Ada satu pertanyaan besar yang seringkali dilupakan oleh manusia. Dimana kita tinggal sekarang? Dimana kaki berpijak? Manusia hidup di bumi mulai dari lahir, kecil, lalu beranjak dewasa dan akhirnya sampai meninggal.
Secara tidak langsung seharusnya manusia menyadari bahwa mereka berhutang kepada bumi dan lingkungan tempat tinggal manusia. Hanya kenyataannya banyak dari manusia mengotori dan merusak lingkungan hanya untuk kepentingan sesaat semata. Didorong oleh desakan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan keserakahan, manusia tidak sadar bahwa perbuatan tersebut sangat merusak bumi dan lingkungan.
Tapi lihat sosok Baba Akong dan istrinya, bencana yang dialami oleh Baba Akong adalah sebuah titik kebangkitan bagi kecintaan pada lingkungan. Selama 16 tahun setelah tsunami 1992 di Flores, NTT, mereka menghijaukan pesisir pantai Ndete seluas 23 hektar. Bukan itu saja, Baba Akong juga meregenerasikan kelompok usahanya menjadi 41 kelompok dan beranggotakan 2000 orang. Dilain pihak kita diajak untuk melihat para penonton di bioskop memandang terpaku pada layar: di depan pintu kereta mobil-mobil berhenti dengan knalpot yang menyedihkan. Orang yang berdiri di belakang batuk, binatang-binatang di hutan batuk, hutan batuk, bumi pun batuk. Film selesai, para penonton bertepuk tangan dan bergegas keluar – ke mobil mereka masing-masing. Ketidakselarasan antara apa yang diketahui dan tingkah laku, dipresentasikan dalam waktu dua menit saja. Ada dua dikotomi perilaku yang diperlihatkan diatas, yang satu belajar dari kesalahan, yang lain menunjukan seakan-akan peduli terhadap lingkungan tetapi tidak pernah mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dua kejadian diatas semata-mata dua film dari beberapa film yang diputar oleh CINEMATICA dalam acara memperingati Hari Bumi dengan mengangkat tema mengenai lingkungan, "One Earth,One Chance". Acara ini diadakan tanggal 28 April lalu di Backyard BaKTI . Setiap bulan CINEMATICA bekerjasama dengan BaKTI untuk mengadakan acara diskusi dalam berbagai tema yang berhubungan dengan pembangunan dan masalah sosial yang sedang terjadi pada saat ini. Mengusung tema besar event BaKTI tahun ini, yakni ”Berbagi untuk Perubahan”, para peserta acara diajak untuk membuka sisi lain dari perubahan lingkungan yang terjadi. Alam memiliki sinkronitas dengan manusia dan kehidupan sekitarnya dimana alam menyediakan beragam sumberdaya dan fungsi untuk dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Namun, manusia seringkali tidak sadar untuk menjaga dan merawat alam sehingga hasilnya terjadi kerusakan dan bencana alam di mana-mana. Dan banyak sekali hal-hal kecil yang sebenarnya bisa dilakukan dan memiliki kontribusi yang besar untuk keselamatan bumi, seperti mengurangi penggunaan kertas, meminimalisir penggunaan kendaraan dan listrik, dan lain sebagainya.
Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dengan moderator Arfan Sabran dari Rumah Ide Makassar bersama dengan pembicara Prof. Dr. Ngakan Putu Oka (Dosen Fakultas Kehutanan UNHAS). Prof. Oka membuka diskusi dengan pengantarnya, “Memaknai konservasi jiwanya terlalu besar sedangkan tidak ada keseimbangan logika yang menyertainya.”
Sebagai contoh, harapan mangrove dapat mencegah abrasi, namun di beberapa tempat ekspetasi seperti itu tidak dapat berjalan disebabkan ketidakcocokan lingkungan. ”Mangrove memiliki fungsi penting untuk penyeimbang likungan namun jangan dijadikan sebagai idealisme berlebihan.” lanjut Prof. Oka. ”Saya sangat mendukung Green Lifestyle. Namun yang menjadi pertanyaan bagaimana kehidupan seseorang yang menganut green lifestyle di rumah? Apakah sudah selaras dengan pikiran, perkataan?” tambahnya. Untuk menilai orang sebagai orang lingkungan harus dilihat dari hal-hal kecil dalam hidupnya seperti pemilahan sampah di rumah, tanaman-tanaman apotik hijau yang ditanam di sekitar rumah, puntung rokok yang tidak dibuang di tempat sembarangan. Di luar negeri seperti Jepang ada 36 jenis pemilah sampah, jadi tidak sekedar sampah organik, kertas, kaleng dan plastic saja. Di jepang kebiasaan memilah sampah dibawa sampai ke rumah. ”Saya dan istri memiliki kebiasaan menanam dan menata tanaman yang bermanfaat di rumah, kamboja, sirsak, lombok, paria yang ditata dengan nilai estetika yang indah,” terang Prof. Oka diakhir pengantar diskusi.
Pada dasarnya Prof. Oka menyatakan bahwa harus ada komitmen, mulai dari diri sendiri. Jangan berfikir sudah ada pemerintah dan orang lain. Kembali ke diri sendiri. Bukan tidak mungkin nanti tidak ada lagi dinas kebersihan, bila manusia sadar akan betapa pentingnya kebersihan dan menjaga kelestarian lingkungan, maka hal tersebut tidak akan memberatkan kita untuk bertindak ‘beda’. ” “Tidak haram menggunakan alat transportasi berbahan bakar fosil tapi harus efisien. Sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak nyaman dengan menggunakan kendaraan umum. Sebaiknya fasilitas kendaraan umum dinyamankan. Menganai dampak Aqua saya sepakat bahwa kita membangun budaya kebersihan di lingkungan. Lapak-lapak pedagang kaki lima tidak kotor, tergantung dari penataaannya yang harus ditata supaya rapi. Bukan berarti harus dihilangkan tapi ditata rapi,” terang Prof. Oka mengakhiri penjelasannya. Pesan terakhir dari Prof. Oka adalah berharap agar para peserta dan undangan yang hadir pada acara ini, pulang dari sini membiasakan menjaga lingkungan. ”Menjaga lingkungan itu penting, harus mulai dari diri sendiri, jangan merasa rendah diri karena berbeda dalam menjaga lingkungan. Tetap lanjutkan niat baik kita, karena terkadang kita butuh orang-orang nekat dan ‘gila’ dalam melaksanakan pola hidup green,” imbuh Prof. Oka sambil tersenyum.
Jadi, apa yang harus dilakukan? Janganlah pernah meremehkan hal-hal kecil seperti menghemat listrik, menghemat air, menghemat bahan bakar atau membuang sampah pada tempatnya. Lakukan mulai dari diri sendiri lalu tularkanlah pada orang-orang disekitar lingkungan tempat tinggal. Mulailah ’bersahabat’ dan ’berdamai’ dengan bumi dan lingkungan. Hal-hal kecil yang dilakukan adalah usaha besar dalam rangka membuat lingkungan dan bumi ini kembali indah, sejuk dan segar. One World, One Change and Lighthen Up our Earth!
Info Tentang Yayasan BaKTI Klik di SINI
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar