampah katagor B3 ini memerlukan penanganan khusus. Jenis sampah ini, dibakar menggunakan incenerator, namun jumlahnya hanya 5 hingga 10 % saja. Namun, IPSK sebagai sarana pengelolaan sampah di sumber timbulnya, memiliki prospek dijadikan strategi dalam upaya tuntaskan masalah sampah di kota.
Dengan pendirian IPSK, memiliki tempat sampah terpilah yang berfungsi sebagai pengumpul (kolekting) sampah bernilai ekonomi (jenis plastik, logam, kain, kemasan bahan daur ulang) sekaligus sarana bagi olah sampah organik menjadi kompos. Dengan sarana itu, sampah jenis anorganik (plastik, kertas, logam, kain) akan berada dalam keadaan bersih, sehingga layak di daur ulang. Dengan IPSK, memang belum semua sampah bisa diolah dan didayagunakan, masih ada sampah (sisa bahan B3, waste un-recycle, sampah medis dari umah sakit dan klinik). Jenis sampah katagor B3 ini memerlukan penanganan khusus. Jenis sampah ini, dibakar menggunakan incenerator, namun jumlahnya hanya 5 hingga 10 % saja. Namun, IPSK sebagai sarana pengelolaan sampah di sumber timbulnya, memiliki prospek dijadikan strategi dalam upaya tuntaskan masalah sampah di kota.
Alat mesin utama dalam suatu IPSK, sebagaimana diketahui komposisi sampah dominasi jenis organik, adalah komposter. Kini komposter memiliki katagori skala rumah tangga (individual) serta rotary kiln skala komersial dengan kapasitas mulai 3000 liter/batch/ unit/5 hari hingga kapasitas 6 m3/batch/unit/5 hari.. Berbagai
tipe RK, dapat dipilih mulai model manual (RKM 1000L), menggunakan
elektro motor RKE-1000L, atau dilengkapi penggerak (engine) seperti RKE
3000L maupun kapasitas besar RKE 2000L. Kapasitas mesin rotary,
mulai 3 m3/ batch, sebanyak 5 unit untuk bergiliran dan kontinyu
melakukan pengolahan setiap hari, sudah memenuhi kelayakan untuk
dioperasikan secara komersial. Instalasi bisa ditempatkan di dekat
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Sampah, pasar induk dan pasar
sayuran, fasilitas umum suatu lingkungan perumahan, sekitar dapur hotel
dan restoran, di lingkungan kantin pabrik dengan karyawan mulai 500
orang/ hari, ditempatkan sebagai fasilitas pembuatan kompos di kebun dan
usaha peternakan penimbul limbah (feces, urin ternak, sisa pakan),
serta sekolah dan sarana peribadatan. Instalasi bisa juga dipindah
sesuai keperluan (mobile).
IPSK, dengan kelengkapan alat mesin Rotary Klin, akan memberi pendapatan dari penjualan pupuk hayati ataupun kompos padat dan pupuk organik cair (POC) bagi siapapun yang ingin memanfaatkan dan mengelola sampah. Di perkotaan, dengan makin banyakt penimbul sampah mengalami masalah dengan layanan pemerintah kota dalam pengambilan sampahnya, IPSK memberi solusi kepada entitas penimbul sampah mengelolannya secara mandiri. IPSK juga memberi dukungan bagi hadirnya peluang usaha. Usahawan (UKM, koperasi/ yayasan) bisa menjadi rekanan jasa kebersihan maupun mengelola produksi kompos dan pupuk cair. IPSK bisa menjadi alternatif atas makin terbatasnya intitusi pelayanan publik, pemerintah kota, yang seringkali sulit diandalkan kepastiannya dalam pengangkutan sampah.
IPSK, dengan kelengkapan alat mesin Rotary Klin, akan memberi pendapatan dari penjualan pupuk hayati ataupun kompos padat dan pupuk organik cair (POC) bagi siapapun yang ingin memanfaatkan dan mengelola sampah. Di perkotaan, dengan makin banyakt penimbul sampah mengalami masalah dengan layanan pemerintah kota dalam pengambilan sampahnya, IPSK memberi solusi kepada entitas penimbul sampah mengelolannya secara mandiri. IPSK juga memberi dukungan bagi hadirnya peluang usaha. Usahawan (UKM, koperasi/ yayasan) bisa menjadi rekanan jasa kebersihan maupun mengelola produksi kompos dan pupuk cair. IPSK bisa menjadi alternatif atas makin terbatasnya intitusi pelayanan publik, pemerintah kota, yang seringkali sulit diandalkan kepastiannya dalam pengangkutan sampah.
Beberapa contoh penggunaan skala instalasi dengan menggunakan Rotary Kiln
ini antara lain Mc Dermott Indonesia Batam, Medco Energy Kaji Sumatera
Selatan, Gudang Garam di Dangdangan Kediri, Panasonic PMI Bogor,
Panasonic KIIC, LNG Badak di Bontang, PT Antam Halmahera Maluku, PT.
Bridgestone, PT Pupuk Kaltim Tbk, Yayasan Itikurih Kab Bandung, Dinas
Lingkungan Hidup Majalengka, Dinas Lingkungan Hidup Bekasi, Bapedalda
Donggala Sulawesi Tengah, Dinas Kebersihan Prov Maluku, Cipta Karya
Karawang dan LIPI Subang, Rutan dan LP di Jakarta Bandung dan Surabaya,
BLH Manokwari, Kukje Sangyo Papua dan pengusahaan secara komersial di
Kutai Barat, Perusahaan perkebunan di Bengalon dan Balikpapan,
Perusahaan PMA Korea di Papua, Komplek militer KPAD Gegerkalong Bandung,
dll
Model
IPSK dengan teknologi tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan
investasi model TPA. Menurut Kasubdit Dirjen Tata Kota dan Pedesaan
(Investor Daily, 24-8-2004) :" Untuk
membangun Tempat Pembangunan Akhir (TPA) sampah dikota berpenduduk 250
ribu jiwa, diperlukan dana Rp 23 miliar per tahunnya". Menurut
Kasubdit wilayah Barat II Dirjen Tata Perkotaan dan Pedesaan
Depkimpraswil Bambang Purwanto, dana tersebut untuk pengadaan lahan,
pengadaan alat berat, Konstruksi TPA, dan operasi, juga dibutuhkan
untuk pemberian gaji karyawan. Dana tersebut seharusnya tidak hanya
dari APBD Kota/ Kabupaten. Namun, perlu juga dari APBD provinsi dan
APBN.
Peluang
penumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja bagi suatu wilayah,
pada contoh suatu kota kecil dengan 250.000 penduduk sebagaimana diatas,
akan menghasilkan sekitar 200 ton/hari. Dengan 200 ton timbulan
sampah/ hari, dapat dikelola di sumber timbulnya oleh 200 lokasi IPSK dengan kapasitas olah 1 ton/batch.
Jika setiap entitas IPSK, dengan besaran investasi, misalnya mulai Rp
100 juta/ IPSK, total investasi Rp 20 milyar atau setara bagi pembukaan
TPA berikut sarana angkutan, dan kontainer sebagaimana analisa Ditjen
Tata Kota Perkotaan dan Pedesaan diatas.
Makin
sulitnya mendapatkan lokasi TPA dekat dengan sumber sampah suatu kota,
serta akan makin mahalnya mobilisasi sampah, seiring dengan kenaikan BBM
dan pemeliharaan sarana angkutan, pilihan model pengelolaan sampah di
dekat sumbernya dalam IPSK patut dipertimbangkan para pembuat kebijakan
layanan publik atau para kepala daerah. Keterbatasan anggaran
pembangunan juga bisa diatasi dengan pendirian IPSK secara bertahap
disesuaikan dengan kemampuan dan tingkat penerimaan masyarakat
masing-masing. Dan, IPSK juga bisa diserahkan sebagai entitas usaha,
menumbuhkan peluang kepada warga masyarakat mengelolanya secara mandiri.
Karena, kerjasama pengelolaan sampah dengan badan usaha dan kelompok
masyarakat, sesungguhnya sudah ada mekanisme baku. Contoh DKI Jakarta,
sudah lama menyerahkannya kepada swasta, melalui pengaturan tipping fee
atas setiap besaran volume sampah, yang diserahterimakan pengelolaannya
kepada pihak ketiga*).
Posko Hijau ( Kelola Sampah Berbasis Komunitas): Pengelolaan Di Lokasi Sumbernya, Tuntaskan Problem Sampah Kota
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar