Nama Ciputra hampir tidak bisa dilepas dari tema entrepreneurship.
Hampir di segala kesempatan pemilik dan pendiri Grup Ciputra yang
memiliki nama besar di industri properti itu tak henti-hentinya
mengkampanyekan pengembangan kewirausahaan di negeri ini, sehingga virus
entrepreneurship menyebar ke mana-mana. Tentu dia tidak hanya
berbicara, tetapi telah memberikan contoh dalam mengembangkan bisnisnya.
Untuk lebih mengenal sepak terjang dalam mengembangkan bisnis, berikut
petikan wawancaranya.
Ref: http://www.bisnis.com/articles/ciputra-ini-abad-entrepreneur
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
Bagaimana awal mula Anda mengembangkan bisnis di bidang properti?
Saya
bersyukur bahwa orang tua saya pengusaha. Dia mempunyai toko kelontong
dan sejak kecil saya diajarkan untuk menjadi pengusaha seperti dia. Saya
lahir di ruko, saya bangun, saya buka mata lihat barang dagangan. Saya
merangkak pertama saya pegang barang dagangan. Saya disuruh bekerja
pertama untuk menjual barang dan sebagai pedagang.
Tiba-tiba
ayah saya meninggal ketika saya berumur 12 tahun dan saat itu saya
bertekad teruskan sekolah untuk menjadi pengusaha. Tak lama saya ingin
menjadi seorang arsitek, lalu saya ke ITB Bandung. Di sana saya berubah
pikiran. Saya bilang seorang arsitek mencari pekerjaan, mencari projek, yang telah diciptakan orang lain. Dan saya putuskan saya menjadi developer.
Apa yang mendasari untuk fokus ke bisnis properti?
Pertama saya merasa mempunyai bakat dan passion
mencintai dunia properti. Oleh karena itu, saya mengambil arsitek.
Arsitek itu merupakan satu alat bagi orang yang akan fokus sebagai developer. Itu sebabnya saya senang membikin rancangan dan merealisir rancangan tersebut menjadi kenyataan. Dari sekadar passion kemudian menjadi mimpi, sampai
mewujudkan mimpi tersebut. Namun selain bidang properti, saya juga
mengembangkan spesialisasi membangun kota-kota baru. Melalui tiga grup
properti, lebih daripada 50 kota kecil maupun besar telah dibangun di
Indonesia maupun luar negeri, baik saya sendiri maupun dengan
teman-teman yang lain.
Pada krisis tahun 1997/1998 perusahaan Anda terkena dampak krisis. Bagaimana Anda bisa bangkit lagi?
Itu namanya enterpreneur yang baik, tentu harus punya integritas yang baik. Ya, kami membangun manajemen yang terbuka dan jujur. Semua utang kami yang begitu banyak kan
dipakai untuk perusahaan, bukan untuk yang lain. Ya kita terangkan
kepada bank, kemudian kita dialog, berunding, bagaimana agar bank bisa
kasih discount dan kasih waktu yang lebih baik, angsur selama sekian tahun.
Nah itu integritas. Lalu jangan lupa minta berkah Tuhan, kita hidup dengan firman Tuhan menurut agama masing-masing. Tuhan ingin memberkati kehidupan sesuai dengan kehendak Dia. Makanya utamakan kejujuran, jangan melakukan penipuan, jangan melakukan dusta, jangan hidup percabulan, itu hindari semua.
Apa yang paling Anda hargai dari kepribadian manusia?
Integritasnya. Karena [integritas] itulah kunci segala-galanya. Sekali Anda melakukan penipuan akan tersebar kemana-mana, berita yang jelek disebarkan 10 kali, berita yang baik hanya lima kali. Itu menyia-nyiakan berkat Tuhan dan kejelekan itu akan tersebar kemana-mana. Anda tahu ucapan maupun lisan itu janji dan janji harus dipenuhi. Proyek kami misalnya, ada yang 10 tahun wajib kami selesaikan. Janji itu harus dipenuhi karena janji adalah utang.
Sebagai orang yang terlibat di properti, apa pendapat Anda soal kemacetan kota Jakarta?
Kalau Jakarta menjadi kota entrepreneur, kota
properti, maka properti akan berkembang dengan pesat. Sehingga
pembayaran pajak tanah dan bangunan itu dapat naik sekian kali lipat.
Uang itu dipakai untuk membangun infrastruktur. Nah kota kita ini jauh
dari kota properti, dari mana income [untuk membangun infrastruktur]? Coba, nah pertama musti ada income, baru kita dapat membangun. Mudah saja kalau ada income, misalnya kita bangun subway, hanya melalui subway dan elevated road bisa mengatasi Jakarta. Baik yang di atas maupun dalam tanah, nah itu kan perlu uang. Jadikan Jakarta itu [kota properti], undang investor, pembeli dari luar negeri. Pembeli dari luar negeri dia akan akan bawa uang. Dia akan kan bayar pajak.
Banyak orang yang mempersalahkan developer, termasuk Anda, karena salah satu penyebab banjir?
Pada waktu saya memulai perusahaan real estate ini, waktu itu kami disalahkan sebagai makelar tanah. Kepada pejabat, kami dapat buktikan bahwa real estate itu berguna, kita bukan makelar tanah, itu merupakan tantangan.
Kita
buktikan berapa banyak pajak kita bayar, kalau kita menjadi kota
properti, maka pendapatan akan naik 10 kali lipat dari kegiatan
properti. Income ini bisa dipakai untuk membangun subway, kalau ada income dalam waktu lima tahun sudah bisa bangun subway. Sekarang dengan Rp1 triliun per km tanpa income, sampai kiamat tidak akan bisa [bangun subway]. Jakarta itu butuh subway 100 km. Maka kita semua ini harus menjadi entrepreneur. Entrepreneur itu macam-macam, sebut saja government, academician, pebisnis, society harus menjadi enterpreneur. Ini semua belum ke sana.
Masalah pembebasan tanah mempersulit pembangunan infrastruktur. Anda punya ide mengenai masalah ini?
Ikut saja seperti Malaysia. Pembebasan tanah itu sudah ada pembangunan, sudah ada peraturan pemerintah daerah, tapi tidak ada follow up. Bayangkan, hanya karena beberapa orang saja, seluruh daerah kacau balau.
Anda
membangun banyak proyek di luar negeri padahal di dalam negeri masih
banyak kebutuhan investasi. Tak khawatir dituduh kurang nasionalis?
Pemikiran
itu yang harus ditinggalkan. Belum lama ini ada pertemuan Asean di
Vietnam. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat melihat projek kami,
yaitu Ciputra International Project. Rombongan itu bangga. Saya senang
mereka bangga, mereka sebagian tinggal di Hotel Horizon yang kami
bangun. Mereka juga bangga. Nah ketika kita mengundang orang luar negeri
datang, apa karena mereka itu tidak nasionalis? Orang Malaysia
investasi di sini, apakah mereka itu tidak nasionalis, atau orang
Singapura, apakah mereka tidak nasionalis. Mereka cari laba dari sini,
lalu laba dari sini bawa ke mana? Kan dibawa ke negeri masing-masing?
Nah,
kenapa orang lebih suka dirikan perusahaan Singapura daripada di
Indonesia, kita tinjau diri sendiri? Kenapa orang tidak suka, kenapa
orang suka ke sana? Kalau kita tidak maju, tinjau diri kita sendiri
dulu. Terus terang, kalau saya tidak maju, 90% saya salahkan diri saya sendiri.
Atau ada hambatan berbisnis di Indonesia?
Mindset, karakter, budaya. Itu watak, mental. Bukan karena penyakit kantong (kekurangan uang). Penyakit kantong juga akibat mental.
Anda juga punyak banyak proyek di Indonesia Timur?
Kami
sekarang sedang survei di Kupang, Ambon sudah, sudah survei di Irian
Jaya. Mungkin Ciputra Group tahun ini membangun lagi di beberapa kota,
dikembangkan di Bali, Semarang, Jambi, Cirebon, Madiun, Irian Jaya. Juga
ada di Kendari.
Sekarang ini Jakarta sudah jenuh, traffic sudah
macet begini, kemudian di daerah ada otonomi. Jadi kami ke luar Jawa,
luar kota Jakarta. Sedangkan luar negeri izin-izin lebih mudah, kita ke
Singapura, Vietnam, Kamboja, India, RRC. Jadikan kebanggaan, masa dia
[investor asing] cari uang di sini kita tidak cari uang ke sana. Saya kan punya rumah di sini, semua anak-anak itu tinggal di rumah sini, kalau ada pendapatan kan kita bawa ke sini.
Ada anggapan developer besar kurang konsen kepada perumahan rakyat?
Nah,
saya kan punya Citra Indah dan Citra Raya. Satu di Bogor, satu di
Tangerang. Tiap tahun saya bangun lebih dari 4.000 rumah yang harganya
Rp55 juta. Siapa developer besar yang bangun sebanyak itu? Itu
kan tidak kelihatan, kalau kita bangun di luar kota Jakarta. Tapi kita
tidak masuk rusunami, kenapa? Karena peraturannya antardepartemen tidak
sinkron. Lihat yang masuk rusunami sekarang jadi apa? Itu menuai
masalah. Dia bikin, tapi jadi masalah. Lebih baik kita konsentrasi yang
aturannya lebih gampang. Pengusaha untuk cari laba kan? Kalau bangun
hanya memanen persoalan, kenapa Anda masuk?
Apakah itu artinya rumah murah adalah tugas pemerintah?
Memang tugas pemerintah. Makanya saya ketemu dengan Real Estat Indonesia pecahkan
masalah tersebut. Hanya satu cara memecahkan dan ampuh sekali,
membentuk dana perumahan. Pemerintah memberikan subsidi Rp3,5 triliun.
Itu kan cuma kumur-kumur. Bagus, tapi lebih bagus lagi, kalau Rp100
triliun dana yang di Jamsostek itu sebagian buat subsidi perumahan. Oleh
karena itu, harus dibentuk dana khusus buat perumahan yang dikumpulkan dari yang bersangkutan maupun dari perusahaan.
Ambil
contoh di Singapura, 85% perumahan murah itu dibangun oleh dana
perumahan yang dibentuk pemerintah. Modalnya dari karyawan dan dari
perusahaan. Kalau itu dilakukan, kita punya itu kira-kira Rp25 triliun per tahun. RRC punya sistem yang sama, mereka berhasil, Moskow pun sudah punya sistem itu, kecuali kita.
Berarti kita paling terlambat?
Ya. Mental enterpreneur tidak ada.
Pengembang dituding lebih senang membangun perumahan mewah. Pendapat Anda?
Makanya
begini, biarlah swasta membangun rumah mewah, artinya dia bayar pajak,
pajak itu dipakai untuk membangun rumah yang murah. Kalau pengusaha
membangun perumahan murah dari mana uangnya?
Ada juga anggapan banyak pengusaha sukses karena proyek pemerintah?
Itu
nggak salah. Pengusaha kita harus dididik mencari peluang, proyek
pemerintah itu mereka mencari peluang. Kita cipta peluang. Saya
membangun Ancol untuk mencipta peluang, Jadi penting mencipta peluang.
Proyek Ancol disebut-sebut sebagian dibiayai dari uang judi?
Satu sen pun nggak ada.
Kalau ada judi di Indonesia seperti di Genting Island?
Genting
Island kan judinya tidak masuk ke pulau itu, judinya gak masuk kepada
pemerintah. Di Santosa, sudah berapa miliar dolar yang masuk ke situ?
Ancol justru bayar dividen dan pajak. Saya sendiri bayar pajak dari 3
grup lebih dari Rp1 triliun per tahun dan mempekerjakan 5 ribu karyawan
secara langsung dan secara tidak langsung menghidupi sekian ratus ribu
manusia.
Anda kan berbisnis di banyak daerah, banyak yang bilang otonomi daerah malah menghambat bisnis di daerah itu?
Otonomi
daerah saya setuju. Cuma sekarang dalam waktu peralihan. Dan akan
muncul beberapa daerah yang maju dan daerah yang tidak maju akan
mengambil contoh. Saya kira memang ini masih bayi, masih taman
kanak-kanak. Nanti lima sampai sepuluh tahun lagi, lebih bagus lagi.
Ke depan, Ciputra tetap di properti atau mengincar bisnis lain?
Side business (bisnis sampingan) aja,
seperti misalnya di komputer. Saya pemilik, pemegang saham terbesar di
Metrodata. Ya itulah, tapi kita, anak-anak juga mulai melirik-lirik side business. Mudah-mudahan satu dua tahun akan muncul
Bisnis baru?
Begini, kita ingin bisnis spesial seperti McDonald. Dia kan ada di seluruh dunia, betul gak?
Lupakan pertanyaan soal bisnis baru. Kita mau kembangkan properti ke
seluruh dunia. Kami sedang mengerjakan proyek di Polandia, di RRC itu
ratusan kota yang bisa dibangun, Malaysia pun kita merambah ke kota-kota
kecil sekarang.
Jadi lebih go global?
Dan go global itu
saja sudah bagus. Anda tahu perusahaan terbesar di Singapura itu apa?
Orang terkaya Singapura siapa? Semua dari properti. Orang terkaya di
Hong Kong siapa? Orang Jepang propertinya. Cuma kita kan durian runtuh, durian alam. Tujuan kita kan bukan menjadi terkaya, tujuan kita supaya bermanfaat buat masyarakat.
Anda selalu mengatakan bahwa membangun bukan pertama-tama dengan modal uang. Bagimana itu bisa dilakukan?
Modalnya enterpreneurship. Menurut saya, istilah enterpreneurship adalah kemampuan mengubah kotoran dan sampah
menjadi emas. Jadi kalau Anda mempunyai kemampuan tersebut, tanah
apapun serahkan kepada Anda, Anda bisa membuat menjadi emas. Dan
kemampuan itu yang harus ada. Jadi kita bukan mencari peluang, kita mencipta peluang. Nah itu yang kami lakukan.
Bagaimana cara menjadi enterpreneur?
Kita harus melewati 3 front. Front pertama dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah, kemudian front kedua universitas, ketiga publik. Walikota Palembang, misalnya, akan mulai dari taman kanak-kanak sampai SMA, kemudian kami sudah mulai dengan Ditjen Dikti untuk perguruan tinggi. Sekarang [pelatihan bagi] umum juga sudah mulai dengan lembaga-lembaga yang ada.
Kami sudah melatih 2.000 orang dosen, ribuan guru-guru. Ini harus menjadi gerakan nasional. Jadikan abad ini abad enterpreneur buat Indonesia, anggap abad kebangkitan bangsa sudah abad yang lalu, sekarang abad enterpreneur. Saya bisa berkembang, karena saya enterpreneur. Yang lain, sudahlah. Umur saya 79 tahun, tinggal mengingat masa-masa lalu saja.
Apakah di usia begini masih terlibat langsung di bisnis?
Saya
sebagai inspirator, sebagai motivator, dan sebagai mentor. Nah itu
fungsi saya. Anak-anak di Ciputra Group, saya bagi tiga divisi. Sehingga
mereka masing-masing memegang satu divisi. Suami istri memegang satu
divisi, sedangkan pemilik sama semua. Demikian juga di Jaya Group dan Metropolitan Group mempunyai pemegang saham masing-masing sehingga mencegah conflict of interest.
Apakah ada satu dari putera Anda yang dipersiapkan menjadi putera mahkota?
Semua adalah putra mahkota dan mereka sekarang sudah memimpin divisi masing-masing dan ternyata berhasil sekali. Ada satu yang misalnya konsentrasi di Jakarta, satu di Jawa Timur, satu di luar negeri, jadi masing-masing mempunyai konsentrasi.
Apakah membedakan anak laki-laki dan anak perempuan ?
Saya tidak membedakan. Dan memang wanita itu karena punya suami yang aktif, dia menjadi semi housewife. Jadi saya punya anak lelaki yang full time, sementara anak perempuan saya sudah ada suami yang full time, sehingga tidak begitu aktif.
Bagaimana mereka dididik sehingga sekarang bisa memimpin unit-unit bisnis di grup?
Itu pertanyaan yang penting sekali. Dari mana mereka menjadi enterpreneur?
Itu seperti anaknya Lulu (Lulu Terianto, Dirut PT Jurnalindo Aksara
Grafika—yang ikut mendampingi wawancara)-- dari kecil sudah diajak ke mana-mana. Tiap
kali ambil keputusan, kita terangkan kepada dia. Misalnya kalau kita
pergi ke toko, kita terangkan toko itu jual barang apa? Toko mana yang
Anda suka? Kalau Anda buka toko, toko apa yang Anda mau pilih? Wah Anda
lihat pemilik toko itu siapa pemiliknya.
Pada
hari Sabtu-Minggu, saya ajak anak-anak misalnya ke Ancol. Biar mereka
tahu tujuan saya membangun Ancol. Saya transferkan kepada mereka,
bagaimana mengelolanya, bagaimana menarik orang datang kemari. Jadi dari
kecil sudah ditanamkan the spirit of enterpreneur. Saya tanya kepada kalian, siapa mulai menerangkan tentang enterpreneurship kepada
anak-anak. Mungkin tidak ada, karena karakter itu belum ada di
budaya-budaya di sini, apalagi dari Jawa yang menganggap pengusaha
pedagang itu strata rendah.
Coba tanya kepada mahasiswa di Andalas, kalau Anda tamat
mau jadi apa? Saya kira 70% ingin menjadi pegawai negeri. Kalau di Jawa
mungkin 95% ingin menjadi pegawai negeri. Di Jawa orang ingin abdi
dalem, pamong praja. Tapi, itu kan dulu. Sekarang mulai berubah.
Saya melatih 28 orang di Universitas Gadjah Mada [Yogyakarta]. Enam kali saya terbang ke sana, enam kali saya biayai Rp900 juta lebih, sekarang 50% menjadi pengusaha yang sukses. Kita bisa. Tidak ada hubungan keberhasilan menjadi entrepreneur dengan etnis. Tidak, itu hanya hubungannya dengan passion.
Jadi Anda percaya bahwa sukses bisnis itu tidak berkaitan dengan etnis?
Tidak berkaitan, cuma ada yang punya bakat. Nah, ada 25% orang punya bakat, itu yang kita pilih, kita latih, jadi bukannya orang yang tidak punya passion dilatih, karena percuma. Nah bakat itu apa, Anda ingin menjadi pengusaha, Anda berusaha keras menjadi pengusaha, Anda percaya diri Anda bisa jadi pengusaha. Jadi enterpreneur itu ada yang namanya bakat. Kalau Anda mau tahu seorang yang punya bakat atau tidak, keinginan dia besar nggak? Mau kerja keras nggak? Punya confidence nggak? Nah ini yang namanya entrepreneurship.
Anda berminat mempersiapkan anak-anak ke politik?
Indonesia politiknya hebat, 350 tahun melawan penjajahan Belanda. Jadi waktu penjajahan Belanda, orang Indonesia gak bisa dagang. Tetapi politik hebat, apalagi politik lempar batu sembunyi tangan, itu nomor satu.
Jadi, kalau bisnis ke politik itu setback?
Saya kira setback, tetapi ada orang masuk politik untuk bisnis.
Pernahkah merasa gagal dalam menjalani bisnis?
Pasti
adalah, tapi lupakanlah kegagalan [karena] saya gemar memperbaiki. Dan
saya tidak menyesal saya masuk dalam bidang properti.
Pernahkah ada keputusan yang disesali?
Pasti ada, tapi bukan yang utamalah. Bahwa hidup itu yang kecil-kecil selalu ada. Itu bikin kita lebih baik.
Kesannya Anda berpandangan bahwa bisnis itu nggak butuh populis?
Tentu tidak perlu populer. Saya kalau menonjol ke publik itu dalam rangka public relations
untuk mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan tanggungjawab sosial.
Jadi bukan untuk populer pribadi. Pengusaha makin populer makin susah.
Kesannya Anda sangat profit oriented.
Tentu, harus profit. Tetapi bukan cuma itu. Profit dalam rangka untuk dapat income, mencipta lapangan kerja, dan membayar pajak. Saya bangga saya membayar pajak lebih Rp1 triliun per tahun. Kalau tidak profit bagaimana bayar pajak, percuma saya cipta lapangan kerja.
Masih ada impian Anda yang belum kesampaian?
Masih
banyak pegawai kita yang belum punya rumah. Tentu kalau di Singapura,
sebagian gaji dikumpulkan, misalnya 15%, pengusaha 20%, untuk membeli
rumah. Kita tidak perlu sampai seperti itu, paling tidak 5% dan 6%, yang
penting uang terkumpul dan tidak habis untuk beli baju , consumer goods. Kita bisa pakai uang dengan lebih bijak.
Apa nasihat kepada para pebisnis baru?
Terus kembangkan kemampuan enterpreneurship,
yaitu mencipta peluang. Kita melakukan terus perubahan, kreatif
menciptakan yang baru. Anda lihat Nokia mundur karena apa? Sudah tidak
ada yang baru dari dia. Kenapa Apple maju? Karena enterpreneurship.
Pada usia sedemikian ini Anda masih aktif di bisnis, juga masih banyak bepergian. Bagaimana menjaga kesehatan?
Itu persoalan terbesar sekarang, itu tantangan terbesar
Bagaimana caranya?
Terutama
jalan-jalan. Hidup harus tahu kapan waktunya bekerja, kapan waktunya
olahraga, kapan waktunya istirahat, begitu yang harus dijaga.
Siapa yang paling mendukung untuk kesuksesan Anda? Istri?
Tuhan.
Ref: http://www.bisnis.com/articles/ciputra-ini-abad-entrepreneur
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
1 komentar :
Artikel yang menarik. Ciputra memang pencetak entrepreneur yang sukses.
Posting Komentar