Tingkatkan Peran Multifungsi Masjid
Berkurangnya fungsi masjid sebagai pusat kegiatan umat, antara lain disebabkan pengalaman sejarah. Dulu, ada kelompok tertentu memanfaatkan masjid sebagai kegiatan makar. Menurut Menteri Agama RI, M Maftuh Basyuni, ada kelompok berbisik di masjid, sehingga orang trauma memanfaatkan masjid sebagai sarana dakwah dan kegiatan sosial lainnya.
Akibatnya, ada orang merasa takut memanfaatkan masjid untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan dakwah. Takut dicurigai berbuat makar. Kenyataan ini harus dihapus dan kembali memanfaatkan masjid seoptimal mungkin sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. “Yang penting adalah pengawasannya sehingga kehadiran masjid benar-benar bermanfaat sesuai dengan fungsinya,” ujarnya. Hidupnya syiar di masjid juga bisa digunakan untuk mengatisipasi penyalahgunaan masjid.
Berikut ini wawancara Republika bersama kantor berita Antara dengan mantan duta besar RI untuk Arab Saudi yang bercita-cita menjadi pengasuh pondok pesantren ini:
Bagaimana Anda melihat fungsi masjid saat ini?
Sekarang fungsi masjid mengalami degradasi. Seusai umat melaksanakan kegiatan shalat, penjaga masjid cepat-cepat menutup pintunya. Tak ada lagi kegiatan di tempat suci itu. Hal ini sangat memprihatinkan, karena fungsi masjid sesungguhnya tak sebatas untuk shalat dan ibadah ritual saka. Masjid itu Multipurpose. Di masa Rasulullah, masjid jadi sentral kegiatan umat. Bahkan juga menjadi tempat untuk memutuskan suatu perkara atau pengadilan.
Hal ini tidak hanya terjadi di sini saja. Di Madinah juga begitu. Dulu ada halaqoh-halaqoh untuk pembelajaran. Kini tidak banyak lagi. Apalagi pemerintah juga lebih memokuskan pendidikan di sekolah-sekolah. Di Makkah juga demikian.
Mengapa bisa terjadi demikian?
Di masa lalu, ada beberapa masjid yang dicurigai sebagai tempat berbuat makar. Memang ada kelompok-kelompok yang suka “berbisik-bisik” di masjid, dan ini pantas dicurigai. Ini perlu dilihat lagi, siapa yang salah? Yang menutup masjid, atau yang berbisik-bisik dan memanfaatkan masjid untuk hal-hal yang kontraproduktif? Jadi yang ingin saya garisbawahi, sepanjang itu untuk kepentingan umat, untuk kemaslahatan bersama, maka masjid harus dibuka lebar-lebar.
Sepinya masjid bisa karena daya tarik masjid itu memudar, bukan? Kita lihat televisi-televisi kita deh. Televisi yang menyajikan tayangan yang beragam yang dicari pemirsa. Begitu juga masjid. Ada daya tarik kalau pengurusnya memberi kegiatan-kegiatan yang menarik bagi jamaah. Di Pemalang, ada gerakan untuk merintis ini. Masjid dijadikan pusat kesehatan, pemberdayaan umat, pendidikan balita, dan kemaslahatan masyarakat sekitar. Ini sangat bagus dan harus didukung.
Salah satu tujuan gerakan kembali ke masjid adalah untuk mencegah hal-hal yang negatif itu?
Antara lain, iya. Tidak menutup kemungkinan masjid disalahfungsikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Buruk sangka memang tidak boleh, tapi waspada perlu. Apalagi bila ada orang asing di daerah itu tiba-tiba datang dan menggunakan masjid untuk tujuan yang lain. Yang seperti ini gampang ditengarai kok. Kalau ada kelompok pemuda di masjid, lalu kita dekati mereka terdiam, ini patut diwaspadai.
Namun gerakan kembali ke masjid sekarang ini jangan dicurigai sebagai salah satu upaya membangkitkan gerakan makar, karena sejak zaman Nabi Muhammad, Rasulullah SAW, fungsi masjid tak berubah yaitu sebagai tempat ibadah seperti shalat, di samping juga untuk kegiatan ekonomi, politik, dan sosial lainnya. Masjid harus diramaikan dengan kegiatan yang positif.
Gerakan ini baru sekadar imbauan dari Anda atau sudah menjadi program departemen?
Itu sudah menjadi program kita, dan kami masih terus melakukan koordinasi. Ujung tombak kita kan Kantor Urusan Agama (KUA). Ke depan, kami ingin lembaga ini concern terhadap hal itu, bukan sekadar mengurusi nikah, talak, dan rujuk saja. Memang, harus diakui, makin menyusutnya peran masjid juga disebabkan kuatnya pengaruh globalisasi dewasa ini. Masyarakat cenderung menghabiskan waktu menyaksikan tayangan televisi, mencari informasi lewat media massa dan ikut pendididkan yang bersifat formal.
Dalam keadaan demikian, sesungguhnya fungsi masjid bisa dijadikan sebagai benteng moral masyarakat dari berbagai pengaruh akibat globalisasi. Sudah waktunya umat Islam bangkit, memelihara dan memulihkan citra diri sebagai Muslim, dengan cara ikut gerakan kembali ke masjid.
Apa wujud gerakan kembali ke masjid itu?
Gerakan kembali ke masjid, bukan sekedar mendatangi masjid. Atau membiasakan shalat di masjid. Gerakan kembali di sini hendaknya dimaknai membina kehidupan sebagai pribadi, keluarga dan umat agar selalu terpaut dengan kesucian, kebenaran, ketundukan jiwa kepada Al Khalik, serta kesetaraan derajat manusia.
Dewasa ini, gerakan kembali ke masjid dapat dijuga dimaknai sebagai upaya peningkatan ekonomi masyarakat. Kegiatan pemberdayaan ekonomi berbasis masjid, seperti baitul mal, unit pelayanan zakat infak dan sedekah. Jadi, masjid menyimpan potensi umat yang sangat besar. Jika digerakan secara optimal, akan meningkatkan kesejahteraan umat. Minimal bagi jamaah masjid itu sendiri. Dalam konteks ini, tentunya para pengurus masjid diharapkan dapat bersikap bijaksana dalam menghadapi perbedaan khilafiah di kalangan umat sepanjang perbedaan itu menyangkut persoalan dibenarkan di dalam agama.
Sebab, di mana pun keberadaan masjid, kehadirannya tak sekedar menjadi lambang kesatuan umat dalam beribadah dan bermuamalah. Imam masjid dan da'i harus pandai menyikapi masalah khilafiah, yang begitu gampang menyebabkan umat, terutama kalangan awam, terpecah dan ukhuwah Islamiyah jadi rusak.
Masjid adalah milik seluruh umat Islam. Karena itu pantaslah masjid dijadikan sebagai pusat pencerahan umat dalam memahami dan mengamalkan Islam secara kaffah(menyeluruh). Untuk itu, para pengelola masjid perlu memahami bahwa masjid bukan sekedar lambang kesatuan umat, tetapi juga memelihara silaturahim, sebagai pusat dakwah dan syiar Islam yang menimbulkan simpati, kedamaian dan ketentraman bagi lingkungannya.
Sumber: Republika Online
0 komentar :
Posting Komentar