Pisahkan Kementerian Koperasi dan UKM (dok-Asrul) |
Jakarta --- Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-70, di
selenggarakan di lapangan Karebosi, kota Makassar, Sulawesi Selatan pada
tanggal 12 Juli 2017, dibuka oleh Presiden Joko Widodo. Harkopnas ini
mengambil Tema "Koperasi Menuju Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan Untuk Memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Karena
temanya sangat menarik untuk disikapi, maka sedikit tergugah untuk
memberi catatan dan saran perbaikan untuk peningkatan peran Koperasi
Indonesia kepada Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, Menko
Ekonomi, Menteri Koperasi/UKM, Ketua Dekopin dan seluruh peserta Kongres
Koperasi ke III yang sementara berlangsung di Makassar (11-15 Juli
2017). Semoga menjadi perhatian serius agar koperasi Indonesia jangan
hanya menjadi kegiatan usaha formalitas atau menjadi komunitas "papan
nama" saja. Kondisi ini berlangsung dari masa ke masa.
Koperasi Harus Berganti Baju (Rubah Paradigma)
Perkoperasian
Indonesia belum bisa berkembang sesuai harapan masyarakat dan Indonesia
bila Pemerintah cq: Kementerian Koperasi/UKM dan Dewan Koperasi
Indonesia (Dekopin) masih stag pola pikirnya, masih mementingkan atau
bertema "orientasi proyek" bukan "orientasi program" dan tidak mengikuti
perkembangan. Belum menunjukkan kesadaran bersama seluruh elemen bangsa
untuk menegaskan komitmen kebangsaan dalam membangun perekonomian
Indonesia yang lebih berkeadilan berdasarkan UUD 1945 dalam rangka
mewujudkan koperasi sebagai pilar negara.
Memang kelihatannya
ada perkembangan secara tersurat dan kasat mata, tapi itu hanya
segelintir para pengurus saja. Belum mensejahterahkan anggota dan
lingkungannya. Belum berorientasi usaha berbasis anggota, tapi berbasis
pengurus. Koperasi itu model pendiriannya sangat beda dengan Usaha Kecil
Menengah (UKM), koperasi berbasis komunal sementara UKM berbasis person
to person.
Bila perlu kami usul kepada Presiden Joko Widodo,
untuk memisahkan Kementerian Koperasi dengan Kementerian UKM, Biar
Kementerian Koperasi berdiri sendiri, untuk tidak saling tumpang-tindih
dalam pengelolaan dengan UKM di kementerian saat ini. Biarkan
Kementerian UKM juga berdiri sendiri, sebagaimana Kementerian BUMN.
Memang disadari ini memerlukan pembiayaan tidak sedikit, tapi sebuah
resiko yang harus kita hadapi dan tempuh demi perbaikan perekonomian
Indonesia yang lebih baik ke depan.
Selain Pemisahan Kementerian Koperasi dan Kementerian UKM juga Paling penting dan Harus dibenahi adalah:
- Sistem atau pola kelembagaan koperasi (hapuskan koperasi sekunder) baca tulisan sebelumnya di Kompasiana.Com"Hapuskan Koperasi Sekunder"
- Perketat syarat anggota koperasi (saat ini tidak selektif, semaunya pengurus saja).
Dua
point tersebut ini sangat rentan atau rawan dengan penyalahgunaan
koperasi itu sendiri dan bila tidak dibenahi jangan berharap banyak pada
eksistensi koperasi karena ada ruang yang kosong. Sehingga selalu
terjadi "pemanfaatan peluang" atau "pemanfaatan ruang"
oleh oknum-oknum pejabat dan pengurus koperasi yang "memiliki koperasi"
itu, tidak terbantahkan. Ini yang menjadikan koperasi Indonesia, hanya
koperasi papan nama saja. Begitu pula terjadi banyak momentum
(penyerahan penghargaan) secara seremoni belaka saja dari masa ke masa.
Sungguh memuakkan dan ahirnya koperasi merupakan usaha kelas dua dari
UKM dimata masyarakat dan dunia usaha secara umum.
Karena fakta
di Indonesia, koperasi itu dimiliki oleh "person to person" atau "milik
kelompok" tertentu saja, BUKAN di miliki anggotanya, ini penyakit kronis
melanda dunia perkoperasian Indonesia. Koperasi Indonesia sudah keluar
dari "pemikiran" Sang Arsitek Koperasi Indonesia Bung Hatta. Justru
pemikiran-pemikiran koperasi Bung Hatta banyak dipegunakan di luar
negeri, sebut misalnya Koperasi Tani National Agricultural Cooperative Federation (NACF) Korea Selatan, maju begitu pesat gebrakan koperasi ini dan sungguh
membuat kita iri. Rambahan usahanya menyebar ke berbagai lini mulai
dari industri dan penyaluran pupuk, asuransi, pengadaan beras,
minimarket, food center, perbankan, otomotif hingga pabrikasi yang
bertujuan memenuhi kebutuhannya serta khususnya membendung serbuan
produk pertanian impor. Selain itu pemerintahnya memberi dukungan
positif berupa keringanan pajak. Kapan koperasi Indonesia mendapat
perlakuan yang sama dari pemerintah seperti halnya Koperasi NACF di
Korea Selatan ini !!!
Kenapa demikian ?
Karena koperasi
NACF tersebut, anggotanya tidak secara formalitas belaka, anggotanya
benar-benar sebagai pemilik dan pengelola koperasi itu sendiri (bukan
dimiliki oleh pengurus belaka), Ini bukan wacana, tapi penulis sudah
melihat dan menyaksikan sendiri geliat Koperasi NACF ini di Korea
Selatan. Ini PR Besar buat Pemerintahan Joko Widodo dan Dekopin...???
Mari bersama kita benahi perkoperasian Indonesia, agar bisa mengejar
koperasi-koperasi di luar negeri sana (khususnya koperasi di Cina,
Jepang dan Korsel) tersebut. Tiga negara ini, menjadikan koperasi
sebagai penopang ekonominya.
Yuk ciptakan angin segar bagi
perkoperasian Indonesia. Jangan hanya seremoni belaka. Rakyat sudah
jenuh dengan permainan-permainan curang dalam mengelola perkoperasian.
Selamat Berkongres !!!
Jakarta, 12 Juli 2017
0 komentar :
Posting Komentar