Asrul Saat Berada di Pantai Suku Wawiyai, Raja Ampat, Papua Barat |
Sampah identik kotor dan bau menyengat, dicibir karena katanya tidak
berguna lagi, dijadikan momok, agar terjadi ketakutan yang luar biasa
dan mendalam. Bahwa merusak lingkunganlah, tidak bisa terurai, dst. dst.
Tapi kenapa bisa jadi sexy saat ini ? kenapa mereka mencerca dan
menikmatimu, khususnya pada orang atau kelompok yang mengerumunimu
seperti semut merah (Baca: Pecundang) yang mendekati gula (Baca:
sampah). Namun senyatanya kamu bukan sampah, tapi kamu gula.....
Subahanallah. Cuma mereka berpura-pura saja mengatakan bahwa kamu si
sampah sangat susah diurus, bla..bla..bla. Padahal mereka berpikir dan
bertindak paradox, sesungguhnya mau memonopoli urusanmu.
Benar
sexy, yaaa benarlah Bro and Sis !!! Tadinya, kementerian yang fokus atau
leading sector sampah dan limbah adalah Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, ada sedikit campur tangan dengan Kementerian PUPera dan
Kementerian Dalam Negeri (kemendagri setahun lalu sepertinya menarik
diri dengan dicabutnya Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah), seharusnya Mendagri Pak Tjahjo Kumolo
harus mencabut kembali aturan itu, lumpuh pemerintah daerah kabupaten
dan kota bila tidak punya pedoman internal. Mereka kesusahan dalam
mensinergikan kondisi lokal dan induk regulasi (hal ini sudah saya
paparkan pada Rapat Penyederhanaan Proses Perizinan, Prosedure dan
Persyaratan di Bidang Utilitas (Pengelolaan Sampah, Air Limbah,
Drainase dan Utilitas Lainnya) pada tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Klik di "Asrul Bicara Sampah di Menko Ekonomi"]
Tapi semua ini tidak ada follow up. Oknum pemerintah dan pemda
kabupaten dan kota di Indonesia sepertinya sangat takut mengelola sampah
bila berdasar regulasi sampah yang ada. Bolelah, tiga kementerian ini
bisa disebut semua mengurus sampah, walau masing-masing berjalan sesuai
kehendak dan kepentingannya, hasilnya sampah tetap tidak terkendali.
Nah
sekarang, bukti sexinya bahwa sekitar 2 (dua) tahun belakangan ini
(2016, 2017 plus masuk 2018), wah semakin ramai saja kementerian
mengurus sampah (entahlah karena diajak ramai, meminta ramai atau
kepingin ramai), padahal kasian juga, umumnya oknum di
kementerian-kementerian itu kurang memahami hal-ihwal persampahan dan
problematikanya, paling saling copas bahan presentase, dibawa ke ruang
satu dan ruang lainnya, untuk membahas masalah dan menemukan solusi.
Umumnya mereka-mereka itu tidak memahami masalah, ini fakta saya
saksikan sendiri bila menghadiri pertemuan pembahasan sampah di
kementerian. Heboh kelihatan pertemuannya, tapi outputnya sungguh
membuat miris, zero solusi. Berbagai masukan diberikan pada forum-forum
resmi dan tidak resmi, tapi semua tidak dibahas lagi. Mungkin karena
tidak sesuai kehendaknya. Sungguh sangat koruptif dunia persampahan
ini.
Tidak bisa bayangkan bahwa bagaimana suasana pembicaraan
dalam rapat terbatas kabinet kerja bersama Presiden Joko Widodo dan
Wapres Jusuf Kalla. Apa sih yang dikemukakan oleh para menteri-menteri
terkait itu ?! Namun bisa dianalisa dari hasil rapat kabinet melalui
keterangan pers atau berita-berita dari media, bahwa tentu yang
disalahkan atau bermasalah adalah rakyat dan perusahaan. Kacau balau
negara ini, Astagafirullah. Semoga para stakeholder kembali sadar untuk
berjalan diatas rel kebenaran dan kejujuran dalam mengurus atau
mengelola sampah ini.
- Kementerian LHK
- Kementerian Dalam Negeri.
- Kementerian PUPera
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian ESDM
- Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi.
- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
- Kementerian Koperasi/UKM.
- Kementerian Keuangan
- Kementerian Koordinator Bidang Polhukam
- Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN, ini sangat penting bergabung. Tapi kenapa tidak masuk ?
- Menyusul; Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pariwisata, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Menteri Desa/PDT dll, Tunggu saja, ke depan pasti lebih heboh lagi.
- BPPT
- Perguruan Tinggi.
- Badan Penanaman Modal.
- TNI Angkatan Laut.
- BPKN
- Kadin Indonesia, APRINDO, YLKI, dll
- Asosiasi (banyak macam jenis asosiasi)
- Lembaga non asosiasi atau komunitas juga sangat banyak.
- Paling banyak "ahli atau pemerhati sampah dadakan", hanya berguru pada mbah google. Ada juga memang ahli di bidangnya, tapi selaka, karena jual diri dengan murah. Ini yang banyak merusak system karena sifatnya ABS dan AIS saja, tidak punya data dan riset, baik dalam maupun luar negeri. Tapi peran mereka cukup strategis sebagai penyokong atau pembenar atas oknum-oknum jahat di birokrasi dan pengusaha. Bagi teman-teman yang tergolong disini, mari kembali ke jalan yang benar. Hentikanlah sandiwaramu yang sungguh mencelakakan rakyat Indonesia. Gunakan ilmu dan pengetahuanmu dengan baik dan benar. Insya Allah akan dapat berkah yang halal dari segala pintu yang dijanjikan oleh Tuhan YMK. Jangan sekap diri Anda. Kami cukup paham bahwa banyak sahabat atau teman se profesi di persampahan yang masuk pada golongan ini, sehingga Anda merasa terkekang oleh ruang dan waktu. Anda pasti dipenuhi rasa malu, malu pada sampah khususnya sebelum malu pada sesama manusia. Mari dahulukan atau berorientasi pada "proses" jangan berorientasi pada "hasil". Yakin bila orientasi pada proses, hasilnya tidak pernah salah sasaran.
Sesunggunya
Presiden Jokowi sudah sangat gerah melihat kondisi ini, paham akan
pembantu-pembantunya serta pemda kabupaten dan kota menyaksikan
ketidakmampuannya dalam mengelola dan mengatasi sampah dan limbah ini.
Coba kita simak dan fahami kalimat dan teguran pedas nan tajam Presiden Joko Widodo
pada Ratas Kabinet Kerja membahas Penanggulangan Sungai Citarum di
Bandung (16/1/18) "Ini bukan rapat yang pertama, sudah 14 kali.
Sebelumnya dipimpin Pak Menko Maritim," kata Jokowi. Ini kalimat teguran
keras dari seorang presiden. Bukan petani di desa yang bicara. Tapi
seorang Presiden Republik Indonesia yang cerdas dan paham masalah
"koruptif" ini. Ingat bahwa Pak Jokowi itu pernah jadi Walikota Solo,
jadi sangat mengetahui lika-liku urusan sampah oleh SKPD atau dinas
terkait.
Beberapa tahun lalu sejak UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah berlaku efektif pada tahun 2013. Kami dari Green Indonesia Foundation "selalu dan selalu" mendorong
sekaligus memberi solusi pada pemerintah pusat, khususnya pada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq: Ditjen Pengelolaan
Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3 KLHK), malah sebelumnya, saat Kementerian
Lingkungan Hidup masih berstatus Kementerian Negara, sudah penulis hadir
di area penguasa sampah tertinggi di republik ini (KLHK) itu. Tapi
rupanya solusi cerdas berbasis regulasi yang penulis sumbangkan untuk
bangsa dan negara, sepertinya tidak laris-manis disana. Malah ujungnya
dijauhi dan penulis dianggap ada dan tiada, atau dianggap musuh.
Subahanallah. Begitu korupkah republik ini ???
Asrul dan Prof. Dr. Balthasar Kambuaya Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup |
Sebenarnya bagi penulis, tidaklah heran dengan banyaknya kementerian
dan lembaga bergabung saat ini. Kenapa ? Prediksi penulis jauh sudah
membayangkan kondisi akan banyak campur tangan kementerian, bila suatu
waktu Kementerian LHK sebagai leading sektor lalai, egosentris dan
ngeyel dalam mengurus sampah. Ini tanda yang kami amati dan pelajari
perkembangannya sampai sekarang. Malah dugaan penulis ini, sempat kami
sampaikan dalam sebuah pertemuan tidak resmi, atau sedikit curhat
problematika sampah Indonesia dengan Pak Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, M.B.A
(mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup era Presiden RI Ke-6 Soesilo
Bambang Yudhoyono), waktu itu beliau masih sebagai menteri di Rujab
Ketua DPD-RI (28/7/2014) di kawasan Widya Chandra, Jakarta
Selatan. Saat itu sempat kami sampaikan ide perlunya sebuah badan yang
khusus mengurus atau menangani persampahan di Indonesia. Sedikit catatan
bahwa, pada masa Pak Kambuaya, era Bank Sampah dimulai dan marak
berdiri di Indonesia. Dimana pada saat itu diterbitkan Permen LH No.13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah. Namun anehnya Permen LH ini sepertinya sudah dilacikan pula oleh Kementerian LHK dibawah kepemimpinan Menteri LHK Dr. Siti Nurbaya Bakar.
Sehingga apa yang kita saksikan dewasa ini, Bank Sampah yang dikelola
oleh kelompok masyarakat sudah kehilangan arah dan bentuknya. Ada Bank
Sampah yang eksis, itupun atas endorse secara parsial oleh oknum-oknum
pemerintah dan pemda atas biaya negara. Seharusnya Bank Sampah yang
berbasis komunal (masyarakat) yang harus dikembangkan, agar teraplikasi
pengelolaan sampah kawasan. Sebagaimana amanat regulasi tersebut. Dimana
outputnya, sampah akan selesai di sumber timbulannya, tanpa harus
dibawa ke TPA, artinya stop sampah ke TPA. Ini merupakan paradigma baru
dalam tata kelola sampah yang berkelanjutan.
Fakta yaitu tahun 2015 (tepatnya 7 April) penulis sudah buat Petisi Ke Presiden Joko Widodo
untuk membentuk sebuah Badan Pengelola Sampah Nasional (BPSN), menyusul
Petisi tahun 2016, lalu berlanjut ke Petisi tahun 2018 kemarin ini),
penulis buat dan terbitkan kemarin (17/1.18) sebagai petisi ke-3 dengan
substansi yang sama. Muncul petisi ke-3 ini, karena ikut gerah juga
adanya Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet Kerja Jokowi-JK yang membahas
permasalahan sampah dan limbah yang terbuang dan mencemari Sungai Citarum, Bandung, Jawa Barat (16/1/18).
BPSN
ini diharapkan terbentuk agar kementerian dan lembaga tersebut jangan
berserak tapi bersatu dalam ikatan batin yang sama untuk mengurus sampah
secara benar dan bertanggungjawab. Bila memang mau ramai, sekali ramai
saja. Kelihatan sekarang bersatu, tapi saya sangat paham bahwa mereka
sungguh tidak satu visi, misi dan strategi, kecuali lipstik belaka.
Mereka bersatu secara semu saja. Sangat kami paham siapa "Lakon Pentas"
masalah ini ?! Intinya terjadi kesenjangan antara Kementerian LHK dan
seluruh kementerian lainnya. Ini yang menjadikan permasalahan sampah
tiada henti. Si Lakon Pentas pula saat ini, mungkin sudah ragu dan
bimbang, karena baunya sudah terasa dan secara fisikly sudah terpantau
jelas. Sudah terlalu banyak permasalahan yang timbul, akibat ulah si
Lakon Pentas.
Terasa lucu dan ngeri kalau menghadiri seminar,
rapat, FGD dll. Karena semua narasumber bicara sekehendaknya (sesuai
bidang). Tapi kesimpulan tetap ada pada si Lakon Pentas itu, artinya
pertemuan itu hanya formalitas belaka. Paling heboh seperti penulis,
kebetulan biasa pula diundang sebagai narasumber (memang dikenal sangat
vokal dan pembangkang), paling hanya satu kali di undang menjadi
narasumber, selanjutnya turun ke laut saja. Karena semua paparan penulis
tidak masuk akal dan keinginan si Lakon Pentas dan mitra-mitranya itu.
Tapi apa lacur, si Lakon Pentas juga bingung kan ?! Namun kami tetap
yakin dan optimis bahwa kebenaran tetap akan hadir pada ruang dan
waktunya serta begitupun sebaliknya. Tuhan YMK tidak pernah tidur
mengawasi gerak langkah terkasihnya yang bernama manusia.
Anda mau
tahu analisa dan perkembangan petisi saya dan analisa kinerja lintas
kementerian dan lembaga tersebut diatas, sekaitan dengan carut marut
persampahan di Indonesia, ikuti tulisan-tulisan saya tentang
problematika sampah Indonesia, sebagian silakan buka link dibawah ini:
- Catatan untuk Presiden Jokowi Terkait Revitalisasi Sungai Citarum
- Petisi Presiden Jokowi, Indonesia Butuh Badan Persampahan
- Change Presiden Joko Widodo "Bentuk Badan Pengelola Sampah Nasional"
Pesan Kepada Para Menteri Koordinator Serta Menteri Terkait
Kepada
seluruh stakeholder sampah Indonesia, lebih khusus seluruh Menteri
Koordinator dan Menteri terkait lainnya. Bahwa urusan pemerintah pusat
hanya fungsi kebijakan, buatlah kebijakan pro rakyat atau pro regulasi,
janganlah masuk pada urusan teknis. Ingat urusan teknis persampahan ada
pada pemerintah daerah kabupaten dan kota. Karakteristik dan volume
sampah setiap daerah berbeda. Pemerintah pusat Jangan paksakan sebuah
kebijakan yang berbasis teknis dan konglomerasi, cukup merekomendasi
teknis secara umum saja. Biarkan pemerintah daerah yang memilih
teknologinya sesuai kemampuan dan kearifan lokal daerah yang
bersangkutan. Bila dipaksakan, tentu akan menuai resistensi. Sebagaimana
resistensi yang terjadi pada penolakan Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2016
tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di
tujuh kota (Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya
dan Makassar), dan telah dicabut oleh Mahkamah Agung. Pembatalan Perpres
18/2016 seharusnya memberi pelajaran pada pembuat kebijakan agar
mempersiapkan perangkat pengendalian potensi pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan dari pengelolaan sampah di Indonesia agar
berwawasan lingkungan, mendorong pemilahan dan pengelolaan sampah di
sumber timbulannya, minimisasi sampah, daur ulang dan circular economy
serta mengadopsi pendekatan zero waste.
Jakarta, 18 Januari 2018
Salam Indonesia Bersih, Sehat dan Hijau
Asrul Hoesein (08119772131, 081287783331)
0 komentar :
Posting Komentar