Oleh : H.Asrul Hoesein
Salah satu strategi untuk mendongkrak nilai jual produk-produk pertanian dapat dengan cara menjadikan produk-produk pertanian menjadi bagian dari agrowisata daerah. Melalui pengembangan agrowisata ini, juga akan banyak sekali tenaga kerja di desa dan kota dapat diberdayakan (pengembangan ekonomi kreatif), menumbuhkan kecintaan generasi muda perkotaan ke dunia pertanian, citra pertanian semakin menguat, dan pada gilirannya dikotomi antar kota-desa akan semakin tereliminasi. Diharapkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi terlebih pemerintah kabupaten/kota sesegera mungkin mencermati kondisi ini. Serta hilangkan ego sektoral antar Kementerian/Badan/Dinas yang terkait di dalamnya. Kenapa ? karena ini merupakan syarat mutlak keberhasilan program wisata agro.
Liberalisasi perdagangan mengharuskan Indonesia untuk lebih mempercepat berkembangnya komuditas-komuditas unggulan serta peningkatan daya saingnya agar mampu menetrasi pasar global baik pasar konvensional maupun pasar potensial lainnya. Ingat tahun 2020 terjadi atau tiba saatnya perdagangan bebas dunia, supaya Indonesia siap dan tidak bingung lagi seperti saat sekarang ini, diberlakukannya ACFTA. Semua pada bingung, minta di tunda, sebenarnya tidak perlu dan itu harga diri bangsa Indonesia tergadai oleh dunia, bila tidak menerima kenyataan ini (sudah menjadi kesepakatan beberapa tahun lalu di Bandung). Jadi mari kita terima kenyataan ini (ACFTA) sebagai motivasi menuju perdagangan bebas dunia tahun 2020 kelak, dan bukankah masyarakat di untungkan dengan adanya ACFTA ini, Cuma memang pengusaha yang cengeng yang bingung dengan keadaan ini.
Indonesia sebagai Negara agraris memiliki kekayaan alam terutama sumberdaya hayati tropis yang sangat beragam, yang jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut akan mampu diandalkan tidak hanya sebagai kekuatan perekonomian nasional secara makro, tetapi juga mempunyai daya tarik kuat sebagai sumber pertumbuhan baru sector pariwisata di Indonesia.
Pada decade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca Negara menunjukkan kecenderungan stabil. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat Negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya.
Preferensi dan motivasi wisatawan (domestic dan manca Negara) berkembang secara dinamis. Slogan “Back to Nature” yang semakin menggema tidak hanya di Negara-negara maju tetapi juga Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, memperkuat terjadinya perubahan preferensi wisatawan global maupun domestic.
Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, budidaya dan pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan signal tingginya permintaan akan obyek wisata agro dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian
Yang mempunyai daya tarik spesifik.
Hamparan areal pertamanan yang luas seperti pada areal perkebunan, hortikultura, tanaman pangan maupun peternakan disamping menyajikan pemandangan dan udara yang segar dan unik, seperti disiapkan sepeda gunung dengan melewati jalan-jalan stapak (kendaraan bermotor tidak boleh masuk), areal ini juga merupakan media pendidikan bagi masyarakat dalam dimensi yang sangat luas, mulai dari pendidikan tentang kegiatan usaha di bidang masing-masing sampai kepada pendidikan tentang keharmonisan dan kelestarian alam.
Obyek wisata agro tidak hanya terbatas kepada obyek dengan skala hamparan yang luas seperti yang dimiliki oleh areal perkebunan, tetapi juga skala kecil yang karena keunikannya dapat menjadi obyek wisata yang menarik. Misalnya cara-cara bertanam tebu, pembuatan gula pasir tebu, pembuatan gula merah dari aren, proses budidaya tanaman pangan (padi/jagung/ubi) dan hortikultura, mulai dari membajak, menanam sampai memanen dan proses pemerahan susu sapi/kambing sampai siap di minum/makan merupakan contoh-contoh obyek wisata agro yang kaya dengan muatan pendidikan yang memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara maupun domestic.
Cara pembuatan gula merah kelapa juga merupakan salah satu contoh lain dari kegiatan yang dapat dijual kepadawisatawan di samping mengundang muatan cultural dan pendidikan juga dapat menjadi media promosi, karena dipastikan pengunjung akan tertarik untuk membeli gula merah yang dihasilkan pengrajin.
Dengan datangnya masyarakat mendatangi obyek wisata juga terbuka peluang pasar tidak hanya bagi produk dan obyek wisata agro yang bersangkutan, namun pasar dan segala kebutuhan masyarakat secara umum.
Dengan demikian melalui wisata agro bukan semata merupakan usah/bisnis di bidang jasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan pemandangan yang indah
Dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberikan signal bagi peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis dan berarti pula dapat menjadi kawasan pertumbuhan baru sebuah wilayah. Dengan demikian maka wisata agro dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah, sector pertanian, tenaga kerja dan ekonomi nasional.
Sayangnya potensi Wisata Agro yang sangat besar bagi Indonesia yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Minyangas sampai Pulau Rote belum sepenuhnya dikembangkan dan di kelola secara optimal. Padahal sesuai dengan keunikankekayaan spesifik lokasi yang dimiliki, setiap daerah dan setiap obyek wisata agro seharusnya mempunyai kemampuan untuk menentukan sasaran dan bidang garapan pasar yang akan dituju tersebut.
Namun sudah ada beberapa daerah yang peduli akan potensi ini, sebut misalnya provinsi Sulawesi Utara, bentuk kepedulian pemerintah dan masyarakat Kota Manado terhadap wisata agro ini, pemerintah Kota Manado telah menyiapkan lahan + 20 Ha. Khusus diperuntukkan untuk lokasi/lahan wisata agro. Di dalam pelaksanaannya masing-masing dinas dan masyarakat peduli turut serta dalam membangun areal wisata agro tersebut, diharapkan langkah nyata ini dapat terealisir sesuai rencana dan harapan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia, serta wisatawan, baik mancanegara maupun domestic.
Industri wisata agro tentu tidak hanya sekadar ditandai dengan dibukanya obyek-obyek agro kepada para wisatawan. Sama dengan wisata alam (Eco Tourism), peran biro perjalanan dengan jaringannya sangat menentukan hidup matinya sebuah obyek wisata. Pelajaran yang dapat kita tarik adalah meskipun Indonesia tercatat telah terlebih dahulu melangkah, tampaknya Thailand dan Taiwan telah berhasil mendahului langkah kita dalam menangkap peluang dari industry wisata agro ini.
Sukses Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia, diharapkan kab/kota yang lain di nusantara ini dapat mengikuti jejak langkah Kota Manado (Kategori Kota Sedang), khususnya pengelolaan kebersihan demi menunjang industry pariwisata di Sulawesi Utara khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Manado, 1 Pebruari 2010
0 komentar :
Posting Komentar