Indonesia Butuh Badan Pengelola Sampah Nasional (dok-Asrul) |
Bila setuju Ayo Tanda Tangan Petisi di SINI.Serta mengamati gonjang-ganjing lintas kementerian bersama mitra-mitranya (asosiasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pemerhati atau komunitas lainnya) dalam urusan sampah, senyatanya belum menemukan solusi valid yang bisa dipertanggungjawabkan. Sampai Presiden Joko Widodo turun tangan menanganinya. Itupun sudah beberapa kali rapat terbatas kabinet tentang masalah sampah ini. Terakhir kemarin rapat terbatas (ratas) Kabinet Kerja Jokowi-JK membahas Penataan "revitalisasi" Sungai Citarum di Graha Wiksa Pranti, Puslitbang Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR, Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/1/2018). yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo didampingi oleh Wapres Jusuf Kalla. Hadir pula Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menperin Airlangga Hartarto, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, dan Jaksa Agung HM.Prasetyo.
Pada siang harinya didahului Rapat Koordinasi Sosialisasi Program dan Persiapan Ratas Kabinet Tentang Penataan Sungai Citarum di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (16/1/2018). Rapat dipimpin oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Hadir pada acara itu Menko Polhukam Wiranto, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, para bupati dan walikota, Kodam III Siliwangi, Kapolda Jawa Barat dan sejumlah komunitas masyarakat.
Sampah Menjadi Urusan Seksi Lintas Menteri ?!
Sungguh seksi urusan sampah ini, sehingga tiga menteri koordinator (Menko Ekonomi, Menko Maritim dan Menko Polhukam) ikut membahasnya. Termasuk beberapa kementerian lainnya, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi/UKM. Dulunya hanya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sebagai leading sector), Kementerian PUPera dan Kementerian Dalam Negeri. Maka berdasarkan kondisi ini, memang sangat jelas dibutuhkan sebuah badan khusus dalam penanganan sampah ini.
Sungguh ironis, begitu banyak kementerian yang mengurus masalah sampah ini. Walau sebenarnya "masalah sampah" ini sangatlah mudah diselesaikan bila stakeholder punya niat kuat, jujur dan mengikuti amanat atau arah regulasi yang ada.
Kenapa ribet atau menjadi susah ? Karena kepentingan oknum tertentu yang menjadi pemicu utama masalah ini. Sesungguhnya bukan masalah teknis atau masalah di masyarakat. Tapi masalah justru terdapat pada karakter "negatif" para pengelola di birokrasi, yang tidak sempurna menjalankan regulasi persampahan serta regulasi turunannya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq: Ditjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) yang kurang beres dalam menangani bidangnya. Ini yang kami amati serius sejak UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, yang diberlakukan secara efektif pada tahun 2013. Celakanya, pada ahir-ahir ini, kementerian lainnya yang ikut menangani sampah sepertinya terbius pula oleh "keinginan" oknum-oknum di KLHK yang stag dalam menuntaskan masalah sampah tersebut.
Regulasi persampahan di Indonesia sudah cukup bagus dan pro rakyat, namun dalam pelaksanaannya belum menemui jalan terbaik karena sepertinya ada unsur kesengajaan didalamnya (pembiaran). Pemerintah dan pemerintah daerah belum melaksanakan dengan konsisten dan bertanggungjawab perihal regulasi persampahan antara lain UU.18-2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan PP.81-2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, serta regulasi penunjang lainnya.
[Terlampir YouTube rekaman pada saat Rapat Penyederhanaan Proses Perizinan, Prosedure dan Persyaratan di Bidang Utilitas (Pengelolaan Sampah, Air Limbah, Drainase dan Utilitas Lainnya) Tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor Menko Ekonomi Klik di "Asrul Bicara Sampah di Menko Ekonomi"] Semua ini tidak ada follow up. Oknum pemerintah dan pemda kabupaten dan kota di Indonesia sepertinya sangat takut mengelola sampah berdasar regulasi sampah yang ada tersebut.
Semoga Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, Menkopolhukam Wiranto, Menko Kemaritiman, Menko Ekonomi dan kementerian terkait lainnya memahami dan mengevaluasi kondisi yang diduga mengarah pada "pikiran dan tindakan" yang koruptif. Birokrasi butuh revolusi mental. Mental yang rusak dalam tata kelola sampah. Bukan masyarakat atau teknologi yang bermasalah dalam menyikapi sampah, tapi oknum birokrasi pengelola negara yang bermasalah besar dan berbahaya bila dibiarkan.
Sampah tidak boleh lagi full diangkut ke Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) tapi harus habis dikelola atau di daur ulang di Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS) atau pada sumber timbulan sampah. Perubahan manajemen dan mekanisme dari TPS menjadi TPST-3R (terpadu). Artinya tidak boleh ada pengelolaan sampah terpusat di setiap Kab/Kota di TPA (setidaknya diminimalisir), harus tersebar di setiap Kelurahan/Desa dan berbasis masyarakat. Pengelolaan sampah menggunakan metode Sentralisasi Desentralisasi (Pola Inti Plasma).
Bila sampah ini dikelola sesuai regulasi persampahan atau melibatkan langsung masyarakat sebagai eksekutor dalam pengelolaan pekerjaan (ada Hak dan Kewajiban) maka dipastikan pengelolaan sampah akan berhasil guna dan sustainable serta akan tercipta usaha baru atau sumber ekonomi baru di masyarakat (termasuk akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan) di seluruh Indonesia. Karena sampah adalah sebuah investasi. Sampah bukan momok yang harus di takuti dan di jauhi, tapi harus didekati sebagai sahabat dan penolong. Sebuah mata rantai kehidupan yang tidak terputus.
Badan Pengelola Sampah Nasional (BPSN)
Agar terjadi sinergitas dalam pengelolaan manajemen dan anggaran persampahan, Presiden Joko Widodo diharapkan segera membentuk Badan Pengelola Sampah Nasional, Dengan alasan saat ini terjadi tumpang-tindih lintas kementerian dalam mengurus sampah, namun tetap tidak fokus. Terjadi over lapping antara lintas kementerian itu sendiri serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kacau balau, siapa berbuat apa.
Terjadi parsial dalam menemukenali masalah dan bingung membuat solusi, sehingga terjadi pemborosan waktu dan anggaran. Fakta, sudah beberapa kali rapat terbatas kabinet dan rapat lintas menteri, hasilnya nihil. Tidak ada follow up yang berarti. Malah hanya menghasilkan resistensi bila ada kebijakan yang muncul. Kebijakan pemerintah (KLHK) yang penulis koreksi/gugat antara lain seperti; Dana Kompensasi Warga Terdampak TPA, Pembangunan dan Pengelolaan TPA yang tidak sesuai norma atau SNI-TPA, Pelaksanaan Adipura yang diduga terjadi pembohongan publik, Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) pada tahun 2016 ini diduga terjadi unsur korupsi yaitu penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan/atau diduga memperkaya diri atau orang lain atau kelompok tertentu atas kebijakan KPB dari Kementerian LHK (KPB ini masih sementara proses, belum tuntas masalahnya). Termasuk pula Perpres 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembagnunan PLTSa di Tujuh Kota. telah digugat oleh Komunitas Nasional Tolak Bakar Sampah (penulis atau penerbit petisi ini merupakan salah satu diantara penggugat) di Mahkamah Agung (MA) dan MA mencabut Perpres PLTSa tersebut pada ahir tahun 2016.
BPSN ini sebagai remote control pelaksanaan regulasi, mengelola program dan manajemen serta merekomendasi teknologi dan sinergi pasar produk atas hasil kelola sampah dan yang utama menjaga agar tidak terjadi "pemubaziran" anggaran serta prasarana dan sarana persampahan.
Kesimpulan: Adanya usulan pembentukan BPSN ini melalui petisi kepada Presiden Republik Indonesia (Tahap 1 Tahun 2015, Tahap 2 Tahun 2016 dan Tahap 3 Tahun 2018), karena sepertinya saat ini pemerintah dan pemerintah daerah (provinsi/ Kab/Kota) belum eksis dan jujur menjalankannya, nampak pemerintah daerah masih mengelola sampah dengan paradigma lama (konvensional), karena terjadi pembiaran oleh pemerintah pusat (KLHK), diduga ada kesengajaan yang terstruktur dan massif.
Agar lebih fokus, profesional dalam pengelolaan sampah. Maka harus ada lembaga khusus yang eksis menangani persampahan di Indonesia. Segera bentuk BPSN untuk menjalankan fungsi regulasi secara terstruktur dan terukur serta tidak korupsi.
#SolusiSampahHuluBukanHilir
Jakarta, 17 Januari 2018
H. Asrul Hoesein (Green Indonesia Foundation)
Jakarta-Indonesia
(08119772131, 081287783331)
0 komentar :
Posting Komentar