Kisah Awal Kaum Bugis Di Sabah Malaysia

Add caption

Bugis Sabah adalah mengacu pada individu yang lahir dari keturunan orang Bugis di sebelah ayahnya serta keturunan Bugis juga di sebelah ibunya yang tinggal di Sabah, Malaysia. Di Sabah, bangsa Bugis telah menjadi salah satu kelompok masyarakat yang terbesar sampai sekarang. [Rujukan? ] Ini adalah rangkuman dari jumlah rakyat Indonesia berbangsa Bugis dan juga golongan bangsa Bugis yang telah menjadi bagian warga Malaysia di Sabah.

Bugis terawal di Sabah (Bugis Wajo) yang datang ketika zaman Inggris dan sebelum Sabah merdeka telah menjadi penduduk asli (Natives) di Negeri Sabah dengan menikah dgn wanita wanita lokal seperti Suluk dan Tidung. (Mereka tidak sama seperti imigran-imigran berkebangsaan Cina bersama keluarga mereka dari daratan Tiongkok). Mereka juga bukan rakyat Indonesia karena mereka bukanlah warga negara Indonesia ketika bermigrasi ke Tawau. (Negara Indonesia belum ada pada saat itu sebelum 1945 - 1949). Kenyataannya juga menurut fakta sebenarnya semua masyarakat Bugis Wajo di Tawau kini sudah bercampur keturunan mereka melalui pernikahandengan masyarakat Melayu lainnya seperti Tidung dan Suluk (yang diakui sebagai penduduk pribumi di Sabah) yang mana proses ini sudah terjadi lebih seratus tahun di Tawau.

Sebaliknya pula mayoritas Bugis yang ada di Sabah hari ini pula adalah mantan warga Indonesia (Indonesians) dan anak cucu mereka yaitu Bugis yang bermigrasi dari negara Indonesia (Bone, Enrekang, Pinrang, Rappang, Sinjai dll) tapi kini sebagian besar telah memiliki kewarganegaraan Malaysia ( khususnya di Tawau). Selain itu, berdasarkan dari catatan Departemen Imigrasi Malaysia, 70% warga Indonesia di Sabah juga adalah dari etnis Bugis. Umumnya keberadaan mereka di Sabah secara luas agak belakangan karena mereka telah tinggal di sini setelah keberadaan negara Indonesia yang merdeka setelah pada 17 Agustus 1945 yaitu akhir tahun 1960an, 1970an dan puncaknya ketika 1980an berikutnya berlanjut sampai ke hari ini [rujukan? ]. Alasan utama rakyat Indonesia ini dulunya sanggup datang sejauh ini ke Malaysia adalah atas alasan faktor ekonomi yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik di Malaysia dibandingkan di tanah air mereka. ([1])

Ada juga sedikit masyarakat Melayu Tawau yang memiliki darah Bugis (telah bercampur darah dan keturunan dengan Melayu lain melalui pernikahan) namun golongan orang-orang Melayu yang memiliki darah Bugis ini tidaklah sama dengan golongan orang-orang Bugis yang berketurunan Indonesia. Bugis Keturunan Indonesia adalah berbeda dengan masyarakat Melayu yang banyak di Tawau (wujud dari pernikahan campur di kalangan suku-suku Melayu seperti keturunan Suluk, Tidung, Iban Muslim, Arab, Jawa, Banjar dan juga keturunan Bugis sendiri khususnya Bugis Wajo.

Ini karena orang-orang Bugis asli dari Indonesia ini kurang gemar pernikahan campur dengan masyarakat Melayu lokal di Sabah.Sebaliknya mereka cenderung menikah dengan sesama sendiri (di kalangan Bugis Indonesia) dan hidup dengan mengamalkan cara hidup mereka sendiri yaitu kebiasaan dan budaya Bugis atau gaya hidup Indonesia. Mereka juga lebih suka berbicara dengan bahasa Bugis dan menggunakan logat Bugis jika berbicara dalam bahasa Melayu.

(Catatan: Masyarakat Bugis Wajo bukanlah Bugis Indonesia karena keberadaan mereka di Tawau seratus tahun dulu sebelum keberadaan negara Indonesia. Mereka juga telah menikah campur dengan masyarakat Melayu lain dan tidak tahu berbahasa Bugis dan tidak mengamalkan adat dan budaya Bugis. Penghulu Puado, Daeng Mepata ( Mustapa bin Supu) dan Pengeran Kuning adalah perantau Bugis Wajo asli dari Sengkang dan Kutei. Cucu-cicit mereka yang dikenal orang-orang Melayu adalah Dullah Salim Puado dan Ahmat Mepata.Banyak perkawinan campur antara mereka misalnya Ahmat Mepata menikah dengan bangsa Tidung dan Ampong Kerahu (cucu Puado dan Mepata telah menikah dengan cucu Kee Abdullah (Kee Safiah) pada tahun 1935.) [2]

Berdasarkan analisis sementara masyarakat Bugis di Sabah dapat dibagi menjadi 3 bagian. Pembagian kelompok etnis Bugis adalah seperti berikut: Melayu Berdarah Bugis (10%), Bugis Bertaraf Wargenegara (30%), Bugis Indonesia Bukan Bertaraf Warganegara (60%)

Tafsirannya adalah Melayu Bugis (keturunan Bugis Wajo) adalah masyarakat Melayu Tawau (campuran darah berbagai keturunan Melayu melalui pernikahan) yang memiliki darah Bugis namun tidak mengamalkan budaya Bugis dan tidak tahu berbicara bahasa Bugis. Ini karena keberadaan mereka di Sabah sudah terlalu lama (ketika penjajahan Inggris dan pendudukan Jepang) dan keturunan mereka sudah bercampur melalui pernikahan dengan keturunan Melayu yang lain seperti Tidung, Arab, Suluk, Banjar, Jawa dan Kokos. Jumlah mereka adalah sedikit dan sulit diidentifikasi karena mereka menganggap diri mereka adalah keturunan Melayu Tawau. Mereka juga hanya tahu bertutur dalam bahasa Melayu dan mengamalkan budaya Melayu.

Tafsiran Bugis Indonesia Bukan Negara pula adalah golongan pekerja Indonesia yang berbangsa Bugis yang ada di negeri Sabah. Mereka ini bertaraf warga Indonesia dan bekerja secara sah di Sabah menggunakan paspor luar negeri. Banyak yang sedang menerapkan standar kerakyatan di Putrajaya.

Sementara interpretasi Bugis Bertaraf Warganegara pula adalah kelompok imigran Indonesia yang dilahirkan di Sulawesi selatan dan datang ke Sabah (setelah tahun 1947) semata-mata untuk bekerja di perkebunan. Kemudian mereka melahirkan anak-anak di sini yang kemudian mendapat pendidikan di sekolah sekolah pemerintah dan juga universitas-universitas seluruh Malaysia termasuk Universiti Malaysia Sabah. Hari ini mereka dan anak-anak mereka yang telah dewasa telah pun mendapat upgrade warga dan berlatih bahasa lisan Melayu dan budaya Malaysia sepenuhnya. (Lihat: Ken Gotlet, Tawau The Making of a Tropical Community, Opus Publication, 2010.)

Kebanyakan masyarakat Bugis di Sabah terkonsentrasi di daerah Tawau sampai ke daerah daerah sekitarnya seperti Kunak dan Lahad Datu. Menurut sejarah Tanah melayu adalah terpercaya suku Bugis ini telah meninggalkan Kepulauan Sulawesi menuju ke Pulau Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan dan Borneo sejak abad ke-16. [3] Masa kini ada puluhan ribu warga Indonesia yang berbangsa Bugis berada di Tawau dan berkontribusi tenaga mereka yang diperlukan untuk kemajuan Negeri Sabah.

Suku Bugis merupakan salah satu etnis yang ada di dalam kelompok ras multi bangsa di negeri Sabah. Kebanyakan suku ini telah menetap di pantai Timur Sabah yaitu di daerah Tawau, Semporna, Kunak dan Lahad Datu.

Dari aspek sosial, suku ini lebih terkenal dengan kerabat pangkat kerajaan (keturunan dara), mementingkan soal status individu dan persaudaraan sesama keluarga. Dari segi perkawinan, suku ini lebih suka menjalin perkawinan dengan keluarga terdekat dan perceraian pula merupakan hubungan sosial yang sangat tidak disukai oleh suku ini karena meruntuhkan hubungan kekeluargaan dan bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Pada dasarnya, suku ini sebagian besar beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku Bugis menggunakan dialek sendiri dikenal sebagai 'bahasa Ugi' dan memiliki tulisan huruf Bugis yang disebut "karakter" Bugis "lontara". Karakter ini telah ada sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.

Sejarah kedatangan suku Bugis di Sabah (Tawau khususnya) terkait dengan sejarah eksplorasi Tawau. Adalah terpercaya suku ini telah meninggalkan Kepulauan Sulawesi menuju ke Pulau Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan dan Borneo sejak abad ke-16 lagi.

Tahun 1840 dijadikan sebagai fakta kokoh untuk menyatakan tempat awal eksplorasi Tawau oleh suku Bugis. Penempatan awal oleh suku Bugis ini dimulai di daerah yang dikenal sebagai Ranggu. Ini berarti suku Bugis sudah menjelajahi daerah Tawau dan membuat Ranggu sebagai salah satu tujuan untuk perjalanan ke Indonesia menjadi pedagang dan membawa buruh ke perkebunan milik pemerintah Inggris ketika itu. Apapun, Ranggu didirikan oleh nenek Penghulu KK Salim di Kampung Sungai Imam, Bombalai.

Kemudian seorang lagi bangsa Bugis dari kerabat kerajaan Bone bernama Petta Senong menetap di Sungai Imam, Bombalai. Usaha mereka ketika itu adalah sebagai orang upahan kepada Pemerintah Sulu untuk menghapus sebanyak mungkin bajak laut yang bergerak di perairan Laut Sulu, Borneo.

Kemudian, beberapa daerah baru terus ditelusuri oleh suku Bugis dan daerah yang termasuk dalam situs pembangunan Kota Tawau. Antara suku Bugis yang terlibat dalam eksplorasi kota Tawau adalah Puang Ado, Daeng Mappata, Wak Neke, Wak Gempe dan Haji Osman.

Konsep seri masiri (malu, menjaga martabat) yang dikaitkan dengan kata-kata suku Bugis antara lainnya:

-  "... aja mumaelo 'nabetta taue makkalla ricappa'na lete'ngnge".

Maksud terjemahannya: Janganlah engkau ingin didahului orang menginjakkan kaki di ujung titian (Janganlah engkau ingin didahului orang lain untuk mengambil rezeki).

- "... NAIA riasengage 'to warrani maperengnge narekko moloio roppo-roppo ri laommu, rewekko paimeng sappa laleng molai"

Maksud terjemahannya: Yang disebut orang berani ialah yang kuat dan unggul bertahan, Jikalau engkau menghadapi rintangan berat yang engkau tak dapat lalui atau atasi, kembalilah memikirkan jalan atau cara untuk mengatasinya.

Intinya Indonesia dan Malaysia adalah bersaudara kembar #KataAsrul

Baca: PM. Malaysia Najib Tun Razak adalah Keturunan Bugis, baca diSini

Sumber: 

http://ms.wikipedia.org/wiki/Bugis_di_Sabah
Dikutip dari kertas Proyek Penelitian "Keterlibatan Politik Suku
Kaum Bugis Satu Kasus Ulasan di N.46 Merotai, Tawau "oleh Nordin Bula.
(Perpustakaan Daerah Tawau, PO Box 775, 91008 Tawau, No.Tel / Fax: 089-760632)

https://portalbugis.wordpress.com

Topik Terkait [Related Post]