Tempat Sampah Sederhana: Saat Berkunjung di Nami Island Korsel (Dok-Asrul) |
Jakarta --- Masyarakat Indonesia sebenarnya patuh, semua akan
patuh bila ada penegakan aturan, termasuk dalam kelola sampah ini. Cuma
pemerintah pusat dan pemda Kab/Kota yang tidak taat aturan. Birokrasi
(leading sector) persampahan khususnya tidak menjalankan regulasi sampah
dengan baik dan benar. Coba, alibinya. Kalau kita (warga negara
Indonesia) bila ke Singapore saja, pasti kita ikutan disiplin buang
sampah..... Hehehe. Bagaimana ? Benar kan !!!
Menyimak
pengelolaan sampah di Jerman tersebut diatas (Bisakah Indonesia Belajar
Menghemat Sampah dari Jerman? ditulis oleh Sobat Kompasianer ACJP Cahayahati)
atau beberapa negara lain yang sempat saya kunjungi (sebut misalnya,
Singapore, Jepang, China, Korea Selatan dll) sesuai pengamatan di
lapangan, memang masyarakatnya taat karena penegakan aturan yang sangat
disiplin dan terlebih kesiapan infrastruktur pengelolaan sampah lebih
tersedia, sesuai kebutuhannya. Juga mereka mengelola sebagian besar
sampahnya di kawasan timbulannya.
Mereka sudah sadar bahwa
sampah itu bukan masalah, tapi sebuah peluang ekonomi bila diberdayakan.
Juga umumnya di pihak ketigakan kepada pengusaha (kontrak kerja) dengan
pola Full G to B (goverment to bisnis), pemerintah hanya menerima
kontribusi untuk negara atas pengelolaan oleh pihak swasta, hampir semua
negara memakai sistem ini.
Pengelolaan sampah di luar negeri
dengan pendekatan circular economy (daur ulang di kawasan timbulan) pola
Sentralisasi-Desentralisasi. (Sebenarnya regulasi sampah Indonesia
menghendaki atau mengamanatkan circular economy ini seperti di luar
negeri), tapi bila pola circular economy ini dijalankan, kemungkinan
besar oknum birokrasi tidak terlalu menikmati fulus (koruptif) dari
pengelolaan sampah ini. Artinya oknum pemerintah lebih senang monopoli
karena ada angkutan sampah ke TPA (ada biaya angkut dan ada biaya di
TPA).
Pemerintah Harus Merubah Paradigma Kelola Sampah
Intinya
pemerintah harus lebih duluan memberi contoh (panutan) dengan merubah
paradigma kelola sampah serta lebih penting menegakkan regulasi
persampahan yang ada. Jalankan Pasal 13 Undang-Undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Saya yakin Indonesia akan bebas sampah dan sampah akan terkelola lebih
baik dan berhasil guna dibanding pola pengelolaan sampah di luar negeri.
Alasannya. Regulasi sampah Indonesia bila dijalankan dengan baik.
Aplikasi dalam pengelolaan sampah akan lebih baik dari apa yang ada di
luar negeri tersebut, termasuk yang ada di Jerman ini.
Mari
bersama kita gugah kesadaran oknum-oknum pemerintah yang tidak
menjalankan regulasi dengan benar dan massif. Karena bila hal ini
dibiarkan, korupsi pengelolaan sampah akan semakin menggila. Indonesia
akan menjadi TPA penampung dan penikmat sampah terbesar di dunia. Ini
akibat oknum birokrat yang saya duga sengaja "menyimpang" dari
perundang-undangan (sampah) yang ada di republik ini.
Kesimpulannya:
Solusi sampah ada di Hulu (Sumber Timbulan), bukan di Hilir
(TPA/TPST/Sungai, dll). Terjadinya problem sampah Indonesia yang tidak
kunjung selesai karena Pemerintah Tidak Memberi Panutan Dengan Benar,
Tidak Menjalankan Regulasi Sampah secara Terstruktur dan Massif.
Sebagaimana yang terjadi pada Penilaian Adipura, tidak memberi dampak
positif kepada warga, karena dalam pelaksanaannya terlalu banyak
"diduga" pembohongan dan pembodohan publik.
Salam Kompasianer.....
Asrul Hoesein (08119772131)
Sumber Tulisan yang sama Klik di Sini.
Tulisan Terkait Sampah
1. Pemerintah Tidak Jujur Sikapi Regulasi Sampah
2. Rencana Aspal Jalan dari Sampah Plastik Perlu Ditinjau Ulang
3. Muncul Lagi Wacana Proyek ITF Sampah Jakarta
4. Sampah Plastik, Pesan untuk Menko Maritim
Jakarta, 13 Juli 2017
0 komentar :
Posting Komentar