Penerapan Bangunan Hijau di Jakarta_dok.Asrul |
Postingan ini sekedar "kembali"
mengingatkan kepada seluruh pemilik bangunan/gedung bahwa Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan peraturan yang terkait bangunan
atau gedung hijau pada 2013. Aturan yang tertuang di dalam Peraturan
Gubernur (Pergub) DKI itu diharapkan bisa memperbaiki lingkungan di Ibu
Kota. Pergub Nomor 38 tahun 2012 tentang bangunan gedung hijau telah
ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 23 April 2012
lalu. Pergub mulai efektif berlaku di Ibu Kota terhitung mulai 23 April
2013.
Peraturan ini wajib diterapkan pada
kantor, perdagangan, rumah susun atau apartemen, dan gedung yang
penggunanya lebih dari satu dengan total luas lantai lebih dari 50 ribu
meter persegi. Peraturan ini juga berlaku bagi hotel dan sarana
kesehatan dengan total luas lantai lebih dari 20 meter persegi dan
fasilitas pendidikan dengan total luas lantai lebih dari 10 ribu meter
persegi. Peraturan ini juga bisa menjadikan Jakarta sebagai model untuk
penerapan bangunan gedung hijau atau green building bagi kota-kota
lainnya di Indonesia,"
Hidup Sadar Lingkungan
Green living sering diartikan sebagai
hidup sadar lingkungan. Namun kadang atau seringkali meloncat terlalu
jauh, Green sekarang yang dipahami orang melewati proses itu. Seperti
prematur, padahal esensinya seringkali terlewati. Hidup ramah lingkungan
hadir saat kita memahami peran kita di rumah, dan di lingkungan.
Penghematan energi pun tak memerlukan teknologi tinggi untuk
melakukannya, yang penting kepedulian akan diri, keluarga, lingkungan
dan masyarakat secara umum.
Beberapa tahun terakhir ini terjadi
peningkatan kesadaran masyarakat dunia termasuk Indonesia akan
pentingnya kualitas lingkungan yang lebih baik. Kemudian istilah Green
living menjadi sangat popular, bahkan seperti sudah menjadi label dari
suatu gaya hidup di negara-negara yang sudah maju, dimana masyarakatnya
sudah sangat menyadari akan pentingnya lingkungan hidup yang sehat.
Banyak aspek kehidupan yang diberi label “green” untuk menginformasikan
bahwa hal tersebut bisa membantu atau menyumbang ke peningkatan kualitas
lingkungan.
Hidup sadar lingkungan, bukanlah sebuah
tren sesaat. Hidup ramah dengan lingkungan, adalah bagian dari
introspeksi diri. Seberapa banyak kita mengenal diri kita, bisa jadi
terlihat dari seberapa banyak kita mengenal lingkungan kita. Mulailah
dari hal terkecil, mengenali diri sendiri, mulai dari apa saja kebutuhan
kita.
Komunikasi “Peran” Arsitek Perencana dan Pengguna Bangunan.
Dalam sebuah desain, perasaan orang yang mendiami bangunan adalah lebih penting dari bentuk. “How to building behave” adalah konsep-konsep bangunan harus perform dengan membuat orang menjadi bahagia dan puas di dalamnya, bukan dari mewah atau nilai yang tinggi dari bangunan ini.
Esensi lain dari green living adalah
bagaimana seseorang bahagia dengan rumahnya. “Sebenarnya kita bahagia di
lingkungan seperti apa?”, adalah hal yang harus dipikirkan sebelum kita
memperhatikan aktivitas dalam menentukan ruang-ruang di rumah.
Bagaimana kita hidup berdampingan dengan alam, bahwa kita hidup memang
harus bercitra dan bersahabat pada alam, bagaimana agar alam kita
berkenan memberikan menerima kita dan memberi ruang/tempat untuk kita
tinggali. Kalau tidak ada alam kita tidak hidup, we live from green,
jadi kenapa kita tidak life for green juga.
Bangunan “green living” pun harus
berguna, dan mudah dipahami oleh pemiliknya. Desain yang simpel secara
konsep justru membuat orang lebih mudah merasakan desain rumah. Proses
dalam membuat rumah juga menjadi sebuah cara untuk mengenal diri kita.
Bagaimana cara kita mencoba-coba dalam mendesain ruangan, menjadi sebuah
keasyikan sendiri. Intuisi bermain, dan bagaimana cara kita dulu
dibesarkan menjadi cerminan sikap kita memilih sebuah desain.
Keindahan dan kebahagiaan milik semua
orang. "Kenyamanan di rumah pun orang awam bukannya tidak tahu sama
sekali. Mereka tau apa yang mereka mau, namun pada saat
menterjemahkannya kadang sering tak sesuai dengan bayangannya. Peran
arsitek perencana jadi signifikan untuk menterjemahkan kebutuhan dan apa
yang membuat mereka bahagia. Perencana bangunan “green living” harus
punya pengalaman untuk mengetahui keinginan konsumen, karena nantinya
bangunan itu akan ditinggal oleh pemiliknya selama seumur hidup. Jadi
untuk mengenal desain yang ramah lingkungan, atau green desain
harus langsung dipraktekkan, tak hanya slogan. Pemilik rumah, dan
arsitek, sebaiknya terus berkomunikasi, dan dari komunikasi itu didapat
pembelajaran dan pengenalan diri secara lebih utuh.
Sekedar catatan bahwa Perbandingan
antara luas bangunan dengan lahan hijau idealnya adalah 60-40. Yang mana
fungsi taman tidak hanya sekedar mempercantik penampilan rumah, tetapi
juga sebagai daerah resapan air hujan. Agar taman dapat dengan mudah
menyerap air hujan, caranya tidak hanya dengan tanaman ,tetapi juga
memberi pori-pori tanah dengan cara melubangi. Selain sebagai resapan,
taman juga berfungsi sebagai penyaring kebisingan dan debu, begitu juga
harus sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Karena tanpa ini semua
kita belum masuk ke substansi hidup sadar lingkungan.
Yuk bangunan di Jakarta, persegera
berbenah........ juga kab/kota lainnya di Indonesia agar mengadopsi
pemprov DKI Jakarta ini, agar lingkungan kita benar-benar bisa resik dan
sehat.
Salam Lestari
GIH Foundation shar FB AsrulPoskoHijau
Tulisan ini juga saya Posting di Kompas Group klik di SINI
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar