Pengaturan
lingkungan belajar sangat diperlukan agar mahasiswa mampu melakukan
kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar
yang memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk melakukan pilihan-pilihan
akan mendorong mahasiswa untuk terlibat secara fisik, emosional, dan
mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan
kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. Itulah sebabnya, mengapa
setiap mahasiswa perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan
sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Prakarsa mahasiswa untuk belajar (the will to learn) akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh dosen dan harus ditaati oleh mahasiswa akan menyebabkan mereka selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa berdosa. Lebih jauh lagi, mereka akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan kontrol diri.
Apa yang terjadi bila mahasiswa selalu dikuasai oleh rasa takut? Mereka ini akan mengembangkan pertahanan diri (defence mechanism), dan karena itu, yang dipelajari mahasiswa bukanlah pesan-pesan pendidikan, tetapi cara-cara mempertahankan diri untuk mengatasi rasa takut. Mahasiswa yang mengalami hal seperti ini tidak akan mengalami growth in learning, dan akan selalu menyembunyikan ketidak- mampuannya.
Di samping "kebebasan", hal penting yang juga dapat menumbuhkan the will to learn adalah realness; sadar bahwa mahasiswa mempunyai kekuatan disamping kelemahan, mempunyai keberanian di samping rasa takut dan rasa cemas, bisa marah disamping juga bisa gembira. Realness bukan hanya harus dimiliki oleh mahasiswa, tetapi juga oleh semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang bebas dan yang didasari oleh realness dari semua pihak yang terlibat akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar. Belajar akan dilihat sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan menggairahkan. Oleh karena itu, bimbinglah mahasiswa mengembangkan sikap dan persepsi yang positif agar ia betah dan memperoleh kenikmatan dalam belajar. Mahasiswa yang merasa tidak nyaman berada di dalam suatu lingkungan belajar (kelas), umpamanya, tidak akan sepenuhnya terlibat dalam kegiatan belajar. Demikian pula, bila mahasiswa tidak memiliki sikap yang positif terhadap tugas-tugas belajar (umpamanya, pekerjaan rumah) tidak akan mengerahkan semua usahanya untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut. Atas dasar ini, maka upaya pendahuluan yang harus dikerjakan oleh dosen agar pembelajaran menjadi efektif adalah mengembangkan sikap dan persepsi yang positif tentang belajar.
Ketiga hal ini (kebebasan, realness, dan sikap serta persepsi yang positif terhadap belajar) menjadi modal dasar untuk memunculkan prakarsa belajar. Tanpa sikap dan persepsi yang positif belajar mungkin tidak akan pernah terjadi. Tanpa realness mungkin perlakuan-perlakuan dosen terhadap mahasiswa tidak menimbulkan rasa aman. Demikian pula, tanpa kebebasan mahasiswa tidak akan dapat belajar dengan caranya yang terbaik.
Di samping untuk menumbuhkan prakarsa belajar, penataan lingkungan yang memberi kebebasan untuk berbuat dan melakukan pilihan juga sangat penting untuk mengembangkan kemampuan mental yang kreatif-produktif. Suatu kemampuan yang memungkinkan seseorang dapat belajar dengan caranya sendiri tentang apa yang ia ingin pelajari. Kemampuan mental yang kreatif-produktif dapat terbentuk secara optimal hanya apabila mahasiswa mendapat kebebasan yang cukup untuk bertindak secara mandiri tanpa dikekang oleh aturan-aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar.
Suatu pemikiran yang kelihatannya mudah dan gampang untuk dibicarakan, tetapi sangat sulit untuk dioperasionalkan. Agar terjadi perubahan pada tingkat operasional, maka perlu ada perubahan persepsi yang memadai dari semua fihak yang menaruh perhatian pada upaya ini. Perubahan persepsi tentang arah dan pola tujuan pendidikan menuju ke penumbuhan dan pengembangan pribadi yang mampu "hidup" di era yang sangat berbeda dengan era yang kita jalani sekarang ini. Perubahan persepsi tentang bagaimana menata lingkungan agar belajar bukan lagi dilihat sebagai aktivitas yang membosankan dan menyakitkan, tetapi aktivitas yang menggairahkan dan menyenangkan. Dengan demikian, aktivitas belajar akan dirindukan setiap orang karena aktivitas ini akan memberikan rasa nyaman, betah, dan sekaligus suka cita. (Ref: data.tp.ac.id)
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
Prakarsa mahasiswa untuk belajar (the will to learn) akan mati bila kepadanya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar. Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh dosen dan harus ditaati oleh mahasiswa akan menyebabkan mereka selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa berdosa. Lebih jauh lagi, mereka akan kehilangan kebebasan berbuat dan melakukan kontrol diri.
Apa yang terjadi bila mahasiswa selalu dikuasai oleh rasa takut? Mereka ini akan mengembangkan pertahanan diri (defence mechanism), dan karena itu, yang dipelajari mahasiswa bukanlah pesan-pesan pendidikan, tetapi cara-cara mempertahankan diri untuk mengatasi rasa takut. Mahasiswa yang mengalami hal seperti ini tidak akan mengalami growth in learning, dan akan selalu menyembunyikan ketidak- mampuannya.
Di samping "kebebasan", hal penting yang juga dapat menumbuhkan the will to learn adalah realness; sadar bahwa mahasiswa mempunyai kekuatan disamping kelemahan, mempunyai keberanian di samping rasa takut dan rasa cemas, bisa marah disamping juga bisa gembira. Realness bukan hanya harus dimiliki oleh mahasiswa, tetapi juga oleh semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Lingkungan belajar yang bebas dan yang didasari oleh realness dari semua pihak yang terlibat akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar. Belajar akan dilihat sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dan menggairahkan. Oleh karena itu, bimbinglah mahasiswa mengembangkan sikap dan persepsi yang positif agar ia betah dan memperoleh kenikmatan dalam belajar. Mahasiswa yang merasa tidak nyaman berada di dalam suatu lingkungan belajar (kelas), umpamanya, tidak akan sepenuhnya terlibat dalam kegiatan belajar. Demikian pula, bila mahasiswa tidak memiliki sikap yang positif terhadap tugas-tugas belajar (umpamanya, pekerjaan rumah) tidak akan mengerahkan semua usahanya untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut. Atas dasar ini, maka upaya pendahuluan yang harus dikerjakan oleh dosen agar pembelajaran menjadi efektif adalah mengembangkan sikap dan persepsi yang positif tentang belajar.
Ketiga hal ini (kebebasan, realness, dan sikap serta persepsi yang positif terhadap belajar) menjadi modal dasar untuk memunculkan prakarsa belajar. Tanpa sikap dan persepsi yang positif belajar mungkin tidak akan pernah terjadi. Tanpa realness mungkin perlakuan-perlakuan dosen terhadap mahasiswa tidak menimbulkan rasa aman. Demikian pula, tanpa kebebasan mahasiswa tidak akan dapat belajar dengan caranya yang terbaik.
Di samping untuk menumbuhkan prakarsa belajar, penataan lingkungan yang memberi kebebasan untuk berbuat dan melakukan pilihan juga sangat penting untuk mengembangkan kemampuan mental yang kreatif-produktif. Suatu kemampuan yang memungkinkan seseorang dapat belajar dengan caranya sendiri tentang apa yang ia ingin pelajari. Kemampuan mental yang kreatif-produktif dapat terbentuk secara optimal hanya apabila mahasiswa mendapat kebebasan yang cukup untuk bertindak secara mandiri tanpa dikekang oleh aturan-aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar.
Suatu pemikiran yang kelihatannya mudah dan gampang untuk dibicarakan, tetapi sangat sulit untuk dioperasionalkan. Agar terjadi perubahan pada tingkat operasional, maka perlu ada perubahan persepsi yang memadai dari semua fihak yang menaruh perhatian pada upaya ini. Perubahan persepsi tentang arah dan pola tujuan pendidikan menuju ke penumbuhan dan pengembangan pribadi yang mampu "hidup" di era yang sangat berbeda dengan era yang kita jalani sekarang ini. Perubahan persepsi tentang bagaimana menata lingkungan agar belajar bukan lagi dilihat sebagai aktivitas yang membosankan dan menyakitkan, tetapi aktivitas yang menggairahkan dan menyenangkan. Dengan demikian, aktivitas belajar akan dirindukan setiap orang karena aktivitas ini akan memberikan rasa nyaman, betah, dan sekaligus suka cita. (Ref: data.tp.ac.id)
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar