Nuzul Al-Quran dan Perubahan Sosial
Menyambut 17 Ramadhan .....dst.... Malam Lailatul Qadar.
by: H.Asrul Hoesein
Setiap tanggal 17 Ramadhan kita memperingati hari turunnya Al-Quran. Pada paruh kedua bulan Ramadhan di antara bilangan hari ganjil (17, 19, 21, 23, 25, 27 dan 29) diyakini sebagai malam yang mulia yaitu lailatul qadar yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Memperingati malam turunnya al-Quran adalah hal yang sangat baik dilakukan karena dengan itu diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan kita terhadap kitab yang diturunkan oleh Allah ini. Acara-acara yang dilakukan oleh sebahagian kaum muslimin dalam rangka memperingati peristiwa turunnya wahyu mencakup tabligh akbar, musabaqah, diskusi, memberikan bantuan kepada anak yatim, fakir miskin dlsb.
Setiap kali bulan Ramadhan mendatangi setiap tahun, kita menyambut dengan gembira. Sebuah perubahan sedang mengampiri dan akan berlangsung. Kalimat Iqra ( bacalah ! ) - sebuah kalimat singkat dan sarat makna dari ayat –ayat al-Quran yang pertama kali diterima Rasulullah SAW, mencanangkan gaung perubahan. Perubahan sosial tidak akan berlangsung tanpa didahului dengan membaca.
Apakah Allah tidak mengetahui bahwa Muhammad SAW adalah orang yang buta huruf ? Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Lantas mengapa perintah membaca diberikan kepada seseorang yang tidak pernah membuka buku maupun menggoreskan pena sebelumnya? Kesempatan ini terlalu sempit untuk menjawabnya.
Namun satu hal yang menjadi pertimbangan bahwa membaca kondisi kehidupan tidak mensyaratkan kemampuan membaca tulisan. Seorang yang hidup dengan kemurnian nurani akan mampu membaca keadaan masyarakat, apakah sudah sesuai antara keadaan yang ada (das sein) dengan keadaan yang seharusnya (das solen). Ketidakmampuan Muhammad SAW membaca tulisan tidaklah mengahalangi beliau dalam membaca keadaan realitas ummat. Bahkan kejelian beliau dalam membaca tak tertandingi oleh seorang cendikiawan yang paling cerdas sekalipun pada masa itu.
Beliau menyadari betul bahwa ummat berada dalam kegelapan selubung kebodohan dan kepicikan. Kerendahan moral merupakan kebanggan, sebaliknya kebaikan dan kepedulian dianggap sebagai kelemahan. Keculasan dan penghianatan dianggap sebagai kecerdikan, sementara kejujuran dan pembelaan dianggap kebodohan. Kemunafikan dan kepalsuan adalah strategi politik yang legal sementara ketulusan sedikitpun tidak dihargai bahkan dicampakkan. Batapa gamblang terbaca oleh Rasulullah SAW bahwa keadaan masyarakat saat itu dalam keadaan yang kacau tak menentu, sementara di lain pihak, kaum cendikiawan Makkah pada masa itu menutup mata terhadap realitas tersebut.
Wahyu pertama turun menandai dilantiknya beliau sebagai seorang utusan Allah menjawab kegelisahan intelektual beliau. Pada Al-Quran ada jawaban segala problema ummat. Allah yang menciptakan alam semesta dan juga manusia, tentu Allah yang mengatur segalanya. Allah Yang maha Mengetahui, tentu tahu apa dan bagaimana problematika hamba-hambaNya dan memberi jalan keluar baginya.
Rasulullah SAW menerima al-quran melalui Jibril a.s; kemudian tertanam dengan kokoh dalam dada beliasu SAW. Kemudian beliau SAW mendiktekan ayat demi ayat kepada para sahabat dan memerintahkan agar bacaan itu dituliskan pada lembar-lembar daun kayu dan batu. Tulisan tersebut kemudian dihafalkan dan kemudian tersimpan di dalam hati masing-masing sahabat Rasulullah. Hafalan tersebut tidak menjadi sekedar hafalan, namun menjadi penghias kesadaran mereka. Dari kesadaran tersebut kemudian diturunkan menjadi perkataan, perbuatan dan sikap mereka. Demikianlah, karena masing-masing pribadi telah bersikap dan bertindak Qurani, maka terciptalah masyarakat yang Qurani yaitu masyarakat yang mentradisikan Al-Quran di tengah-tengah kehidupan mereka dengan mengikuti bimbingan Rasulullah SAW.
Sekarang ini al-Quran telah turun kepada kita. Apakah masyarakat Qurani sebagaimana Madinah Yang Gemilang pada masa Rasulullah SAW juga telah turun kepada kita ?
Malam Nuzul Al-Quran adalah malam turunnya Al-Quran menjadi nilai-nilai dalam kehidupan. Insan Rabbani akan terbentuk dengan pembinaan pola fikir, sikap dan penataan kehidupan yang Qurani. Itu bila benar-benar Nuzulul Quran sebagai peringatan. Namun bila Peringatan Malam Nuzulul Quran sebagai sekedar upacara belaka, kita telah menurunkan bahkan menjatuhkan nilai Al-Quran sebagaimana diprediksi Rasulullah SAW : “akan datang suatu zaman bagi manusia… tidak tinggal pada al-Quran melainkan tulisan belaka”.
Dewasa ini kita menghadapi krisis yang multi dimensi. Kebijakan dalam menangani permasalahan sosial yang menumpuk malah berekses pada timbulnya tumpukan masalah baru lagi. Hal ini akan terus menjadi lingkaran setan jika yang menangani permasalahan ummat bukanlah orang-orang yang cerdas secara rohani, yang meyakini bahwa dengan Al-Quran akan selesai segala permasalahan ummat. Bila kita mengabaikan al-Quran, kita akan rugi sendiri.
Memperingati malam turunnya al-Quran adalah hal yang sangat baik dilakukan karena dengan itu diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan kita terhadap kitab yang diturunkan oleh Allah ini. Acara-acara yang dilakukan oleh sebahagian kaum muslimin dalam rangka memperingati peristiwa turunnya wahyu mencakup tabligh akbar, musabaqah, diskusi, memberikan bantuan kepada anak yatim, fakir miskin dlsb.
Setiap kali bulan Ramadhan mendatangi setiap tahun, kita menyambut dengan gembira. Sebuah perubahan sedang mengampiri dan akan berlangsung. Kalimat Iqra ( bacalah ! ) - sebuah kalimat singkat dan sarat makna dari ayat –ayat al-Quran yang pertama kali diterima Rasulullah SAW, mencanangkan gaung perubahan. Perubahan sosial tidak akan berlangsung tanpa didahului dengan membaca.
Apakah Allah tidak mengetahui bahwa Muhammad SAW adalah orang yang buta huruf ? Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Lantas mengapa perintah membaca diberikan kepada seseorang yang tidak pernah membuka buku maupun menggoreskan pena sebelumnya? Kesempatan ini terlalu sempit untuk menjawabnya.
Namun satu hal yang menjadi pertimbangan bahwa membaca kondisi kehidupan tidak mensyaratkan kemampuan membaca tulisan. Seorang yang hidup dengan kemurnian nurani akan mampu membaca keadaan masyarakat, apakah sudah sesuai antara keadaan yang ada (das sein) dengan keadaan yang seharusnya (das solen). Ketidakmampuan Muhammad SAW membaca tulisan tidaklah mengahalangi beliau dalam membaca keadaan realitas ummat. Bahkan kejelian beliau dalam membaca tak tertandingi oleh seorang cendikiawan yang paling cerdas sekalipun pada masa itu.
Beliau menyadari betul bahwa ummat berada dalam kegelapan selubung kebodohan dan kepicikan. Kerendahan moral merupakan kebanggan, sebaliknya kebaikan dan kepedulian dianggap sebagai kelemahan. Keculasan dan penghianatan dianggap sebagai kecerdikan, sementara kejujuran dan pembelaan dianggap kebodohan. Kemunafikan dan kepalsuan adalah strategi politik yang legal sementara ketulusan sedikitpun tidak dihargai bahkan dicampakkan. Batapa gamblang terbaca oleh Rasulullah SAW bahwa keadaan masyarakat saat itu dalam keadaan yang kacau tak menentu, sementara di lain pihak, kaum cendikiawan Makkah pada masa itu menutup mata terhadap realitas tersebut.
Wahyu pertama turun menandai dilantiknya beliau sebagai seorang utusan Allah menjawab kegelisahan intelektual beliau. Pada Al-Quran ada jawaban segala problema ummat. Allah yang menciptakan alam semesta dan juga manusia, tentu Allah yang mengatur segalanya. Allah Yang maha Mengetahui, tentu tahu apa dan bagaimana problematika hamba-hambaNya dan memberi jalan keluar baginya.
Rasulullah SAW menerima al-quran melalui Jibril a.s; kemudian tertanam dengan kokoh dalam dada beliasu SAW. Kemudian beliau SAW mendiktekan ayat demi ayat kepada para sahabat dan memerintahkan agar bacaan itu dituliskan pada lembar-lembar daun kayu dan batu. Tulisan tersebut kemudian dihafalkan dan kemudian tersimpan di dalam hati masing-masing sahabat Rasulullah. Hafalan tersebut tidak menjadi sekedar hafalan, namun menjadi penghias kesadaran mereka. Dari kesadaran tersebut kemudian diturunkan menjadi perkataan, perbuatan dan sikap mereka. Demikianlah, karena masing-masing pribadi telah bersikap dan bertindak Qurani, maka terciptalah masyarakat yang Qurani yaitu masyarakat yang mentradisikan Al-Quran di tengah-tengah kehidupan mereka dengan mengikuti bimbingan Rasulullah SAW.
Sekarang ini al-Quran telah turun kepada kita. Apakah masyarakat Qurani sebagaimana Madinah Yang Gemilang pada masa Rasulullah SAW juga telah turun kepada kita ?
Malam Nuzul Al-Quran adalah malam turunnya Al-Quran menjadi nilai-nilai dalam kehidupan. Insan Rabbani akan terbentuk dengan pembinaan pola fikir, sikap dan penataan kehidupan yang Qurani. Itu bila benar-benar Nuzulul Quran sebagai peringatan. Namun bila Peringatan Malam Nuzulul Quran sebagai sekedar upacara belaka, kita telah menurunkan bahkan menjatuhkan nilai Al-Quran sebagaimana diprediksi Rasulullah SAW : “akan datang suatu zaman bagi manusia… tidak tinggal pada al-Quran melainkan tulisan belaka”.
Dewasa ini kita menghadapi krisis yang multi dimensi. Kebijakan dalam menangani permasalahan sosial yang menumpuk malah berekses pada timbulnya tumpukan masalah baru lagi. Hal ini akan terus menjadi lingkaran setan jika yang menangani permasalahan ummat bukanlah orang-orang yang cerdas secara rohani, yang meyakini bahwa dengan Al-Quran akan selesai segala permasalahan ummat. Bila kita mengabaikan al-Quran, kita akan rugi sendiri.
0 komentar :
Posting Komentar