Pembohongan publik pengelolaan sampah di Bandung (dok-asrul) |
Tanggapan Untuk Berita Ratu Sampah sekaligus Meminta Presiden Jokowi untuk Moratorium Adipura Pada Link: Sri Bebassari, Ratu Sampah Dibalik Lahirnya UU Pengelolaan Sampah di Indonesia
------》
[Beda Pendapat dan Sikap] Maaf Bu Sri...Kita atau Indonesia tidak bijak berbangga karena sudah punya UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Bahkan mungkin paradoks #malu. Ada patron berupa UU tapi pemerintah sendiri bingung sikapi sampah. Ingat UU Persampahan Indonesia sudah berusia 9 Tahun, pemerintah (stakeholder) masih tidak mau menjalankan UU dengan benar. Sampai kapan begini ? Sampai kapan koruptif ?
[Beda Pendapat dan Sikap] Maaf Bu Sri...Kita atau Indonesia tidak bijak berbangga karena sudah punya UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Bahkan mungkin paradoks #malu. Ada patron berupa UU tapi pemerintah sendiri bingung sikapi sampah. Ingat UU Persampahan Indonesia sudah berusia 9 Tahun, pemerintah (stakeholder) masih tidak mau menjalankan UU dengan benar. Sampai kapan begini ? Sampai kapan koruptif ?
Benarkah !!!! Justru saya heran
kalau ibu Sri ada dibalik lahirnya UU.18/2008 ini. Kenapa ? Fakta
sampai ini hari UU tsb tidak mampu diaplikasi sesuai amanatnya.
sementara Ibu Sri selalu berada di lingkaran pemerintah, koq biarkan
kemunafikan (pembohongan publik) ini terjadi. Kenapa tidak mampu dan
tidak mau jalankan regulasi dengan benar ? Kenapa tidak berani koreksi
person-person di Kementerian, KLHK, PUPera dll atau SKPD Di Kab/Kota di
Indonesia yang keliru itu !!!
Sebagaimana yang saya lakukan,
juga selalu meminta pemerintah pusat (presiden dan kementerian) untuk
"Moratorium Adipura", ini pembohongan publik berkepanjangan yang maha
dahsyat. Banyak daerah yang semestinya tidak bersyarat ikut kompetisi
Adipura ini. Kenapa kita masa bodoh membiarkan masalah besar ini....
banyak daerah belum memiliki atau revisi perda sampah sesuai regulasi
yang ada.
Ibu Sri pernah dan biasa dengar sekaligus saksikan
saya di forum-forum resmi (terakhir Pebruari 2017 kita hadir bersama di
FGD PLTSa Majalah Tempo Group dan beberapa pertemuan resmi di
kementerian kita hadir bersama) saya selalu sorot Pasal 13 UU.18/2008
ini, karena tidak dijalankan oleh birokrasi/SKPD/KLHK/PUPera dll dimana
ibu Sri (melalui organisasinya InSwa atau secara pribadi) selalu ada
atau diaktifkan oleh pemerintah atau mendampingi pemerintah (termasuk
dalam penilaian Adipura, Ibu Sri sebagai Tim Penilai Pusat). DPR juga
lemah dengan fungsi pengawasannya.
Senyatanya Pasal 13
UU.18/2008 itu tidak diejawantah dengan benar (coba periksa presentase
atau pemaparan ibu Sri dan KLHK atau SKPD) semua sama sinergi yang tidak
sesuai amanat regulasi, bagaimana bisa benar pengelolaan sampah di
Indonesia. Mengabaikan pasal 13, termasuk kebijakan-kebijakan turunan
regulasi yang dibuat atau diterbitkan oleh pemerintah. Pastilah stag
karena keluar rel, hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok.
Parah ini Bu Sri ?! Kita harus berubah...!!! Kita harus tegakkan
regulasi persampahan ini.
Kalau ibu Sri fahami pasal itu, dan
tidak jalan atau sengaja tidak di jalankan, bukankah itu menghianati
diri sendiri. Bukankah itu kita bohongi rakyat ? Bukankah itu tergolong "memperkaya orang lain"
(melanggar UU Tipikor). Kenapa saya selalu minta Adipura ini di
Moratorium, karena fakta hampir semua pemenang Adipura tidak ada
menjalankan Pasal 13 UU.Persampahan ini dengan benar dan massif, dari
tahun ke tahun.
Kenapa hampir semua kebijakan sampah bermasalah ?
ya karena keluar dari substansi regulasi. Sepertinya ada kesengajaan
untuk memutar balik regulasi itu ke arah yang salah, demi kepentingan
sesat. Faktanya, KLHK ngawur tuh buat kebijakan Kantong Plastik Berbayar
(berhenti ditengah jalan karena jelas ini akibat saya protes keras
kebijakan itu sampai hari ini masih berproses, kemana uang penjualan
Kantong Plastik Berbayar itu ?). Sampai-sampai diputar balik kalimatnya;
Kantong Plastik Berbayar menjadi Kantong Plastik Tidak Gratis,
macam-macamlah cara untuk membius otak publik (Konsumen). Sama juga
kebijakan lain, sebut misalnya Perpres 18/2016 Ttg Pembangunan PLTSa 7
Kota juga gagal (sampai Presiden Joko Widodo kesal).
Karena
kebijakan ini dadakan dan berbasis konglomerasi itu dianulir oleh
Mahkamah Agung atas gugatan publik komunitas #TolakBakarSampah dimana
penulis juga salah satu didalamnya sebagai penggugat perpres tersebut
(karena tanpa sinergitas kementerian dan masalah lainnya).
Pokoknya
hampir semua kebijakan sampah oleh pemerintah (pusat daerah) hanya
kamuplase belaka saja. Maka hasilnya amburadul pula, pemerintah habiskan
duit buat rapat, seminar, workshop, FGD, kajian dll hanya mau
menciptakan suasana yang bisa mempengaruhi (semu) publik atau rakyat.
Atau hanya mencari "pembenar" #rapatsemu demi melancarkan uang rakyat keluar tanpa arah.
Penulis
hanya harap Indonesia (rekan-rekan yang faham tata kelola sampah) sadar
sesadarnyalah. Mari kita yang mengerti sedikit seluk-beluk sampah ini,
meluruskan masalah, jangan kita dukung person kementerian atau pemda
secara semu. kita jangan munafiklah menyikapi problem sampah ini.
Penulis
tunggu jawaban ibu Sri atau siapa saja (pemerhati atau penggiat atau
pemerintah), yang mungkin beda pendapat dengan saya atau bisa jadi
sependapat (maaf Bu Sri, kita tetap berteman walau beda pendapat dan
sikap hadapi sampah dan regulasi sampah di Indonesia). Mari kita diskusi
dengan sehat nan hijau, agar tidak fitnah.
Intinya jangan harap
"Indonesia Bebas Sampah 2020" kalau paradigma pemerintah tidak berubah.
Karakter person birokrasi yang harus berubah (ini yang tidak beres),
birokrasi dan ahli-ahli sampah harus beri panutan pada masyarakat dan
lingkungan kerja, jangan kita bersikap kotor seperti sampah. Bukan
teknologi atau SDM yang tidak mumpuni di Indonesia, anak bangsa cukup
mampu cuma tidak diberi ruang gerak saja. Hanya Karakter Koruptif yang
dominan bertaut dipersampahan ini. Ini semua yg menjadi kendala dalam
tata kelola sampah di Indonesia.
Salam Indonesia Sehat
#SehatOrangnyaSehatSampahnya
#SehatOrangnyaSehatSampahnya
0 komentar :
Posting Komentar