Kotak Sampah Anorganik Rumah Tangga (dok.Asrul) |
Menanggapi Berita Menko Maritim: Kita Mau 2025, 70% Sampah Plastik Habis
Kutip beberapa Pernyataan Pak Luhut Binsar Panjaitan pada berita diatas (news.detik.com):
"Yaitu kita sedang sosialisasikan kalau nanti akan dilakukan lagi oleh
Bu Siti. Rakyat harus tahu berapa pun nanti uang yang akan dipungut,
baik 100 maupun 200, itu untuk kampanyenya," imbuh Luhut. "Semua
peraturan perundang-undangan sudah ada nggak ada lagi yang
dipermasalahkan tinggal tadi, Bu Siti, kita komitmen supaya langsung ke
bawah," ujarnya. "Yang daur ulang sampah tadi saya sampaikan dengan Bu
Siti (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya), kami
bertekad untuk memerangi sampah-sampah plastik, karena dampaknya bagi
kesehatan generasi akan datang cucu-cicit ke depan"
-----------》
-----------》
Pesan Penting untuk Menko Maritim #LuhutBinsarPanjaitan
Menko
Maritim Luhut Binsar Panjaitan (LBP), sepertinya kepanasan atau
kelabakan juga bicara tentang sampah. Kemungkinan beliau kurang faham
masalah sampah Indonesia dan negara lainnya (pasti hanya dapat data dari
anak buahnya atau kementerian dibawah kordinasinya).
Kenapa ?
- Tolong sebagai menteri, harap berhati-hati saja bicara persoalan sampah karena berpengaruh pada mindset publik. Bisa merusak paradigma masyarakat. Jangan terlalu ikuti staf dan kementerian terkait yang terkesan sporadis dalam menyikapi fakta dan data yang ada.
- Data dari Jambeck (Jenna Jambeck Assistant Professor, College of Engineering Driftmier Engineering Center, Room 412. University of Georgia, Athens, GA 30602), baca data Jambeck klik disini, yang menjadi dasar pemerintah Indonesia) hanya berdasar data statistik industri plastik dari Bank Dunia (bukan data hasil survey langsung atas produksi sampah dari konsumen atau kawasan), itupun hanya sekitar 192 negara yang dianalisa. Jadi NGO tsb (Jenna Jambeck) hanya bekerja diatas meja. Tanpa meneliti atau riset secara langsung negara-negara tersebut dan langsung mengklaim bahwa Indonesia negara kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik terbesar dibawah China dan diatas Filipina, Vietnam, Srilanka dan Thailand. Intinya data yg dibuat Jambeck lebih merupakan data akademik bukan faktual yang bisa dijadikan acuan kebijakan. Sistem hitungannya juga tidak jelas dalam membandingkan kondisi geografis dan penduduk setiap negara yg masuk dalam analisa/estimasi Jambeck tersebut.
- Seruan Pak LBP untuk "Perangi Sampah Plastik" juga sedikit keliru. Jangan perangi sampah plastik, tapi bersahabatlah (artinya kelola dengan baik) ikuti regulasi sampah Indonesia. Kelola sampah dengan sinergitas lintas kementerian dan/atau lembaga/NGO Indonesia. Paradigma kita harus rubah, yang hanya berpikir “sampah=buang” hasilnya “sampah ditolak tanah” tapi mari berpikir “sampah=sumber ekonomi atau investasi” Ini sesuai amanat regulasi persampahan (Tolong baca baik-baik dan ejawantah UU. Persampahan). Kesan terhadap sampah plastik saat ini di Indonesia, sepertinya mau kiamat dunia akibat sampah plastik. Hampir semua berita dan pendapat-pendapat baik pemerintah maupun pemerhati atau ahli-ahli sampah, berpikirnya antara "terurai dan tidak terurai oleh tanah"....... sekecil atau sependek itukah cara berpikir kita ? Selalu berkonotasi sampah itu dibuang, tidak pernah berpikir atau berimajinasi "sampah itu berkah" atau "sampah itu dikelola". Pemikiran pendek demikian itu, selalulah fokus solusi di hilir (pemikiran sampah di TPA, sampah di Laut, sampah di Sungai, sampah bawa penyakit.... macam-macam stigma, ahirnya lupa solusi sampah sesungguhnya ada di hulu (pusat produsennya) yaitu manusia dan/atau sumber timbulan sampah. Paling miris melihat dan menyaksikan gerakan-gerakan nasional oleh pemerintah pusat dan gerakan-gerakan di daerah antara lain "pungut sampah di laut", itu bukan solusi, itu pencitraan semata dan akibatnya menggerus APBN/APBD (ini yang dimaksud Presiden Joko Widodo, bekerja rutinitas), bukan bekerja cerdas dan kreatif.
- Ingat Pak LBP, perangi sampah plastik, berarti perangi Industri Plastik atau Industri berbahan baku plastik, yang menjadi penggerak ekonomi, seharusnya jaga dan bimbing para pemilik industri plastik ini. Jangan berpikir "meloncat" tapi berpikir sistematis terukur berbasis manfaat yg ada serta karakteristik sampah Indonesia. Dengan kata lain produk sampah banyak berarti ekonomi meningkat (berpikir!!!!). Agar sampah tidak merusak lingkungan, lakukan pengelolaan di sumber timbulan (sesuai Pasal 13 UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah serta PP. No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga). Optimalisasi fungsi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST), dengan mengelola sampah di TPST artinya mengelola sampah tanpa TPA. Semua sampah plastik dapat di daur ulang atau menjadi bahan baku industri berbasis limbah daur ulang, tidak ada terbuang, begitupun sampah lainnya. Hanya perlu kreatifitas dan pemerintah buka ruang itu.
- Pengelolaan sampah plastik yang bijak bukan "perang" atau "melarang" penggunaan plastik. Tapi kelola dan manage dengan baik. Kenapa ? Sampah itu adalah sebuah sumber daya atau merupakan sumber ekonomi baru (investasi). Tapi kuncinya sinergitas antar kementerian/lembaga.
- Melarang atau membatasi penggunaan plastik sama saja menghalangi pertumbuhan industri itu sendiri. Penggunaan plastik (apapun jenisnya) itu merupakan keniscayaan dalam peradaban modern. Hanya saja demi lingkungan, kelola dan manage dengan baik sampah plastik dan sampah domestik lainnya tersebut. Termasuk limbah pertanian, agar bisa menumbuhkembangkan hasil pertanian, segera kelola sampah yg bijak, agar dapat dijadikan pupuk bagi petani. Bukan malah memerangi. Jangan biarkan menjadi sampah.
- Indonesia jangan ikuti Data Luar Negeri secara baku (acuan bolehlah) tapi jangan jadikan dasar utama kebijakan. Itu keliru besar dan ini yang merusak kebijakan persampahan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi buatlah data sendiri, dengan sesuaikan kondisi serta karakteristik sampah Indonesia.
- Hentikan #monopoli pemda Kab/Kota dalam mengelola sampah (ikuti amanat regulasi), jangan permainkan regulasi.
- Perkuat infrastruktur persampahan Indonesia untuk menyambut pemberlakuan EPR tahun 2022.
- Kalau menginginkan Indonesia Bebas Sampah 2020, secara radikal rubah paradigma kelola sampah, khususnya pemerintah dan pemda Kab/Kota.
- Hentikan cara-cara kerja koruptif dalam mengelola sampah. Ini fenomena umum terjadi di seluruh Indonesia, yang dimulai dari pusat pemerintahan, namun penegak hukum belum menyentuhnya secara serius dan fokus.
- Biarkan Industri plastik berproduksi mengikuti mekanisme pasar (permintaan), namun pemerintah pagari dengan regulasi agar tidak merusak lingkungan. Yakin industri akan mengikuti permintaan pasar. Itu cara bijak tanpa merugikan pihak manapun. Pak LBP sendiri akui regulasi sampah sudah ada dan benar itu, memang regulasi persampahan Indonesia sudah ada dan sangat bagus. Hanya saja oknum birokrasi (kementerian/lembaga/pemda/SKPD) tidak menjalankannya dengan benar, penulis duga sengaja dipenggal agar kepentingan "semu" para oknum-oknum jahat terpenuhi. Artinya mental birokrasi pengelola sampah tidak beres.
- Moratorium Adipura, luruskan dan kembalikan ke eksistensinya. Adipura terlalu maha dahsyat pembohongannya. Tidak jujur dan terkesan koruptif alias diduga banyak permainan kotor di dalam memberi penilaian dan menetapkan pemenangnya. Untuk kesekian kalinya, penulis meminta Presiden Joko Widodo melalui Menko Maritim dan Menteri LHK untuk adakan "moratorium adipura", evaluasi menyeluruh lalu lanjutkan lagi.
- Pak LBP perlu juga fahami Kebijakan pemerintah pusat cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang telah dilakukan uji coba oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) cq: Dirjen Pengelolaan Sampah dan B3 (PSLB3) sejak tanggal 21 Februari 2016 sampai sekarang (karena belum ada pencabutan Surat Edaran Dirjen PSLB3-KLHK), hanya diputuskan sepihak oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan anggota Non Aprindo sepertinya masih ada menjual kantong plastik. Harap Pak Menteri Luhut Binsar Panjaitan baca surat penulis No. 07/GIF/XI/2016 Perihal Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Tertanggal 30 November 2016, Surat ini ditujukan kepada Menteri LHK. Selain tembusan kepada Menteri Kordinator Maritim, juga penulis tembuskan kepada Presiden, Wapres, Menko Ekonomi dan Ombudsman RI. Intinya hati-hati memungut uang rakyat tanpa mekanisme yang jelas dan terstruktur, itu diduga koruptif (indikasi gratifikasi). Penulis sendiri yang protes kebijakan ini, karena keluar dari substansinya dan menguntungkan pengusaha ritel anggota Aprindo dan Non Anggota Aprindo. Bila Pak LBP butuh penjelasan rinci, harap adakan pertemuan dan undang semua komponen yang terlibat dan tercantum dalam surat penulis, sebelum penegak hukum menindaklanjuti masalah ini. Ini tidak bisa dibiarkan berlalu tanpa pertanggungjawaban yang jelas dan transparant, penulis terus mengawal masalah ini.
- Ada satu contoh kasus penulis info ke Pak LBP, bahwa Perpres 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan PLTSa 7 Kota, ahir tahun 2016 itu dicabut oleh Mahkamah Agung (MA), atas gugatan Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah. Coba analisa alibi ini, kenapa bisa terjadi ? Ini PR buat Pak LBP dan menteri terkait khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ibu Siti Nurbaya Bakar), jangan seenaknya mengeluarkan kebijakan yang merugikan orang banyak. Menurut surat Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Ir. R. Sudirman kepada penulis bahwa KLHK sementara susun draf Kepmen LHK Tentang Kantong Plastik ini, harap kembali berpikir, telaah benar-benar kebijakan itu, jangan sampai keliru lagi, masalah satu belum selesai, akan timbul masalah baru "resistensi" pada substansi yang sama.
- Titip pesan disini, kepada sahabat-sahabat penggiat di lingkungan dan persampahan Indonesia, dimanapun berada, marilah kita berpikir dan bertindak bijak serta cerdas. Jangan kita menjadi sampah ditengah tumpukan sampah. Janganlah kita memberi "pembenaran" atas kebijakan yang semu. Jangan aji mumpung. Berilah informasi kepada pemerintah (khususnya kepada Ibu Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar dan Ibu Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Tuti Hendrawati Mintarsih dengan benar dan up to date, jangan beri informasi yang Asal Ibu Senang, begitu juga kepada Pak LBP, jangan beri informasi Asal Bapak Senang. Bahaya mengancam ini. Karena bila kita (pusat pemerintahan) salah, maka pemerintah kab/kota akan mengikuti dan sangat senang dengan kebijakan yang salah itu. Permainan akan lebih marak (baca: koruptif) di daerah.
Salam Clean and Green
H.Asrul Hoesein
08119772131
#Noted Tulisan
ini juga penulis sekaligus peruntukkan, sebelum menghadiri undangan
"Workshop Pengembangan Dan Tantangan Industri Plastik Degradable" besok
tanggal 3 Mei 2017 (09-00-16.00) yang diselenggarakan oleh Direktur
Industri Kimia pada Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan
Aneka Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Bertempat di Ruang
Rajawali Lantai 2 Gedung Kementerian Perindustrian Jalan Gatot Subroto
Kav 52-53 Jakarta.
Baca juga di Asrul.Kompasiana Klik di SINI
0 komentar :
Posting Komentar