Mengelola sampah sebenarnya
bukan hanya tugas dari pemerintah c/q Dinas Kebersihan saja. Tapi juga
kewajiban warga Jakarta sebagai produsen sampah terbesar.
Sampah selalu saja jadi persoalan pelik yang dihadapi kota besar dengan
penduduk yang banyak, layaknya Jakarta. Pengelolaan yang buruk
menyebabkan sampah menjadi pemicu masalah baru seperti banjir akibat
saluran air atau sungai dan kali yang mampet. Munculnya berbagai
penyakit, hingga masalah yang menyangkut estetika, pemandangan dan bau
yang tak sedap.
Pertanyaannya, Kenapa bisa ya Jakarta
sebagai kota metropolitan dalam mengurus soal sampah saja susah???
Faktanya memang demikian, Dinas Kebersihan DKI Jakarta “mungkin”
kerepotan untuk mengelola sampah yang dihasilkan oleh warga Jakarta.
Namun sejatinya persoalan pengelolaan sampah ini tidak bisa diserahkan
begitu saja kepada Dinas Kebersihan. Rendahnya kesadaran dan displin
warga Jakarta dalam membuang sampah juga menjadi faktor mengapa sampah
jadi sumber masalah di Jakarta. Pemerintah pula semestinya membuka ruang
(regulasi) dalam melibatkan masyarakat dan sektor swasta.
Pemerintah sebenarnya sudah berusaha
semaksimalnya (versi pemerintah), namun tetap berfokus dan mengandalkan
pada TPA, maka kembali akan stagnan lagi. Paradigma dan strategi ini
yang harus dirubah, karena pasti pengelolaannya tidak akan berkelanjutan
bila fokus pada TPA, akan stagnan (ini merupakan fakta dilapangan oleh
hampir seluruh kab/kota di Indonesia dalam mengantisipasi sampah).
Perubahan paradigma ini harus segera dilakukan baik oleh masyarakat juga
terhadap pemerintah sendiri, agar terjadi sinergitas oleh semua
stackeholder persampahan. Kelihatan sampah mudah dikelola tapi
sesungguhnya sangat sulit bila tidak sinergi antar pemerintah/swasta dan
masyarakat sekitar timbulan sampah.
Optimalisasi Fungsi TPS Sebagai Solusi Pengelolaan Sampah.
Seiring dengan terbitnya berbagai peraturan terbaru mengenai persampahan antara lain UU.18-2008 Tentang Pengelolaan Sampah juga Permendagri No.33-2010 Tentang Pedoman Tentang Pengelolaan Sampah serta Permen PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah.
Dengan regulasi yang ada tersebut semestinya pemprov. DKI Jakarta (juga
kab/kota lainnya di Indonesia) persegera merevisi perda persampahannya
dengan tidak hanya bertumpu pada pemberian sanksi, tapi lebih memberi
solusi bijaksana dengan berbasis masyarakat dan berorientasi ekonomi.
Pola tersebut diharapkan dan pasti akan
merubah paradigma “buang sampah” menjadi “kelola sampah”, tentu dengan
mengoptimalisasi fungsi Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS) akan
memotong rantai distribusi sampah dari TPS ke TPA. Maka pada muaranya
TPA tidak diperlukan lagi. Sebagaimana Jakarta tidak memiliki lahan yang
cukup untuk penampungan sampah.
Penanganan sampah dengan partisipasi
aktif masyarakat berbasis TPS, juga akan tercipta usaha baru di
masyarakat (usaha berbasis sampah). Baik itu pengelolaan sampah organik
(70-80%) menjadi pupuk (kompos padat dan cair) juga sampah an-organik
(10-20%) menjadi handycraft, dll. Sisanya sampah B3 (5%) dimusnahkan
melalui incenerator. Pengelolaan berbasis masyarakat ini melalui atau
terlebih dahulu diberi pelatihan dan pembentukan kelompok usaha bersama
(KUB) dengan mendirikan instalasi pengolahan sampah kota disetiap TPS
kelurahan/desa di wilayah DKI Jakarta.
Model atau strategi optimalisasi TPS ini
akan tercipta pengelolaan yang terintegrasi (pola sentralisasi
desentralisasi). Selama ini pemerintah mamakai pola sentralisasi
pengelolaan di TPA (open dumping). Pola ini harus segera ditinggalkan
sesuai UU.18/2008 tsb. (akan berlaku efektif tahun 2013). Cukup lama
waktunya (12 tahun) pemerintah pusat sosialisasi UU tsb. Tiba waktunya
pemerintah kab/kota berbenah, khususnya DKI.Jakarta sebagai etalase
Indonesia.
Saat ini Pemprov. DKI. Jakarta saat ini
membangun pengolahan sampah dalam kota melalui tiga unit ITF di dalam
kota, yakni ITF Cakung Cilincing, ITF Marunda, dan ITF Sunter, katanya.
ITF Cakung Cilincing diperluas dari awalnya hanya 4,5 hektar menjadi
seluas 7,5 hektar. Diharapkan, ketika beroperasi penuh–direncanakan pada
tahun ini–mampu mengolah sampah sebanyak 1.300 ton per hari.
Solusi Pengelolaan Sampah dengan Kerjasama Antardaerah.
Sangat diperlukan untuk mengatasi sampah
dengan peningkatan kerja sama dengan daerah penyangga Jabodetabekjur.
Melalui regional management dalam pengolahan sampah secara terintegrasi
dirasa dapat menyelesaikan masalah sampah mulai dari Jakarta hingga
wilayah Cianjur, Jawa Barat dan juga termasuk sebagian wilayah Provinsi
Banten. Khusus di Jakarta sistem pengolahan sampah akan menggunakan
kerjasama pemanfaatan lahan TPA Bantar Gebang, Bekasi dan pemanfaatan
lahan TPST Ciangir, Tangerang.
Pola penanganan kerjasama ini sangat
efektif dan efisian dalam pembiayaan (investasi) yang berkelanjutan.
Dimana setiap wilayah yang bekerjasama akan mempunyai hak dan kewajiban
dalam pengelolaannya. Karena disatu sisi ada wilayah yang mempunyai
lahan TPA dan sisi lain tidak memiliki lahan TPA yang
memungkinkan/memadai, begitupun SDM yang dimiliki antardaerah bisa
bersinergi termasuk dalam pembiayaannya, maka akan terjadi fokus .
Semoga saja apa yang diusulkan dan
direncanakan ini benar-benar mampu membuat Jakarta bebas dari masalah
sampah, Jakarta Zero Waste, juga dapat mendukung program pemerintah baru
jakarta dibawah Jokowi-Ahok (2012-2017). Termasuk usulan ini akan mengawal program (visi misi Jokowi-Ahok)
pada point 4 (empat) yaitu Normalisasi Total Kali di Jakarta, dimana
sungai-sungai di Jakarta harus dinormalisasi kembali karena kondisi
sangat parah akibat sampah dan limbah industri.
Repost by: Asrul_Kompasiana
GIH Foundation Indonesia untuk shar (fb) klik di SINI
Tulisan sekaita:
1. Indonesia Butuh Kementerian Persampahan
2. Sampah Jakarta Kado Untuk Jokowi-Ahok (1)
3. Jakarta Punya Masterplan Pengelolaan Sampah Sampai-2032
4. Program Jokowi untuk Jakarta Baru
5. Pendekatan Strategi Cerdas Jokowi Untuk Membangun Jakarta
6. Program Jakarta Baru
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar