Gambar Ilustrasi: Kota Hijau (dok:Asrul) |
Jakarta,
Semarang, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan kota-kota pesisir di
Nusantara terancam bencana iklim. Jakarta, Dhaka, dan Manila adalah
kota-kota yang berada pada peringkat teratas di antara 11 kota besar di
Asia yang rawan terkena dampak perubahan iklim.
Di dalam pembangunan kota
dikenal prasarana infrastruktur kota atau infrastruktur abu-abu berupa
jalan raya, jaringan drainase, jaringan listrik, dan infrastruktur
sosial (rumah sakit dan sekolah). Kini, di era pemanasan global dan
perubahan iklim, konsep pembangunan kota berkelanjutan dikenal
infrastruktur hijau kota (urban green infrastructure).
Infrastruktur hijau didefinisikan sebagai An
interconected network of green space that conserves natural ecosystem
values and functions and provides associated benefits to human
population (Green Infrastructure: Smart Conservation for the 21st Century, 2001).
RTH 30%RTH Publik 20%RTH Privat 10%Infrastruktur HijauArea [Taman]Koridor [Jalur Hijau]
Dari sudut pandang ini,
infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan
lingkungan, sosial, dan ekonomi, sebagai sistem kehidupan alami yang
berkelanjutan. Infrastruktur hijau merupakan jaringan ruang terbuka
hijau (RTH) kota untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang
dapat memberikan dukungan kepada kehidupan manusia.
Sebagai contoh, apabila
pemerintah telah membangun infrastruktur jaringan air bersih untuk
kebutuhan air masyarakat, jaringan RTH dapat memasok oksigen (O) yang
sangat diperlukan warga. Demikian pula apabila pemerintah telah
membangun jaringan infrastruktur penanggulangan limbah cair ataupun
padat agar terhindar dari pencemaran yang berdampak negatif bagi warga,
dengan adanya jaringan RTH dapat menetralisir dampak pencemaran udara,
terutama penyerapan karbon dioksida (CO), sekaligus menekan emisi karbon
pemicu pemanasan bumi.
Infrastruktur hijau
merupakan jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah,
hutan, habitat kehidupan liar, dan daerah alami di wilayah perkotaan;
jalur hijau, kawasan hijau, dan daerah konservasi; daerah pertanian,
perkebunan, dan berbagai jenis RTH lain, seperti taman-taman kota.
Pengembangan infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan warga,
menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih,
serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities).
Infrastruktur hijau merupakan jaringan terpadu dari berbagai jenis RTH, terdiri dari area (hub) dan jalur (link).
Suatu RTH berbentuk area
hijau dengan berbagai bentuk dan ukuran, seperti RTH dengan luasan
tertentu, seperti taman kota, pemakaman, situ/telaga/danau, hutan kota,
dan hutan lindung yang berfungsi sebagai habitat satwa liar dan proses
ekologis.
Ruang terbuka hijau yang
berbentuk jalur atau koridor, seperti jalur hijau jalan, sempadan
sungai, tepian rel kereta api, saluran udara tegangan tinggi, dan
pantai, merupakan penghubung (urban park connector) area-area hijau untuk membentuk sistem jaringan RTH kota.
Infrastruktur hijau dapat digunakan sebagai pengendali perkembangan kota agar tidak terjadi peluberan kota (urban sprawl) karena kawasan ataupun jalur yang telah ditetapkan sebagai RTH (mestinya) tidak dapat dikonversi ke fungsi lain.
Prinsip dasar
Penerapan infrastruktur
hijau perlu memerhatikan prinsip-prinsip dasar agar tercapai berbagai
fungsi ekologis yang diembannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem.
Hal ini sesuai gagasan utama KTT Bumi dan Konferensi Perubahan Iklim,
yaitu adanya ”kebutuhan” dan ”keterbatasan”.
Keterhubungan (linkages)
antarkawasan RTH dengan jalur dan koridor hijau merupakan kunci
keberhasilan infrastruktur hijau kota. Keterhubungan antar-ruang hijau,
baik area maupun jalur hijau, merupakan strategi dalam menanggulangi
degradasi lingkungan kota, seperti banjir, rob, longsor, krisis air
tanah, pemanasan lingkungan kota, meningkatnya pencemaran udara,
rusaknya habitat satwa liar, dan kerusakan lingkungan lainnya.
Infrastruktur hijau harus
diintegrasikan dengan rencana pembangunan infrastruktur kota, seperti
pembangunan jalan, drainase, dan prasarana lain, termasuk keterkaitan
dengan infrastruktur antarkota pada skala wilayah, metropolitan, ataupun
megalopolitan.
Implementasi
infrastruktur hijau dijabarkan dalam pola pemanfaatan ruang. Pola
Pengamanan Ekologis yang Komprehensif (Comprehensive Ecological Security
Pattern) merupakan pola ruang kota yang berkaitan dengan infrastruktur
hijau (Wang, Chen, Yang dalam
ISOCARP Congress ke-44, 2008).
Pola pengamanan ekologis
(Ecological Security Pattern/ ESP) untuk setiap kota bisa berbeda
bergantung pada permasalahan lingkungan kotanya. Pola pengamanan
ekologis kota terdiri dari pola pengamanan terhadap masalah air dan
banjir, udara, bencana geologis, keanekaragaman hayati, warisan budaya,
dan rekreasi.
Pola pengamanan air dan banjir (flood and stormwater security pattern) berhubungan dengan proses-proses hidrologis, seperti aliran permukaan (run off), daerah resapan air (infiltration), dan daerah tangkapan air hujan (catchment area).
Diperlukan data aliran
air permukaan, seperti sungai, waduk, situ, dan daerah genangan air pada
waktu hujan. Tujuannya adalah untuk menyusun pola RTH pengendalian
banjir,
yaitu dengan menentukan daerah-daerah yang tidak boleh dibangun untuk
fungsi konservasi dan preservasi agar proses-proses hidrologis tetap
dapat berlangsung.
Pola pengamanan udara (air
security pattern) berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas udara
agar udara kota tetap segar, tidak tercemar, dan sehat untuk warga.
Kawasan dengan potensi pencemaran udara tinggi menjadi prioritas dalam
penyediaan RTH untuk mengendalikan pencemaran udara, terutama sektor
transportasi. Jalur hijau jalan dan kawasan industri menjadi fokus utama
penentuan pola RTH kota.
Pola pengamanan bencana geologis (geological disaster security pattern) berhubungan dengan pengendalian daerah-daerah yang rawan longsor, amblesan muka tanah (land/surface subsidence), daerah patahan geologi, dan daerah rawan bencana geologis lainnya.
Pola pengamanan keanekaragaman hayati (biodiversity
security pattern) berhubungan dengan konservasi berbagai spesies dan
habitat tempat mereka bisa hidup. Kesesuaian lahan untuk habitat
berbagai spesies dan penentuan kawasan yang harus dikonservasi merupakan
fokus utama agar penataan ruang kota tetap memberi peluang
keanekaragaman biologis.
Pola pengamanan warisan budaya (cultural heritage security pattern) berhubungan dengan konservasi situs budaya (heritage site), seperti bangunan cagar budaya dan kawasan lanskap cagar budaya (landscape
heritage). Kawasan atau tempat yang bernilai budaya tinggi perlu
dicagar dan dikonservasi agar tak habis dilanda pembangunan fisik yang
akan mengubah wajah lanskap.
Pola pengamanan rekreasi (recreational
security pattern) berhubungan dengan tempat- tempat yang mempunyai
fungsi sosial dan nilai rekreasi bagi warga kota. Taman kota, taman
lingkungan, taman rekreasi, taman pemakaman, kawasan dengan pemandangan
indah, kawasan dengan fitur alam yang unik, dan lanskap vernakular
merupakan daerah-daerah yang perlu diamankan dari pembangunan kota.
Penggabungan peta-peta
pola pengamanan ekologis secara komprehensif dalam peta Geographic
Information System (GIS) telah dilakukan di beberapa kota di dunia,
seperti Beijing, Melbourne, Sydney, Singapura, dan London. Semoga kota
kita juga dapat segera membangun infrastruktur hijau. Semoga.
0 komentar :
Posting Komentar