Wilayah DAS Citarum Jawa Barat (dok-Asrul) |
Menurut
rencana sore malam hari ini (Selasa, 16 Januari 2018), Presiden Joko Widodo akan mengadakan Rapat Terbatas (Ratas)
Kabinet Kerja untuk Penanganan atau Penanggulangan "revitalisasi"
Sungai Citarum Jawa Barat dari Limbah dan Sampah Domestik di Gedung PUPR Jalan
Turangga Kota Bandung. Ratas akan dihadiri sejumlah menteri kabinet kerja
Jokowi-JK, juga akan dihadiri Gubernur Jawa Barat dan sejumlah Bupati dan
Walikota se Jawa Barat.
Sungai
Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di propinsi Jawa Barat.
Keberadaan sungai ini sangat penting dan mempengaruhi hidup dan kehidupan
masyarakat disekitarnya, malah air sungai Citarum ini sampai masyarakat se
Jabodetabekjur. Pemanfaatan sungai Citarum sangat bervariasi dari hulu hingga
hilir dari yang memenehui kebutuhan rumah tangga, irigasi, pertanian,
peternakan dan Industri. Dengan perkembangan industri di sepanjang DAS Citarum
dan tidak terkelolanya limbah industri dan sampah domestik merupakan salah satu
penyebab pencemaran sungai ini tanpa terkendali, ahirnya menyebabkan banjir
dll.
Mendahului
rapat terbatas kabinet kerja tersebut yang akan dipimpin langsung oleh Presiden
Joko Widodo, maka perlu kami sampaikan dan beri saran dan solusi kepada Bapak
Presiden Joko Widodo bersama stakeholder lainnya, sebagai berikut:
- Dalam menanggulangi atau merevitalisasi Sungai Citarum yang panjangnya sekitar 270 km dengan sejumlah anak sungainya dari hulu ke hilir, mengairi 13 kabupaten dan kota di Jawa Barat ini atas serangan dahsyat limbah industri pabrik dan sampah-sampah domestik perlu perhatian khusus kepada regulasi yang ada. Harus baca kembali regulasi limbah dan sampah, pemda kab/kota harus ejawantah regulasi itu dengan baik dan benar serta bertanggungjawab. Ini regulasi yang tidak dijalankan dengan benar oleh pemerintah dan pemda. Berkali-kali penulis sampaikan masalah ini secara langsung dan tertulis kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq: Ditjen PSLB3 KLHK.
- Kenapa Sungai Citarum menjadi sasaran pembuangan limbah dan sampah, karena regulasi persampahan tidak dijalankan dengan benar. Khususnya Pasal 13 yang berbunyi “Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah” UU.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
- Kondisi stagnasi dalam pengelolaan limbah dan sampah Indonesia ini bermasalah terus (seperti tanpa solusi), karena pemda kab/kota tidak menjalankan regulasi tersebut dengan benar. Kondisi ini bukan hanya terjadi di Jawa Barat tapi hampir seluruh Indonesia. Paling parah kondisi ini diamini oleh pemerintah pusat (kementerian terkait) khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian PUPR.
- Sebagaimana pengakuan Yudha Mediawan Kepala BBWS Citarum pada Metro TV hari ini 16 Januari 2018, bahwa “sampah yang kita bersihkan di anak-anak Sungai Citarum, dua minggu kita bersihkan, sampah datang lagi”. Ya jelas karena sampah tidak dikelola di hulu, atau di sumber timbulannya, itu permasalahannya. Libatkan masyarakat di hulu (ikuti regulasi sampah yang ada), masalah sampah ini pasti selesai. Mudah koq sampah ini, apalagi sampah itu bernilai ekonomi. Hanya saja dibutuhkan kejujuran yang optimal dalam pengelolaan sampah, khususnya dari pemerintah sebagai regulator dan fasilitator. Biarkan masyarakat sebagai eksekutornya di hulu.
- Sampah harus dikelola berbasis komunal dengan orientasi ekonomi. Ini amanat dan perintah regulasi persampahan. Bila keluar dari amanat ini, dapat diduga itu akan terjadi unsur koruptif pengelola. Itu masalahnya yang mendasar, sehingga sampah nampak tidak punya solusi. Karena stakeholder berpikir koruptif, selalu mencari kesempatan dibalik permasalahan sampah ini.
- Dapat dibenarkan dugaan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, mengatakan bahwa dalam penataan Sungai Citarum diduga terdapat beberapa tindakan yang melanggar hukum, seperti pungutan liar hingga kasus palak-memalak (Baca: Beritanya Klik di Sini). Semua ini bisa ditelusuri dari pintu pelanggaran regulasi yang penulis sebutkan diatas. Ada kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang sepertinya keliru dalam menyikapi atau melaksanakan amanat atau perintah undang-undang yang ada.
- Kenapa pemerintah dan pemerintah daerah, senang mengelola sampah di TPA atau Sungai atau Laut, karena orientasinya proyek dan mudah dipermainkan dana-dana yang melekat atau sengaja dilekatkan pada pengelolaan sampah ini. Pada konteks inilah diduga hadir mafia persampahan, baik itu yang ada di pemerintah maupun para mitra-mitra kerjanya.
Presiden
Jokowi perlu ketahui dan pahami bahwa, kenapa para SKPD limbah dan sampah
pemerintah Kab/Kota serta para Bupati dan Walikota tidak menjalankan pasal 13
UU.18 Tahun 2008 tersebut, karena mereka senang dan suka membawa atau
mengangkut sampah ke TPA (tentu difahami maksudnya, banyak fulus disana).
Seharusnya sampah dikelola di kawasan timbulannya (hulu), bukan dikelola di
TPA, Sungai dan Lautan (hilir), harusnya stop angkut sampah ke TPA (itu
paradigma baru dalam tata kelola sampah sesuai UU.18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah dan PP. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga), sebuah harga mati bahwa sampah
dan limbah industri harus benar-benar dikelola di sumber timbulannya.
Beberapa
kesempatan penulis menyampaikan pentingnya solusi hulu (bukan solusi hilir) dalam
mengantisipasi limbah dan sampah domestik ini, baik pada pertemuan resmi atau
rapat dengan pemerintah pusat (lintas kementerian dan lembaga) maupun pada
pemerintah daerah, juga penulis sebagai penggiat dan pemerhati sampah serta
selaku Sekertaris Program Jabodetabekjur Zero Waste pada Badan Kerja Sama
Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur (2013-2023) telah menyampaikan hal krusial
ini pada stakeholder terkait, agar segera melaksanakan regulasi persampahan
dengan benar dan bertanggungjawab, namun rupanya pihak pemda kab/kota masih
ngeyel dan keukeh atau ngotot berparadigma lama yang mis regulasi, ini semua
yang koruptif harus segera dihentikan.
Terlampir YouTube rekaman pada saat Rapat Penyederhanaan Proses Perizinan, Prosedure dan Persyaratan di Bidang Utilitas (Pengelolaan Sampah, Air Limbah, Drainase dan Utilitas Lainnya) di Kantor Menko Ekonomi Klik di “Asrul Bicara Sampah di Menko Ekonomi”
Solusi
sampah sesuai fakta dan amanat regulasi sampah, seharusnya kelola di hulu
(sumber timbulan), bukan kelola di hilir (seperti di TPA, Sungai, Laut. dll).
Apapun jenis solusinya bila di hilir, itu tidak akan selesai dan akan menuai
kemudaratan saja, hanya pemborosan anggaran, baik itu APBN maupun APBD atau bentuk
dana lainnya, seperti hibah dan CSR. Tentu semua ini akan menguntungkan sepihak
saja bila dikelola di hilir (terjadi monopoli pemerintah dan/atau pemda
kab/kota, si penguasa atau pengelola sampah itu akan merugikan dan
menyengsarakan rakyat. Mohon Pak Jokowi hentikan praktek-praktek kotor dalam
persampahan dan lingkungan ini, ini benar-benar koruptif dan tidak main-main
lagi.
Sampah
dikelola dengan benar sesuai regulasi, jelas akan mendatangkan sumber ekonomi
baru bagi masyarakat. Tentu pula akan meminimalisir beban APBN/D, malah akan
menambah sumber baru pendapatan negara atau daerah itu sendiri. Karena sampah
adalah investasi bukan biaya, sebagaimana selama ini dijalankan oleh pemerintah
dan pemda bersama mitra-mitranya yang tidak bertanggungjawab.
Keterangan
Video Youtube: Penulis
(Asrul Hoesein) memaparkan solusi pengelolaan limbah dan sampah di hulu yang
berbasis regulasi pada Rapat Penyederhanaan Proses Perizinan, Prosedure
dan Persyaratan di Bidang Utilitas (Pengelolaan Sampah, Air Limbah, Drainase
dan Utilitas Lainnya) Tanggal 10 Oktober 2016. Penyelenggara: Kantor
Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi. Deputi Telematika dan Utilitas di
Gedung Ali Wardhana R.Rapat Lt.5 Jl. Lapangan Banten Timur No. 2-4. Hadir
lintas kementerian, pemda se Jabodetabek, Asosiasi dan Perusahaan.
Jakarta, 16
Januari 2018
Salah
Indonesia Bersih, Sehat dan Hijau
Asrul Hoesein (08119772131, 081287783331)
0 komentar :
Posting Komentar