BERMINAT memiliki kedai kopi? Coffee Stop PT Semesta Selaras
menyediakan paket waralaba kopi berkonsep outdoor. Target pasarnya
adalah konsumen kalangan menengah ke bawah di daerah-daerah yang ramai.
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
Jangan
langsung berpikir bahwa waralaba ini menjual kopi instan yang diseduh
dengan air panas atau dicampur es. Meski menyasar kelas bawah, bahan
baku Coffe Stop tetap saja kopi kelas premium. Sebut saja kopi jawa,
kopi toraja dan kopi mandailing.
"Kualitas kopinya premium tapi harganya lebih murah karena modal minimumnya lebih kecil dan kami menggunakan kopi lokal," ungkap Ario Herdianto, Manajer Operasional PT Semesta Selaras.
Semesta Selaras mulai menawarkan waralaba Coffe Stop pada pertengahan tahun 2008. Modal awalnya sebesar Rp 75 juta. Dengan dana sebesar itu, mitra akan mendapatkan booth atau konter yang berdiri di areal seluas 2 m x 2 m, mesin pembuat kopi alias coffee maker, kulkas, cangkir kopi, dan baju karyawan.
Oh, iya, ada juga pelatihan yang akan diberikan selama tiga bulan. Meski begitu, tidak tertutup kemungkinan bagi calon investor untuk mendirikan gerai berupa tenda yang dilengkapi meja dan kursi. Namun, investor harus menyediakan semua itu sendiri. Setiap bulan investor juga harus membayar management fee sebesar Rp 1 juta.
Dalam sistem waralaba Coffee Stop, tidak ada biaya royalti dan ongkos kirim bahan baku untuk pengiriman setiap minggu. Setelah hampir setahun menawarkan waralaba, Coffe Stop sudah memiliki 19 konter yang ada di beberapa SPBU Pertamina dan di Alfa Midi. Konter tersebut murni milik Semesta Selaras. Adapun, konter yang merupakan milik terwaralaba baru ada enam buah.
Menurut pengakuan Ario, dalam sehari konter Coffe Stop bisa menjual sekitar 30 cangkir kopi dengan harga mulai dari Rp 9.900 - Rp 17.900 per cangkir.
Coffe Stop menawarkan minuman kopi dengan beragam variasi. Misalnya, espresso, cappucino, almond, mocacino dan latte. Jika dibanding dengan harga minuman yang ditawarkan oleh waralaba kedai kopi asing, produk coffee stop itu jelas lebih murah.
Menurut Alexander Anandita, salah satu terwaralaba Coffee Stop, terwaralaba juga mesti merogoh kocek sebesar Rp 10 juta untuk mengurus survei lokasi dan kebutuhan lain. Meski sudah tiga bulan menjalankan waralaba tersebut, ia baru membayar Rp 55 juta kepada pewaralaba. Untungnya, Semes-ta Selaras mengizinkan Tito, sapaan akrab Alexander, untuk mencicil sisanya.
“Mereka belum menagih karena usaha saya masih berjuang untuk mapan,” kata Tito. Ia menerima paket berupa sebuah booth dengan empat set bangku, sebuah payung tenda, dan seperangkat perlengkapan pembuat kopi. Tak ketinggalan bahan baku awal untuk memulai bisnisnya, seperti kopi sebanyak 15 pak yang masing-masing berisi 250 gram, delapan botol sirup dengan beragam rasa, gula cair, susu, coklat, mint, dan lain-lain.
Bisnis yang baru seumur jagung itu tentu belum bisa langsung memberikan keuntungan. Pernah dalam sehari Tito hanya berhasil menjual 3 gelas kopi. Kenyataan pahit itu sempat membuatnya ingin segera mengakhiri bisnis. Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Jika dihitung-hitung, sejak buka hingga saat ini Tito sudah menjual sekitar 540 gelas kopi dengan beragam rasa.
Laba bersih sekitar Rp 4 juta pun mengalir ke kantongnya. Keuntungan itu membuat lelaki yang sempat menjadi sopir angkot ini bertekad melanjutkan bisnisnya. Malah, ia berencana akan membuka satu konter lagi di Banten. “Untuk menutupi pengeluaran, saya mengurangi jam kerja dari 24 jam menjadi 14 jam," ujar dia.
Ia juga hanya mempekerjakan satu tenaga pengawas dan dua barista alias peracik kopi. Dengan segala usaha tadi, ia berharap bisa segera balik modal dalam waktu setahun.
Sumber : kontan.co.id
Ref: Member http://www.connecti.biz/index.php"Kualitas kopinya premium tapi harganya lebih murah karena modal minimumnya lebih kecil dan kami menggunakan kopi lokal," ungkap Ario Herdianto, Manajer Operasional PT Semesta Selaras.
Semesta Selaras mulai menawarkan waralaba Coffe Stop pada pertengahan tahun 2008. Modal awalnya sebesar Rp 75 juta. Dengan dana sebesar itu, mitra akan mendapatkan booth atau konter yang berdiri di areal seluas 2 m x 2 m, mesin pembuat kopi alias coffee maker, kulkas, cangkir kopi, dan baju karyawan.
Oh, iya, ada juga pelatihan yang akan diberikan selama tiga bulan. Meski begitu, tidak tertutup kemungkinan bagi calon investor untuk mendirikan gerai berupa tenda yang dilengkapi meja dan kursi. Namun, investor harus menyediakan semua itu sendiri. Setiap bulan investor juga harus membayar management fee sebesar Rp 1 juta.
Dalam sistem waralaba Coffee Stop, tidak ada biaya royalti dan ongkos kirim bahan baku untuk pengiriman setiap minggu. Setelah hampir setahun menawarkan waralaba, Coffe Stop sudah memiliki 19 konter yang ada di beberapa SPBU Pertamina dan di Alfa Midi. Konter tersebut murni milik Semesta Selaras. Adapun, konter yang merupakan milik terwaralaba baru ada enam buah.
Menurut pengakuan Ario, dalam sehari konter Coffe Stop bisa menjual sekitar 30 cangkir kopi dengan harga mulai dari Rp 9.900 - Rp 17.900 per cangkir.
Coffe Stop menawarkan minuman kopi dengan beragam variasi. Misalnya, espresso, cappucino, almond, mocacino dan latte. Jika dibanding dengan harga minuman yang ditawarkan oleh waralaba kedai kopi asing, produk coffee stop itu jelas lebih murah.
Menurut Alexander Anandita, salah satu terwaralaba Coffee Stop, terwaralaba juga mesti merogoh kocek sebesar Rp 10 juta untuk mengurus survei lokasi dan kebutuhan lain. Meski sudah tiga bulan menjalankan waralaba tersebut, ia baru membayar Rp 55 juta kepada pewaralaba. Untungnya, Semes-ta Selaras mengizinkan Tito, sapaan akrab Alexander, untuk mencicil sisanya.
“Mereka belum menagih karena usaha saya masih berjuang untuk mapan,” kata Tito. Ia menerima paket berupa sebuah booth dengan empat set bangku, sebuah payung tenda, dan seperangkat perlengkapan pembuat kopi. Tak ketinggalan bahan baku awal untuk memulai bisnisnya, seperti kopi sebanyak 15 pak yang masing-masing berisi 250 gram, delapan botol sirup dengan beragam rasa, gula cair, susu, coklat, mint, dan lain-lain.
Bisnis yang baru seumur jagung itu tentu belum bisa langsung memberikan keuntungan. Pernah dalam sehari Tito hanya berhasil menjual 3 gelas kopi. Kenyataan pahit itu sempat membuatnya ingin segera mengakhiri bisnis. Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Jika dihitung-hitung, sejak buka hingga saat ini Tito sudah menjual sekitar 540 gelas kopi dengan beragam rasa.
Laba bersih sekitar Rp 4 juta pun mengalir ke kantongnya. Keuntungan itu membuat lelaki yang sempat menjadi sopir angkot ini bertekad melanjutkan bisnisnya. Malah, ia berencana akan membuka satu konter lagi di Banten. “Untuk menutupi pengeluaran, saya mengurangi jam kerja dari 24 jam menjadi 14 jam," ujar dia.
Ia juga hanya mempekerjakan satu tenaga pengawas dan dua barista alias peracik kopi. Dengan segala usaha tadi, ia berharap bisa segera balik modal dalam waktu setahun.
Sumber : kontan.co.id
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar