Pengelola sampah mempunyai kegiatan kreatifitas di masyarakat yang berefek ekonomi dan bisnis, maka aktifitasnya sebagai pahlawan kebersihan dalam merubah pola pikir masyarakat terhadap kelola sampah mutlak berbasis kemitraan "bergotong royong dalam wadah koperasi" antar pengelola sampah hulu-hilir. Asrul, Founder Green Indonesia Foundation.
Kemitraan berjejaring terkait dalam pengelolaan sampah mutlak dan absolut terbangun secara dejure. Karena urusan sampah menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) selaku regulator dan fasilitator sebagaimana amanat Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Maka mutlak dijalankan oleh semua pihak dengan mengikuti aturan yang mengikat agar selalu terintegrasi dengan mekanisme "politik anggaran" untuk keberlanjutan serta mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bisnis Gelap di balik Sampah ?
Setiap saat terjadi teriakan pengusaha kecil termasuk pemulung, pelapak terhadap pasokan dan harga. Mungkin karena para pengusaha "industri daur ulang" skala menengah besar ingin monopoli bahan baku berasal dari mereka.
Karena tanpa harga berstandar industri (update) dengan mudah bisa mempermainkan "harga" pada bisnis di garda terdepan. Baik pada pemulung, pelapak atau pengelola bank sampah.
Maka dengan kondisi tersebut diatas, hidup kehidupan para pengelola sampah sampai kini terus merana dan ahirnya mati suri, padahal peran mereka sangat besar terhadap industri daur ulang. Memang diakui terdapat usaha-usaha bank sampah dan lainnya bisa eksis, tapi hanyalah yang memiliki jejaring pada kelompoknya atau ada perusahaan yang mengkordinir (atasnamakan diri sebagai pemerhati atau membuat kelompok bank sampah) tapi sesungguhnya hanya sebagai "kedok" payung bisnis pribadi semata.
Kondisi atau praktek kejam dalam mengelabui dan menguras dana rakyat, baik melalui dana APBN/D, CSR ataupun hibah lainnya sudah terlaksana sejak lama. Praktek-praktek "konvensional" seperti itu, sepertinya dimainkan oleh oknum pemerintah dan pemda. Sehingga pengelolaan sampah di Indonesia belum menemukan "jati diri" atau "sistem" sesuai amanat UUPS. Sehingga tetap terjadi darurat sampah berkepanjangan.
Bahkan ada oknum-oknum penguasa ikut bermain dalam kondisi tersebut bersama jejaring pengusaha atau lembaga swadaya. Ada yang menguasai bank sampah, backup ritel modern, menjadi pengurus dan pengelola bank sampah induk, ada yang ikut mendanai pengusaha partnernya dan banyak lembaga swadaya yang "saling" memanfaatkan bersama oknum pemerintah dalam mempermainkan dana-dana dalam persampahan.
Bagaimana Sikap Pemerintah & Pemda ?
Sungguh mengerikan bila kondisi persampahan yang curang ini terbongkar di publik dan/atau pada aparat penegak hukum. Karena praktek culas dan licik tersebut seakan sengaja dibiarkan atau terjadi pembiaran oleh pemerintah pusat. Ahirnya pemda ikut larut dan senang dengan kondisi carut-marut. Karena bisa langgeng pula kecurangan pengelolaan sampah di daerah.
Fakta yang terjadi, pemerintah pusat yang diwakili oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai leading sektor persampahan, ikut larut membiarkan regulasi persampahan tidak optimal dijalankan selama bertahun-tahun. Sepertinya diduga terjadi kesepakatan yang tidak disepakati secara resmi tertulis diatas kertas. Tapi senyatanya terlihat "depakto" dilapangan terjadi main mata.
Paling repotnya, asosiasi, lembaga swadaya dan pemerhati sampah lainnya yang diharapkan menjadi penolong garda terdepan dalam tata kelola sampah yang baik dan berkeadilan tidak mampu berbuat apa-apa.
Diduga hanya merupakan power bisnis kelompoknya saja. Tentu mereka dapat eksis karena didukung oleh oknum penguasa pusat dan daerah, terjadilah kongkalikong diantara mereka. Sungguh memuakkan praktek curang. Apakah Presiden Jokowi dan lingkaran istana memahami masalah tersebut ? Entahlah... !!!
Kenapa Harus Berjejaring ?
Untuk menjalankan amanat regulasi sampah serta demi kelangsungan bisnis masyarakat berbasis sampah, maka kemitraan bisnis berjejaring terkait dalam pengelolaan sampah mutlak dan absolut dilakukan untuk melawan praktek kotor tersebut diatas. Tanpa berjejaring, praktek mafia anggaran persampahan akan tetap harum dan manis untuk dinikmati oleh rente.
Selain itu memang menjadi keharusan dalam menjalankan roda bisnis secara profesional. Scrap sampah baru dapat bisa bernilai ekonomi bila dikerjakan dengan cara bergotong royong. Termasuk untuk melawan oknum penguasa, pengusaha dan lembaga swadaya yang ikut cawe-cawe dalam menelikung regulasi, harga mati pengelola sampah garda terdepan harus bersatu meruntuhkan tembok pembohongan dan pembodohan publik.
Sekaitan bahan baku scrap sampah yang spesifik dan unik, dimana jenis sampah sangatlah beragam dalam satu wilayah. Pengumpulan bahan baku sampah sangat tidak stabil artinya sampah bersifat labil, dan membutuhkan kemitraan ekstra untuk memenuhi kriteria nilai keekonomian atas volume dan distribusi serta harga yang terkendali.
Ketidakstabilan bahan baku sampah, tentulah sangat mempengaruhi produk kreatifitas "efek ekonomi" yang berimplikasi pada pemenuhan bahan baku produksi dan pemasaran. Pasti akan mempengaruhi harga, atau dengan mudah dipermainkan harganya oleh industri daur ulang, melalui perwakilan bisnisnya di daerah-daerah. Bahkan akan berimplikasi munculnya impor sampah kertas dan plastik yang saling memanfaatkan suasana.
Maka pengelola bank sampah membutuhkan sebuah wadah atau lembaga ekonomi yang bisa mensinergikan antar bank sampah, pemulung, pelapak atau masyarakat dalam wilayahnya untuk memudahkan perolehan bahan baku produksi dan pemasaran. Tentu bila mengacu pada Permen LH No. 13 Tahun 2012 tersebut, pengelola sampah termasuk bank sampah haruslah dipayungi badan usaha koperasi.
Maka sebuah keniscayaan antar pengelola bank sampah memiliki payung usaha yang merupakan lembaga hukum ekonomi (profit oriented) berupa "primer" koperasi tersendiri yang dimiliki secara bersama oleh masyarakat, pemulung dan bank sampah sebagai fungsi sosial yang bergerak secara nir laba atau non profit oriented (berbentuk yayasan) yang tidak mengejar laba namun berefek ekonomi yang bisa menyejahterahkan diri mereka dan keluarganya.
GiF Tetap Eksis Melawan Ketidakadilan ?
Permainan kotor oknum penguasa pusat dan daerah bersama lembaga swadaya sangat transparant atau fulgar didepan mata. Umumnya mereka saat ini tiarap dan mungkin sudah merasakan dirinya sebagai penghianat bangsa dan rakyat.
Mereka berani karena dilaksanakan secara berjamaah, dan belum ada yang berani melawan praktek tersebut secara terbuka. Kecuali Green Indonesia Foundation (GiF) yang terang-terangan mengangkat bendera perlawanan kedzaliman yang dilakukan oleh oknum penguasa dan pengusaha serta unsur lembaga swadaya yang tidak beretika dan bermoral. Selalu saja menerbitkan dan menjalankan kebijakan yang parsial dan semu.
Salah satu contoh nyata permainan itu adalah kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB), karena kewalahan didesak oleh GiF, lalu dirubah menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Kebijakan yang terselubung "berbalut peduli lingkungan" itu hanya melalui beberapa kali terbit Surat Edaran Dirjen PSLB3-KLHK (2015-2018) dan lalu kemana uang KPB-KPTG yang jumlahnya triliun antara tahun 2016-2020 ?
Apakah pengelola KPB-KPTG terdesak ? Ya, maka kemudian dimunculkan issu plastik yang berjudul "ramah lingkungan", itu hanya strategi murahan nan licik. Sangat jelas munculnya kebijakan larangan kantong plastik, ps-foam dan sedotan plastik yang dibungkus dengan embel-embel plastik sekali pakai (PSP) itu nyata atas dorongan PSLB3-KLHK (baca dan foto ilustrasi diatas: Lokakarya yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Sampah PSLB3-KLHK di Banjarmasin tanggal 2 April 2018 didukung oleh lembaga swadaya dan diduga ada pengusaha sponsor ).
Dorongan atas nama ramah lingkungan tersebut sangat terang benderang melanggar Pasal 15 UUPS. Jelas dalam pasal 15 bersama penjelasannya, tidak ada klasifikasi jenis sampah termasuk tidak ramah lingkungan yang dilarang. Hanya yang ada adalah kewajiban produsen produk untuk mengelola sampah, baik yang bisa terurai oleh alam maupun yang dapat di daur ulang.
Banyak sudah terjadi indikasi "kasus" yang menarik dalam dunia persampahan, baik di pusat terlebih di daerah kabupaten dan kota seluruh Indonesia.
Kenapa Bisa ?
Karena senyatanya KLHK dan PUPR yang banyak bersentuhan tata kelola sampah serta lintas kementerian dan lembaga (sekitar 15 K/L minus Kementerian Pertanian) yang tergabung dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Jaktranas Sampah, seakan menafikkan regulasi persampahan UUPS. Selain mengabaikan secara bersama indikasi kasus yang tertulis diatas.
Juga seperti proyek Pembangunan Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang masih menyimpan misteri, tengah ikut ditangani atau dikaji oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bisa jadi, KPK atau Polisi dan Jaksa masuk dalam masalah sampah.
Ada juga proyek Aspal Mix Plastik yang digagas oleh Kementerian PUPR yang didukung oleh perusahaan CSR dan Asosiasi dan lainnya yang semuanya ini berpotensi menjadi bancakan korupsi. Ingat bahwa Aspal Mix Plastik belum direkomendasi oleh Persatuan Insiyur Indonesia (PII), artinya pekerjaan itu tidak layak.
Hampir semua ruang dan waktu telah dimanfaatkan oleh GiF untuk memberi solusi "penyembuhan" atas adanya penyakit kotor dalam urusan persampahan di seluruh Indonesia. GiF sampai turun gunung mendorong pemda untuk mengamalkan UUPS, ditengah ketidakpastian PSLB3-KLHK dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pengatur ritme kebijakan persampahan Indonesia.
Kesempatan selalu ada, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Sadarlah dan segera bangun dari tidur kesalahan yang panjang. Hentikan mimpi buruk "kaya" semu yang dibangun sejak lama "tradisi" kompensional yang sangat keliru. Pandemi Covid-19 meminta #diRumahAja agar introspeksi atas kesalahan, selanjutnya berubah yang lebih baik untuk masa depan generasi Indonesia.
Surabaya, 4 April 2020
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
2 komentar :
Dress Materials - Buy ladies party wear unstitched dress material online in India. ✯Dress Material ✯Free Shipping ✯COD ✯Easy returns and exchanges.
Night vision technology continues to evolve, offering improved performance, greater versatility, and broader applications. As goggles opportunities advancements continue, the future holds exciting possibilities for enhancing our ability to see and operate in low-light environments.
Posting Komentar