Asrul dan Diana di Lam Wah Ee Hospital Kota Penang, Malaysia (dok-2016) |
Medical Tourism Program atau Program Wisata Berobat sangat memungkinkan hal tersebut diatas terjadi dan sesungguhnya harus dilaksanakan di Indonesia, dengan berbagai kekuatan dan peluang yang ada, antara lain:
Peluang dan Kekuatan serta Output Program:
- SDM yang siap.
- Destinasi Wisata yang sangat memadai di Indonesia.
- Sumber devisa baru dan/atau mendatangkan dan menambah devisa. Karena Indonesia akan menjadi pelaku industri bukan menjadi pasar bagi produk atau pelayanan atas jasa medical tourism ini dari luar negeri, yang selama ini menggerus devisa negara. Karena begitu banyaknya warga negara Indonesia yang berobat ke luar negeri. Sebut misalnya di Singapore, Penang Malaysia, Thailand dan sampai ke Amerika dan Eropa.
- Masyarakat Indonesia dengan mudah dan terjangkau dalam pelayanan kesehatan dan pariwisata.
Hambatan:
- Pemerintah harus buka akses ke dunia usaha, dalam dan luar negeri
- Manfaatkan dengan benar dana-dana CSR (corporate socail responsibility), hentikan mempermainkan dana-dana untuk masyarakat tersebut.
- Pemerintah dan Pemda Kabupaten dan Kota masih banyak mempermainkan dana-dana CSR
Kelemahan:
- Korupsi Indonesia masih mendarah daging, ini menjadi kelemahan dan penghambat terbesar program Medical Tourism ini. Segera stop korupsi
- Pengelola rumah sakit di Indonesia, terkesan dan diduga memperdagangkan pasien.
- Destinasi wisata tidak dikelola secara profesional dan sustainable.
[Kemudahan] Infrastruktur dan pelayanan dalam Program Medical Tourism, antara lain:
- Transfortasi (Darat, laut dan udara)
- Berbagai macam alternatif rumah sakit dan tempat berobat dalam satu wilayah dan prasarana dan sarana lainnya, termasuk apotik, pengobatan alternatif dll.
- Destinasi Wisata
- Kesiapan Akomodasi (Hotel, Apartemen, Condominium)
- Berbagai pilihan dan standar restoran, kuliner dll.
- Keamanan maksimal dan Keramahan masyarakat setempat.
- Kecepatan pelayanan dalam semua bentuk jasa.
- Lokasi sebaiknya ditempatkan di sebuah pulau dalam satu provinsi atau kabupaten dan kota.
- Sistem pelaksanaan, untuk memudahkan pembangunan dan kreativitas pelayanan, bisa pola regional managemen dan regional marketing (antar daerah atau antar negara)
Diana di Lam Wah Ee Hospital Kota Penang, Malaysia (dok-2016) |
--------->
Membangkitkan
Wisata Medis
Perkembangan pola kehidupan masyarakat turut
mempengaruhi penyesuaian diri masyarakat terhadap sosial-lingkungan. Ketika
suatu yuridiksi dalam negara tidak lagi menjadi suatu pembatas dalam pergaulan
internasional, maka akan memiliki impact yang banyak dalam lini kehidupan.
Fenomena yang cukup menarik saat ini, yaitu berbagai strategi marketing untuk
menarik minat konsumen. Salah satu konsumen yang memiliki pasar besar yaitu
konsumen kesehatan Indonesia.
Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 248 Juta
jiwa , nampaknya akan menjadi sasaran pasar yang berpotensi besar. Menjelang
diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah seharusnya ada formulasi
maupun regulasinya di Indonesia.
Surabaya yang merupakan salah satu kota besar di
Indonesia dalam perhelatan Surabaya Health Season yang berlangsung dari 12
April sampai dengan 31 Mei 2015 isu tersebut mencuat begitu kuat dan dipertegas
oleh Walikota Surabaya.
“Apakah hal tersebut mungkin terlaksana ? “
Wisata Medis
Proyeksinya ke depan, traveling itu tidak hanya
sekedar jalan-jalan saja, namun sekalian berobat. Filosofi tersebutlah yang
dikembangkan oleh konsep ‘medical tourism’. Bahkan di Negara-negara Asia konsep
tersebut sudah banyak dikembangkan. Tiongkok menjadi tujuan bagi pencangkokan
organ, untuk operasi plastik banyak yang memilih Korea Selatan dan Thailand
popular sebagai tempat memperbaiki geligi dan mengencangkan kulit wajah. Pada
saat ini, setidaknya lebih dari 600 ribu pasien Indonesia yang berobat ke luar
negeri dan menghabiskan biaya paling tidak 20 triliun Rupiah tiap tahunnya.
Jumlah yang cukup fantastis di tengah sulitnya ekonomi saat ini.
Khusus untuk Singapore dan Malaysia saya ingin
membahasnya khusus. Di kedua Negara tersebut sudah mempersiapkan dengan baik
konsep wisata medis dan menyediakan layanan senyaman mungkin untuk pasien yang
berasal dari Indonesia. Sehingga, banyak warga Negara dengan ekonomi mapan
lebih memilih untuk mempercayakan kesehatannya di Singapore maupun Malaysia.
Pada prinsipnya, berbicara mengenai pelayanan
kesehatan (health care) menyangkut nilai-nilai bio-psikososial yang
memungkinkan kondisi pasien secara sosial dan psikologis cukup baik yang akan
membuat tubuh rileks dan mengalami detoksifikasi.
Hospitality dan Hospital
Dua kata tersebut terlihat sama tapi memiliki
perbedaan makna. Bagi saya, konsep ‘medical tourism’ harus memperhatikan benar
perpaduan dua kata tersebut. Rumah Sakit (Hospital) yang harus di buat senyaman
mungkin layaknya hotel (Hospitality) dengan kondisi lingkungan maupun sosial
yang medukung penyembuhan.
Rumah sakit harus dikembalikan fungsi utamanya untuk
menyembuhkan (healing) orang sakit bukan lagi tempat yang menyeramkan bagi
pasien.
Pada aspek SDM Kesehatan Indonesia, khususnya tenaga
medis sudah sangat baik dari skill maupun kemampuan problem solver, hal
tersebut tidaklah cukup tanpa didukung oleh kebijakan pemerintah maupun
penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang.
Untuk menjadi suatu destinasi wisata medis tidak hanya
bicara kualitas rumah sakit saja maupun kualitas SDM Kesehatannya. Ada aspek
lain yang juga berpengaruh, seperti masalah tarif dan sarana pendukung seperti
koneksi dengan pelaku biro perjalanan.
Harga pengobatan di Indonesia belum bisa kompetitif
dibanding negara tetangga. Untuk skala Asia misalnya, biaya pengobatan di
Malaysia dan India masih lebih murah. Faktor tingginya harga dipengaruhi oleh
mahalnya pajak untuk peralatan maupun obat-obatan di Tanah Air.
Sementara untuk koneksi, perlu keterkaitan antara
banyak lembaga seperti kementerian perhubungan, Kementerian Hukum dan HAM untuk
imigrasi. Urusan orang yang sakit hendaknya dipermudah untuk pengurusan visa
maupun penjemputan di bandara agar bisa mendapat penanganan cepat.
Kalau orang sakit di Malaysia bebas visanya 90 hari,
kalau negeri ini masih 30 hari. Kemudian di sana ambulance bisa masuk ke
bandara untuk jemput orang sakit, kalau di sini mesti mengurus izin dulu dan
itu lama. Tak pelak kondisi ini membuat lebih banyak masyarakat Indonesia
memilih berobat ke luar negeri. Seperti halnya warga Sumatera Utara, kerap
lebih memilih berobat ke Malaysia daripada ke Jakarta.
Selain karena ongkos lebih murah, akses lebih cepat
dari bandara ke rumah sakit, juga karena biaya murah dalam pengurusan dokumen
karena adanya konektivitas dengan biro perjalanan. Di sana semua sudah diurus
biro perjalanan, mereka tidak bingung lagi mencari rumah sakit, penginapan,
bahkan visa dan paspor juga diuruskan. Jadi sebagian besar di sana medical check
up sambil berpesiar, tidak hanya berobat tapi rekreasi.
Faktor kunci tersebut belum dimiliki Indonesia. Bicara
wisata medis tidak cukup hanya mendorong keunggulan rumah sakit, tapi juga
perlu pertimbangan soal cost, dan jaminan kemudahan.Indonesia dapat
mengembangkan potensi besar yang dimilikinya. Perlu kerjasama semua pihak tidak
hanya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata serta pelaku usaha
terkait.
Sudah saatnya Indonesia bukan hanya dikenal sebagai
Negara konsumen, harus juga dikenal sebagai negara produsen maupun provider
untuk memperkuat bangsa.
Kiriman: Sahabat
Oleh: Zuardin
Dosen Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA Surabaya
Dosen Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA Surabaya
Sumber: Klik di Sini.
0 komentar :
Posting Komentar