TUJUAN dari penyelenggaraan pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat
baik di legislatif maupun eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Membentuk partai politik adalah untuk merebut kekuasaan dengan cara
damai secara berkala melalui pemilu. Apakah partai yang kalah dan partai
kecil masih dapat berpengaruh dalam jalannya pemerintahan? Jawabannya
iya. Dengan demikian, sirkulasi rejim akan terjadi.
Chusnul Mar’iyah Ph.D_rul |
Kesemuanya masih sangat pragmatis (the triumph of pragmatism). Sementara dari kacamata rakyat, prgamatisme juga terjadi. Money politics menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pemilu (suap dan transaksional). Apakah ini yang kita maksudkan model penyelenggaraan pemilu dalam Sistem Politik Pancasila? Dimana basis moral dan etika politiknya?
Penyelenggaraan Pemilu
Saya menulis secara rinci tentang institusionalisasi penyelenggara pemilu KPU dalam sistem politik di Indonesia. Pilihaan penyelenggara pemilu menjadi lembaga independen tertuang dalam perubahan UUD 1945. Pada Pemilu 2004, kita telah mencoba untuk melaksanakan model KPU yang independen (non partisan). Proses rekrutmen menjaid hak pemerintah untuk mencari calon-calon yang dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi anggota KPU. Bandingkan dengan KPU pada Pemilu 2009 yang dilakukan tidak mencerminkan proses untuk mendapatkan anggota KPU yang memiliki kemampuan guna melaksanakan proyek politik terbesar di negeri ini.
Terknis penyelenggaraan pemilu dianggap akan dengan mudah diselenggarakan oleh sekretariat jenderal KPU. Dalam prakteknya, sekretariat jenderal KPU membutuhkan leadership anggota KPU-nya. Tahapan pemilu, logistik pemilu, mengatur kampanye, verifikasi partai politik, mengorganisasikan 5,5 juta pekerja pemilu, dan proses penghitungan hasil pemilu yang kemudian diterjemahkan ke dalam kursi-kursi sekitar 16 ribuan kursi parlemen di Indonesia juga membutuhkan imaginasi dan kemampuan pemahaman ilmu politik yang cerdas dan canggih.
Pemerintah maupun kalangan tertentu DPR khawatir akan peranan KPU yang dalam penyelenggaraan Pemilu 2004 muncul sebagai superbody. Ditengarai hal ini merupakan akibat dari peranan pengawasan yang dilakukan secara ad hoc melalui keberadaan Panwaslu. Maka untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya badan pengawasan yang permanen, yaitu Bawaslu. Bayangkan kalau rakyat tidak puas dengan DPR maka dibentuk badan pengawas DPR. Siapa pula yang harus mengawasi MA, BPK, KPK dan sebagainya?
Peranan Polling dan Quick Count
Sampai sejauh mana lembaga survey di Indonesia memiliki tanggung jawab etika dan moral, terutama ketika menjadi penyelenggaran polling dan quick count (hitung cepat) pada masa pemilu? Walaupun sebagian besar lembaga survey memang didirikan dengan tujuan business, nature-nya berbeda dengan perusahaan business biasa. Pertama, karena polling an quick count politik menyangkut proses pengambilan keputusan di tingkat negara (baik menentukan siapa yang akan menjadi pengambil keputusan maupun substansi keputusan itu sendiri). Akibatnya, dampak polling dan quick count yang diselenggarakan untuk pemilu menjadi luar biasa karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Kedua, karena polling dan quick count politik secara potensial dapat menentukan atau paling tidak mempengaruhi apa yang disebut sebagai the realm of the possible, the feasible and the desirable. Menimbang kedua hal tersebut, maka menjadi sangat tidak etis dan tak bermoral apabila mereka menerima, misalnya, proyek polling tingkat elektabilitas kandidat tertentu tetapi mereka juga menerima proyek yang sama dari pesaing kandidat tersebut. Lebih tidak etis dan tak bermoral lagi, bila lembaga survey tersebut menyelenggarakan proyek quick count dengan tujuan memenangkan partai atau kandidat tertentu hanya karena mereka yang mensponsori proyek tersebut.
Pemilu yang Pancasilais
Apa konsep pada pemahaman praktek kenegaraan dalam proses penyelenggaraan pemilu yang sesuai dengan cita-cita negara dan konstitusi. Dapatkah ideologi Negara Pancasila menjadi rujukan etika dalam berdemokrasi serta visi dan misi proses pemilu yang ada? Kalau kita memahami pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal yang ada dalam UUD 1945 sesungguhnya masih dapat digali dan menjadi perdebatan intelektual untuk membangun fondasi bernegara. Dengan demikian cita-cita partai politik untuk merebut kekuasaan adalah dalam kerangka ingin mengisi dan melaksanakan amanat konstitusi negara kita.
Sila-sila dalam rangkuman Pancasila menjadi rujukan partai politik dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang dipilihnya. Persoalannya dalam prakteknya ideologi hanya dijadikan jargon, belum menjadi bagian yang integral bagi para aktor partai politik. Lack of democratic experience menjadi persoalan bagi bangsa kita. Mencerdaskan rakyat melalui akses terhadap informasi menjadi bagian penting dalam proses politik. Studi yang dilakukan oleh Andrew Leigh di Australia menyebutkan bahwa hanya pemilih yang tidak cerdas yang memilih the beautiful politician.
Perjuangan demokrasi harus dimulai dari membangun demokrasi di internal partai politik. Dibutuhkan suatu revolusi budaya dan membangun etika, kejujuran, integritas dalam kehidupan politik di Indonesia. Apa yang harus kita lakukan? Membangun ideologi Pancasila sebagai living ideology. (***)
(Chusnul Mar’iyah Ph.D - Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) dan Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2002-2007)
sumber: www.jakartapress.com
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar