Fahami Korupsi Untuk Mencegahnya (Dok-Asrul) |
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
Menurut Prof. Komariah sebagaimana dikutip Hukumonline.com,
UU No. 31/1999 menganut konsep kerugian negara dalam arti delik formil.
Unsur "dapat merugikan keuangan negara" seharusnya diartikan merugikan
negara dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu
tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila
tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Hal
tersebut juga dapat kita lihat dalam penjelasan 2 ayat (1) UU No.
31/1999 yang menyatakan kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan atau
perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan
delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan
dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan
timbulnya akibat.
2. Suap-menyuap
Untuk
mengetahui pengertian suap- menyuap dapat kita lihat dalam rumusan pasal
2 dan pasal 3 Undang-undang No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana
Suap :
- Pasal 2
"memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk
supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam
tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum"
- Pasal 3
"menerima
sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga
bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum""
3. Penggelapan dalam jabatan
Menurut R.
Soesilo (1968.258), penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan
pencurian dalam pasal 362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang
dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus “diambilnya”
sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di
tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Menurut
rumusan Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP terdapat empat jenis tindak
pidana penggelapan yaitu penggelapan biasa, penggelapan ringan,
Penggelapan dengan Pemberatan dan Penggelapan dalam Lingkungan
Keluarga.
Penggelapan
dalam jabatan sebagaimana dimaksud dari rumusan pasal- pasal dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 merujuk kepada Penggelapan
dengan Pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang
memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau
karena ia mendapat upah (Pasal 374 KUHP).
4. Pemerasan
Berdasarkan
pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
pemerasan adalah tindakan/ perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri
5. Perbuatan curang
Untuk
memahami unsur perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi, mari kita
lihat tumusan pasal 7 dan pasal 12 huruf h UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001
Pasal 7 ayat (1) huruf a samai dengan huruf d
Pasal 7 ayat (1) huruf a samai dengan huruf d
- pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
- setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
- setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
- setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
Pasal 7 ayat (2)
"Bagi orang
yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)"
Pasal 12 huruf h :
"Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,
seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan"
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Benturan
kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di
mana seorang PN yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan
peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga
memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan
wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi
kualitas dan kinerja yang seharusnya
Faktor Penyebab Konflik Kepentingan :
- Kekuasaan dan kewenangan Pegawai Negeri;
- Perangkapan jabatan;
- Hubungan afiliasi;
- Gratifikasi;
- Kelemahan sistem organisasi;
- Kepentingan pribadi
7. Gratifikasi
ayat (1) :
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan:
- Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
- Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dibuktikan oleh penuntut umum:
ayat (2) :
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan
0 komentar :
Posting Komentar