Tulisan ini, dipublish untuk memenuhi permintaan (pertanyaan) salah seorang teman saya beragama Nasrani, tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat, sementara menyelesaikan pendidikan (doktoral), disertasinya bertema atau substansi mengenai “teologi lingkungan”, subtema, bagaimana Islam (Al-Quran) memandang atau menyikapi alam, bumi atau lingkungan. Saya hanya info secara makro (ayat-ayatnya).
Sengaja saya publish di blog kompasiana dan blog saya lainnya agar kompasianer atau para sobat blogger lainnya bisa membantu melengkapi atau menyempurnakan, setidaknya melalui komentar atau dipublish tersendiri.
Sebenarnya kalau kita mau membuka kenbali Al-Quran dan berbagai kitab suci lainnya, tampak jelas bahwa bencana alam dan krisis lingkungan hidup adalah akibat dari ulah manusia. Kerusakan lingkungan telah lama disinyalir dalam Al-Quran. Dalam sebuah ayat Allah berfirman,”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum[30]:41). Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi disebabkan ulah tangan manusia. Bencana yang datang silih berganti mengiringi kerusakan alam yang semakin parah ini bukan salah siapapun, bukan fenomena alam, melainkan salah manusia sendiri yang tidak bijak mengelolanya (seperti apa yang menjadi pemandangan kita setiap hari di televisi).
Terjadinya kerusakan merupakan akibat dari dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh manusia sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di darat dan di laut. Sebaliknya, ketiadaan keseimbangan itu, mengakibatkan siksaan kepada manusia. Semakin banyak perusakan terhadap lingkungan, semakin besar pula dampak buruknya terhadap manusia, termasuk akan berdampak kepada manusia yang tidak berdosa disekitarnya.
Semakin banyak dan beraneka ragam dosa manusia (termasuk illegal loging, illegal mining, korupsi, dll), semakin parah pula kerusakan lingkungan dan bencana alam. Bila terjadi gangguan pada keharmonisan dan keseimbangan alam, maka kerusakan terjadi (kecil atau besar), pasti berdampak pada seluruh bagian alam, termasuk manusia, baik yang merusak maupun yang merestui kerusakan itu.
Al-Quran ketika membahas alam atau berbicara masalah lingkungan, menggunakan beberapa term, yaitu al-‘alamin (seluruh spesies atau makhluk) disebut sebanyak 71 kali, al-sama’ (ruang dan waktu) disebut sebanyak 387 kali (210 bentuk jamak dan 177 bentuk tunggal), al-ardl (bumi) disebut sebanyak 463 kali, dan al-bi’ah (lingkungan) disebut sebanyak 15 kali.
Kata al-bi’ah yang bermakna lingkungan terdapat dalam QS [3]:21, QS [7]:74, QS [10]:93, QS [12]:56, QS [16]:41, dan QS [29]:58. Penggunaan Al-Quran dalam ayat-ayat ini berkonotasi pada lingkungan ruang kehidupan khususnya bagi spesies manusia. Jadi, saat berbicara masalah alam yang dimaksud Al-Quran bukan hanya lingkungan hidup manusia, melainkan alam seluruh spesies (makhluk) baik yang ada di bumi maupun di ruang angkasa, bahkan yang ada di luar angkasa.
Menurut Islam (Al-Quran) alam bukan hanya benda yang tidak berarti apa-apa selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Alam dalam pandangan Islam (Al-Quran) adalah tanda (ayat) “keberadaan” Allah. Alam memberikan jalan bagi manusia untuk mengetahui keberadaan-Nya. Allah berfirman,”Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,”(QS Adz-Dzariyat [51]:20).
Dalam Al-Quran banyak ditemukan ketika berbicara tentang alam dilanjutkan dengan anjuran untuk berfikir memahami, mengingat, bersyukur, dan bertafakkur. Semua ini akan mengantarkan manusia kepada sesuatu yang Maha Mutlak yang menciptakan alam dengan keharmonisan hokum-hukum yang mengaturnya. Alam adalah tanda-tanda (ayat) Allah, dalam artian bahwa alam mengabarkan akan keberadaan Allah sebagai pencipta alam.
Alam adalah manifestasi dari seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah. Misalnya, tumbuh-tumbuhan merefleksikan sifat-sifat Ilahi berupa pengetahuan karena tumbuh-tumbuhan “tahu” bagaimana menemukan makanan dan cahaya, buah-buahan memanifestasikan anugerah dan karunia Allah, dan hewan mencerminkan empat sifat Ilahi; kehidupan, pengetahuan, keinginan, dan kekuasaan.
Karena alam adalah lokus manifestasi dari seluruh nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, maka merusak alam berarti merusak “wajah” atau tanda (ayat) Tuhan di muka bumi. Manusia, terutama umat Islam, harus memperlakukan dengan baik karena ia adalah tangga untuk merenungi kemahakuasaan Allah. Renungan akan keindahan dan keharmonisan alam akan mengantarkan kaum Muslim menjadi orang-orang bertaqwa.
Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa alam diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman,”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir,”(QS Al-Jatsiyah [45}:13). Ayat inilah yang menjadi landasan teologis pembenaran Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia. Islam tidak melarang memanfaatkan alam, namun ada aturan mainnya. Manfaatkan alam dengan cara yang baik (bijak) dan manusia bertanggungjawab dalam melindungi alam dan lingkungannya serta larangan merusaknya.
Manusia sebagai khalifah (wakil atau pengganti) Allah, salah satu kewajiban atau tugasnya adalah membuat bumi makmur. Ini menunjukkan bahwa kelestarian dan kerusakan alam berada di tangan manusia. Dalam Islam (Al-Quran), hak mengelola alam tidak dapat dipisahkan dari kewajiban untuk memelihara kelestariannya (sinergi keduanya). Mengelola alam harus diiringi dengan usaha-usaha untuk melestarikannya. Banyaknya ayat Al-Quran yang membicarakan larangan merusak bumi, mengindikasikan kewajiban umat Islam untuk memelihara kelestarian dan keasrian bumi. Setiap perusakan lingkungan haruslah dilihat sebagai perusakan terhadap diri sendiri. Tuntunan moral Islam dalam mengelola alam adalah larangan serakah dan menyia-nyiakannya (baca; QS Al-A’raf [7]:31 dan QS Al-Isra [17]:27), serta banyak penjelasan tentang lingkungan ini melalui hadist-hadist Nabi Muhammad Saw.
Manusia harus mengiringi alam bertasbih memuji Allah, antara lain memelihara kelestarian alam dan mengarahkannya kea rah yang lebih baik (islah), dan bukannya melakukan perusakan di muka bumi (fasad fi al-ardl). Sekali lagi, Islam membolehkan Pengelolaan bumi dan pemanfaatannya dengan syarat kelestarian dan keberlangsungannya, jangan sampai merusak habitat alam.
0 komentar :
Posting Komentar