Siri - Malu Orang Bugis_dok.Asrul |
Sebenarnya, Siri’ tidak hanya dikenal
dalam wacana budaya Bugis-Makassar, tetapi juga di kalangan Suku Toraja dan
Mandar yang mendiami daratan Sulawesi Selatan. Kendati demikian, dalam catatan
ini, dengan tidak mengurangi eksistensi dua suku bangsa lainnya di daerah ini,
hanya mengetengahkan suku Bugis-Makassar. Telah lama orang-orang Bugis-Makassar
memegang teguh Siri’ (rasa malu / harga diri). Bahkan Siri’ sudah merupakan
inti kebudayaan Sulawesi Selatan. Menjadi inspirasi dari setiap gerak langkah
orang-orang Bugis-Makassar kapan dan di manapun dia berada.
Sebagai inti kebudayaan, Siri’ jelas
tampak dalam karakter dan kepribadian orang-orang Bugis-Makassar. Meski begitu,
ada kecenderungan Siri’ mengalami penyempitan makna dan makin kabur aplikasinya
di tengah masyarakat sendiri. Akibatnya, Siri’ kadang terlupakan dan
dikesampingkan dalam soal-soal pelayanan publik.
Kondisi ini menimbulkan bertambahnya
pelaku kejahatan korupsi, misalnya. Mengapa? Karena Siri’ hanya diidentikkan
dengan pertumpahan darah. Siri’ dalam konteks ini tampaknya baru berlaku ketika
seseorang sudah menganggap dirinya dipermalukan.
Padahal sesungguhnya, dengan berlaku
baik–paling tidak–bisa menghindari kelakuan yang oleh masyarakat dipandang
buruk, atau bertentangan dengan hukum yang berlaku, juga merupakan implementasi
Siri’ sebagai perlambang tegaknya sebuah harga diri. Harga diri sebagai
orang-orang Sulawesi Selatan. Sebab, hanya disebut manusia jika seseorang
memiliki Siri’
MAKNA SIRI’ NA PACCE’ DI MASYARAKAT
BUGIS-MAKASSAR
Dalam budaya Sulawesi Selatan (Bugis,
Makassar, Mandar dan Tana Toraja) ada sebuah istilah atau semacam jargon yang
mencerminkan identititas serta watak orang Sulawesi Selatan, yaitu Siri’ Na
Pacce. Secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri), sedangkan
Pacce atau dalam bahasa Bugis disebut Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras,
Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut
merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas
dan empati).
Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau
Bugis, bermakna “malu”. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak
tega” atau “kasihan” atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau
Makassar mempunyai empat kategori, yaitu (1) Siri’ Ripakasiri’, (2) Siri’
Mappakasiri’siri’, (3) Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), dan (4)
Siri’ Mate Siri’.
Kemudian, guna melengkapi keempat struktur
Siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse menduduki satu tempat, sehingga membentuk
suatu budaya (karakter) yang dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.
Siri’ Ripakasiri’
Adalah Siri’ yang berhubungan dengan
harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Siri’
jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena
taruhannya adalah nyawa.
Sebagai contoh dalam hal ini adalah
membawa lari seorang gadis (kawin lari). Maka, pelaku kawin lari, baik
laki-laki maupun perempuan, harus dibunuh, terutama oleh pihak keluarga
perempuan (gadis yang dibawa lari)karena telah membuat malu keluarga.
Contoh lainnya adalah kasus kekerasan,
seperti penganiayaan atau pembunuhan dimana pihak atau keluarga korban yang
merasa terlanggar harga dirinya (Siri’na) wajib untuk menegakkannya kembali,
kendati ia harus membunuh atau terbunuh. Utang darah harus dibalas dengan
darah, utang nyawa harus dibalas dengan nyawa.
Dalam keyakinan orang Bugis/Makassar
bahwa orang yang mati terbunuh karena menegakkan Siri’, matinya adalah mati
syahid, atau yang mereka sebut sebagai Mate Risantangi atau Mate Rigollai, yang
artinya bahwa kematiannya adalah ibarat kematian yang terbalut santan atau
gula. Dan, itulah sejatinya Kesatria.
Tentang ini hal ini, oleh Hakim Pidana
(orang-orang Belanda) di zaman penjajahan dahulu tidak bisa mengerti mengapa
orang Bugis/Makassar begitu bangga dan secara kesatria mengakui di depan
persidangan pidana bahwa dia telah melakukan pembunuhan berencana, meski
diketahuinya bahwa ancaman pidananya sangat berat jika dibandingkan dengan
pembunuhan biasa (pembunuhan yang tidak direncanakan sebagaimana diatur dalam
pasal 338 KUHP). Secara logika, memang orang lain tidak dapat mengerti hal
tersebut, kecuali bagi mereka yang telah paham akan makna Siri’ yang
sesungguhnya.
Agar dapat mengetahui tentang bagaimana
penting menjaga Siri’ untuk kategori Siri’ Ripakasiri’, simaklah falsafah
berikut ini. Sirikaji nanimmantang attalasa’ ri linoa, punna tenamo siri’nu
matemako kaniakkangngami angga’na olo-oloka. Artinya, hanya karena Siri’ kita
masih tetap hidup (eksis), kalau sudah malu tidak ada maka hidup ini menjadi hina
seperti layaknya binatang, bahkan lebih hina daripada binatang.
Siri’ Mappakasiri’siri’
Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos
kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko
siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang
masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka
siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan
membuat malu (malu-maluin).
Bekerjalah yang giat, agar harkat dan
martabat keluarga terangkat. Jangan jadi pengemis, karena itu artinya membuat
keluarga menjadi malu-malu atau malu hati.
Hal yang terkait dengan Siri’
Mappakasiri’siri’ serta hubungannya dengan etos kerja yang tinggi adalah
cerita-cerita tentang keberhasilan orang-orang Bugis dan Makassar di
perantauan.
Dengan dimotori dan dimotivasi oleh
semangat siri’ sebagaimana ungkapan orang Makassar, “Takunjunga bangun turu’
naku gunciri’ gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya.” Artinya, begitu
mata terbuka (bangun di pagi hari), arahkan kemudi, tetapkan tujuan ke mana
kaki akan melangkah, pasang tekad “Lebih baik tenggelam daripada balik haluan
(pulang ke rumah) sebelum tercapai cita-cita.” Atau, sekali layar terkembang
pantang biduk surut ke pantai, sebelum tercapai pulau harapan.
Selain itu, Siri’ Mappakasiri’siri’ juga
dapat mencegah seseorang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum,
nilai-nilai moral, agama, adat istiadat dan perbuatan-perbuatan lainnya yang
dapat merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
Salah satu falsafah Bugis dalam
kehidupan bermasyarakat adalah “Mali’ siparampe, malilu sipakainga”, dan “Pada
idi’ pada elo’ sipatuo sipatokkong” atau “Pada idi pada elo’ sipatuo
sipatottong”. Artinya, ketika seseorang sanak keluarga atau kerabat tertimpa
kesusahan atau musibah maka keluarga yang lain ikut membantu. Dan, kalau
seseorang cenderung terjerumus ke dalam kubangan nista karena khilaf maka
keluarga yang lain wajib untuk memperingatkan dan meluruskannya.
Siri’ Tappela’ Siri’ (Makassar) atau
Siri’ Teddeng Siri’ (Bugis)
Artinya rasa malu seseorang itu hilang
“terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan
telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat
tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang
telah ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika
si berutang ternyata tidak menepati janjinya, itu artinya dia telah
mempermalukan dirinya sendiri.
Orang Bugis atau orang Makassar yang
masih memegang teguh nilai-nilai Siri’, ketika berutang tidak perlu ditagih.
Karena, tanpa ditagih dia akan datang sendiri untuk membayarnya.
Siri’ Mate Siri’
Siri’ yang satu berhubungan dengan iman.
Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yang mate siri’-nya adalah orang
yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang
seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa
disebut sebagai bangkai hidup yang hidup.
Betapa hina dan tercelanya orang seperti
ini dalam kehidupan masyarakat. Aroma busuk akan tercium di mana-mana. Tidak
hanya di lingkungan Istana, di Senayan, bahkan di tempat-tempat ibadah juga bau
busuk akan terasa menyengat. Korupsi, kolusi dan nepotisme, jual beli putusan,
mafia anggaran, mafia pajak serta mafia-mafia lainnya, akan senantiasa mewarnai
pemberitaan media setiap harinya. Nauzubillahi min-dzalik.
Pacce (Bugis: Pesse)
Pacce atau Pesse adalah suatu tata nilai
yang lahir dan dianut oleh masyarakat Bugis/Makassar. Passe lahir dan
dimotivasi oleh nilai budaya Siri’ (malu). Contoh, apabila seorang anak durhaka
kepada orangtuanya (membuat malu keluarga) maka si anak yang telah membuat malu
(siri’) tersebut dibuang dan dicoret dalam daftar keluarga. Namun, jika suatu
saat, manakala orangtuanya mendengar, apalagi melihat anaknya menderita dan
hidup terlunta-lunta, si anak pun diambilnya kembali. Malu dan tidak tega
melihat anaknya menderita.
Punna tena siri’nu pa’niaki paccenu.
Artinya meski anda marah karena si anak telah membuat malu keluarga, lebih
malulah jika melihat anakmu menderita. Jika Anda tidak malu, bangkitkan rasa
iba di hatimu (Paccenu). Anak adalah amanah Allah, jangan engkau sia-siakan.
Pacce’ dalam pengertian harfiahnya
berarti “ pedih “, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih,
perikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal.
Jadi, pacce’ adalah perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam
kalbu yang dpaat merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap
hidup) orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce’ diarahkan
keluar dari dirinya, sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya. Siri’ dan
pacce’ inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam pergaulan
sehari-hari sebagai “ motor “ penggerak dalam memanifestasikan pola-pola
kebudayaan dan sistem sosialnya.
Melalui latar belakang pokok hidup siri’
na pacce’ inilah yang menjadi pola-pola tingkah lakunya dalam berpikir, merasa,
bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang
manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Antara siri’ dan
pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak
dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.
Dengan memahami makna dari siri’ dan
pacce’, ada hal positif yang dapat diambil sebagai konsep pembentukan hukum
nasional, di mana dalam falsafah ini betapa dijunjungnya nilai-nilai
kemanusiaan – berlaku adil pada diri sendiri dan terhadap sesama – bagaimana
hidup dengan tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Membandingkan konsep
siri’ dan pacce’ini dengan pandangan keadilan Plato (428-348 SM) yang mengamati
bahwa justice is but the interest of the stronger (keadilan hanya merupakan
kepentingan yang lebih kuat)
Nyanyian Pelaut Bugis_dok.Asrul |
Nilai adalah hal yang yang sangat
dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan dan dalam konteks hukum, nilai ini
merupakan sesuatu yang menjadi landasan atau acuan dalam penegakan hukum, nilai
ini hidup dalam suatu masyarakat dan menjadi falsafah hidup dalam masyarakat
tertentu. Masyarkat Bugis mempunyai falsafah hidup yang sangat dijunjungnya
yaitu siri’ na pacce’.
Siri’ na pacce’ dalam masyarakat Bugis
sangat dijunjung tinggi sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan, dan hal
ini juga berlaku dalam aspek ketaatan masyakarat terhadap aturan tertentu
(hukum), dengan pemahaman terhadap nilai (siri’ na pacce’) ini sangat
mempengaruhi masyakarat dalam kehidupan hukumnya.
Siri’ yang merupakan konsep kesadaran
hukum dan falsafah masyarakat Bugis-Makassar adalah sesuatu yang dianggap
sakral . Siri’ na Pacce (Bahasa Makassar) atau Siri’ na Pesse’ (Bahasa Bugis )
adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Bugis-Makassar
dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya kata itu, sehingga
apabila seseorang kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada
lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang
Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e (seperti
binatang). Petuah Bugis berkata : Siri’mi Narituo (karena malu kita hidup).
Dengan adanya falsafah dan ideologi
Siri’ na pacce/pesse, maka keterikatan dan kesetiakawanan di antara mereka
mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain.
Konsep Siri’ na Pacce/pesse bukan hanya
di kenal oleh kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan
Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi
ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.
Baca: Aksara atau Lontara Bugis Makassar Klik di Sini
0 komentar :
Posting Komentar