PENDAHULUAN
Tema perubahan iklim kini makin menggugah kesadaran dunia. Agenda-agenda besar telah di rancang untuk menghindari dunia dari kehancuran. Kekhawatiran akan terjadinya global warming sebetulnya telah terlontar lebih dari seabad yang lalu. Seorang ilmuwan Swedia, pada tahun 1894 menyatakan bahwa CO2 adalah unsur terpenting yang mengontrol suhu di atmosfer. Mencairnya gunung-gunung es di lingkaran Kutub sehingga membentuk trofografi darat dan luas lautan seperti yang ada sekarang, terjadi karena terjadi penambahan konsentrasi CO2 di udara. Kenaikan suhu atmosfer akan terjadi beriringan dengan naiknya konsentrasi CO2. Konsumsi bahan bakar fosil, yang menjadi sumber emisi CO2, bisa mengakibatkan lonjakan suhu bumi yang tak terkontrol.Penumpukan karbondioksida di atmosfer ini ibarat tabir yang menghadang radiasi panas dari bumi seisinya ke luar angkasa. Tabir CO2 itu dapat dianalogikan dengan atap serta dinding rumah kaca. Tabir CO2 membiarkan radiasi matahari masuk, tapi mencegah radiasi panasnya kembali terpancar keluar, akibatnya suhu rumah kaca lebih tinggi dari sekitarnya. Gejala pemanaan bumi inipun sering disebut sebagai efek rumah kaca.Bila tidak ada upaya konkret mereduksi emisi CO2, konsentrasi CO2 akan tinggi maka saat itulah perubahan iklim dimulai. Ketika kadar CO2 mencapai kadar tinggi, temperatur udara naik, air laut naik karena bisa berkembang ke arah yang tak terduga.Kesadaran baru itu terus bergema ke segala penjuru termasuk ke markas PBB di New York. Sidang Umum PBB lalu memprakarsai pembentukan INC (Intergovernmental Negotiation Comitte). Tujuannya, menegosiasikan draf materi untuk konvensi perubahan iklim.INC bertemu enam kali sebelum menghasilkan draf yang lantas diusung ke event United Nations Conference On Environment and Development di Rio de Jainero, 1992. Pertemuan di Rio disebut pula Earth Summit atau KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi.Konvensi perubahan iklim itu menyepakati langkah-langkah yang konkret. Pada Pasal 2 Piagam PBB menyebutkan tujuan konvensi adalah menstabilkan konsentrasi gas buang rumah kaca di atmosfer pada tingkat tertentu dari kegiatan manuia yang membahayakan sistem iklim. Pada konvensi di Rio juga menekankan bahwa emisi karbon di tahun 2000 harus ditekan hingga ke tingkat emisi tahun 1990. PERMASALAHAN
Penumpukan CO2 dari proses pembakarannya membuat atmosfer bertambah buruk. sejak akhir abad ke-19 silam ilmuwan Swedia, Svante Arrhenius, mewanti-wanti dunia industri supaya menahan diri dalam mengasumsi bahan bakar fosil. Pemakaian yang berlebihan akan membuat CO2 menumpuk di udara dan menyebabkan pemanasan global.
A. Efek Rumah Kaca
Kenaikan suhu atmosfer akan terjadi beriring dengan naiknya konsentrasi CO2. Pemakaian bahan bakar fosil, yang menjadi sumber emisi CO2, bisa menjadikan lonjakan suhu bumi yang tidak terkontrol.Penumpukan karbondioksida di atmosfer itu ibarat tabir yang menghadang radiasi panas dari bumi seisinya keluar angkasa, untuk menjaga keseimbangan panas. Tabir CO2 dapar dianalogikan dengan atap serta dinding rumah kaca, membiarkan radiasi matahari masuk tapi mencegah radiasi panasnya kembali terpancar ke luar. Gejala pemanasan bumi disebut sebagai efek rumah kaca.Ilmuwan mengatakan bahwa gejala awal perubahan iklim itu telah membuat kawasan sahara makin kering. angin musim yang membuat uap air ke langit Sahara berbelok, karena muncul tekanan rendah di Samudera Hindia. Di lain pihak Kanada menderita dalam myusim dingin karena badai salju mengamuk sejadi-jadinya. Perubahan iklim bisa berkembang ke arah yang tak terduga.
B. Krisis Pangan
Dampak pemasanasan global juga mengakibatkan penguapan air sungai. Kecepatan pengeringan air merupakan fenomena menarik dan dramatis serta berlangsung cepat. perubahan yang ekstrem telah terjadi.Krisis air juga terjadi di Indonesia, berkurangnya aliran air hujan ke Daerah Air Sungai (DAS) Citarum Jawa Barat. Sungai Citarum adalah DAS terbesar di Pulau Jawa, yang menjadi sumber air paling penting bagi Jawa Barat dan Jakarta. Berkurangnya aliran ini karena dampak meningkatnya temperatur pemanasan. Kenaikan temperatur udara akan menambah kapasitas udara menyimpan uap air. Dengan kenaikan suhu akan meningkatkan curah hujan. Meskipun curah hujan yang tinggi bisa menjawab kelangkaan air, juga bisa menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.Banyak lahan pertanian yang kemudian berubah menjadi perumahan dan industri dalam pengurangan air di daerah resapan air. Begitu memperihatinkan kondisi sungai Citarum dan juga sungai-sungai di Indonesia dalam menyuplai air bagi pertanian berdampak menurunnya produksi pertanian.Penurunan hasil pangan, selain karena perubahan iklim juga lantaran meningkatnya hama dan penyakit tanaman. Ilmuwan menggambarkan bagaimana perubahan iklim akan meningkatkan ancaman hama dan penyakit tanaman. Temperatur atmosfer yang meningkat 0,8 derajat celsius selam satu abad ini. Hal inilah yang membuat hama berkembang dan bermigrasi lebih luas.Pemanasan global meningkatkan suhu, memperpendek musim hujan dan mendongkrak curah hujan. Kondisi ini mengakibatkan perubahan kondisi air, kelembapan tanah yang memiliki dampak terhadap pertanian dan akhirnya pada ketahanan pangan.Perubahan iklim mengurangi kesuburan tanah 2% sampai 8%, yang menyebabkan pengurangan proyeksi hasil beras. Selain beras, perikanan juga terancam. Permukaan air laut naik karena pemanasan global membanjiri zona pantai produksi dan mengurangi produktifitas masyarakat.Penggundulan hutan, degradasi lahan gambut, dan kebakaran hutan menempatkan Indonesia sebagai salah satu penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia bersama raksasa industri seperti Amerika, Cina dan Jepang. Sekitar 75% emisi karbon Indonesia berasal dari penggundulan hutan dan konvensi alam.Pada saat yang sama PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menisyaratkan bahwa krisi pangan juga mengancam dunia. salah satu pemicu krisis pangan itu adalah kerusakan hasil panen akibat pemanasan global.Tekanan tentu dialami Indonesia yang dilintasi khatulistiwa. Perubahan iklim yang mengakibatkan kerusakan panen yang paling menderita adalah negara-negara berkembang yang berada di dekat garis khatulistiwa.
C.Kuman Penyakit
Para ahli kesehatan berpendapat pemanasan global yang kini hadir diiringi perubahan iklim secara nyata telah meningkatkan resiko berbagai penyakit. Infeksi virus, bakteri, jamur, dan kuman pembawa penyakit lainnya diperkirakan akan meningkat.Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia seperti influensa yang dahulunya hanya muncul di musim dingin (di daerah empat musim) atau musim hujan (tropis) kini menyerang di semua musim.Ketika daerah perkotaan tergenang muncul paradok yang khas. Penduduk kehausan di tengah genangan air. Pasokan PAM (Perusahaan Air Bersih) terganggu dan tercemar.Dari situlah berjangkit berbagai penyakit diare beribu-ribu warga terserang diare. Leptospirosis menjadi penyakit kedua yang suka menumpang diantara genangan banjir.Timbulnya udara panas dan lembab menjadi kondisi yang baik serangga hidup dan berkembang biak. Nyamuk malaria, Anopheles, dan demam berdarah alias Aedes Aegypti. Kedua jenis nyamuk ini biasanya muncul pada musim pancaroba, transisi antara musim hujang dan kemarau.Kini, rentang waktu serangan kedua serangga ini hampir disepanjang tahun. Udara panas lembab berlangsung sepanjang tahun, ditambah sanitasi buruk yang selalu menyediakan genangan air bening untuk mereka bertelur. Maka, kini virus malaria yang dibawa Anopheles dan Virus dengue dari nyamuk Aedes Aegypti dapat menyerang sewaktu-waktu secara ganas.Disamping penyakit di atas, flu burung, ebola dan penyakit hewan lain yang potensial menyerang manusia. Perkembangan dan adaptasi kuman patogen itu tidak hanya dikendalikan oleh kondisi lokal, kondisi global ikut mempengaruhi. Perubahan iklim, merupakan persoalan berskala global haruslah diselesaikan di tingkat global.
D. Kebakaran Hutan
Dibeberapa tempat, temperatur udara naik cukup tinggi, termasuk pada suhu air laut, sehingga melahirkan tekanan rendah, bertiuplah angin kencang.Tiupan angin kencang berkombinasi dengan udara kering sering memantik kobaran api. Udara kering, terik matahari, dan tiupan angin juga sering mengakibatkan kebakaran hutan tropis basah. Pemanasan global yang kadang menghadirkan cuaca panas itu menambah potensi ancaman api. Diperburuk lagi dengan kebiasaan semak untuk menyiapkan lahan pertanian atau perkebunan.Kebakaran hutan itu mengusik ekosistem bumi dari dua segi. Material kayu dan serasah yang terbakar itu menghasilkan gas-gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global, asap hitam mengganggu secara langsung kehidupan manusia. Asap tersebut membawa racun dioksin yang bisa menimbulkan kanker paru dan gangguan kehamilan.
E. Gelombamg Panas di Lubang Ozon
Gejala perubahan iklim ini diwarnai pula munculnya gelombang udara panas yang tiba-tiba menyerang sejumlah daerah.Frekwensi serangan gelombang panas terasa semakin tinggi. para ahli tidak ragu untuk menghubungkan gejala tersebut dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Gas-gas rumah kaca terlanjur bertumpuk di atmosfer, dengan CO2 menyumbang porsi sampai 80%. Diantara rombongan gas rumah kaca itu terdapat karbon flour yang tinggi yang merusak lapisan ozon. Selain menyumbang intensitas global warming juga merusak lapisan ozon di pundak atmosfer.Lapisan pelindung (Ozon) kini hancur sebagian, terutama di sekitar langit Kutub Selatan. Penduduk yang tinggal di wilayah tersebut berpotensi terhadap kanker kulit akibat sengatan ultra violet.
ANALISIS
Konsumsi bahan bakar melaju tanpa henti, penumpukan CO2 di atmosfer disertai gas-gas rumah kaca lainnya, seperti Nox dan metana tak bisa terbendung.Emissions Trading/perdagangan emisi dimana dimungkinkan terjadi transaksi antara pihak yang berhasil menekan emisi karbon dengan pihak lain yang tidak bisa memenuhi kewajiban serupa. Dengan membayar ke pihak lain yang bisa memangkas karbonnya dalam jumlah setara, pihak pertama terbebas dari target penurunan emisi, mekanisme ini berlaku di kalangan sesama negara industri maju.Kerjasama antara pihak (Joint Implementation), hanya berlaku bagi negara-negara maju. Jika pihak pertama tak bisa mereduksi emisi karbonnya, ia boleh menjalin kerjasama dengan pihak kedua dalam sebuah proyek industri yang menekan emisi karbon. Kredit karbon menjadi hak pihak pertama, untuk membayar kewajibannya mereduksi emisi karbon di tempat asal.Mekanisme pembangunan bersih, clean development mechanism (CDM), ada peluang kerjasama antara negara berkembang seperti Indonesia yang tak dibebani pengurangan emisi karbon dengan negara industri yang dikenai kewajiban menurunkan emisi karbon oleh ketentuan konvensi perubahan iklim.Untuk menambah posisi tawar negara pertanian dan kehutanan di mata konvensi. Pemerintah Indonesia menggalang negara-negara empunya hutan tropis basah lewat Forum Sebelas. Upaya keras mencegah deforestifikasi tidak cukup dihargai dengan Kredit Karbon.Dalam pertemuan di Istana Bogor, Indonesia menginginkan agar menghargai peran hutan tropis. Indonesia mendesak agar alih tehnologi ramah lingkungan, environment – sound technologi dipermudah.
|
0 komentar :
Posting Komentar