Green School, mengajak masyarakat cinta lingkungan; Gubernur Bali Made Mangku Pastika
meninjau lokasi sekolah berwawasan lingkungan atau green school di
Banjar Saren, Desa Sibang Kaja, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung,
Minggu (4/10).
Siaran pers Biro
Humas dan Protokol Pemprov Bali menyebutkan, gubernur melakukan
kunjungan tersebut untuk melihat langsung penerapan konsep ramah
lingkungan di sekolah yang diresmikan oleh Pastika pada Mei 2009.
Sekolah itu didirikan John Hardy,
pengusaha perak asal Kanada, yang juga pendiri Yayasan Kulkul. Hardy
bersama stafnya menyambut gubernur dan memberikan beberapa penjelasan.
John
Hardy menjelaskan, ide dasar pembangunan sekolah di atas areal seluas
delapan hektare itu untuk menerapkan ajaran Trihita Karana atau tiga
keseimbangan yang diyakini masyarakat Hindu di Bali. Tiga keseimbangan
itu adalah hubungan manusia dengan Tuhan, dengan makhluk lain dan dengan
alam.
"Oleh
karena itu, tidak ada bahan buatan pabrik atau zat kimia yang
dipergunakan di sekolah ini. Merokok pun tidak diperkenankan," katanya.
Bahan-bahan
bangunan untuk sekolah itu dipilih hampir seluruhnya dari bambu. Meja,
kursi, rak dan lemari tempat menyimpan buku yang digunakan sehari-hari
oleh anak didik semuanya terbuat dari bambu. Untuk atap bangunan dibuat
dari ilalang.
Jalan
setapak yang menghubungkan bangunan satu dengan lainnya juga dibiarkan
tidak diaspal. Batu kali dan cadas dibiarkan apa adanya.
Demikian
juga ruang kelas, didesain sedemikian rupa sehingga anak didik
menikmati pelajaran seperti belajar di alam terbuka. Tidak ada sekat
atau dinding beton seperti kebanyakan sekolah saat ini, sehingga udara
segar bebas mengalir.
Halaman
sekolah sangat luas, juga dimanfaatkan untuk bercocok tanam secara
organik. Tidak ada traktor dan mereka tidak menggunakan pupuk kimia,
apalagi pestisida. Pengolahan lahan di sekitar sekolah itu dikerjakan
dengan bajak tangan, sama seperti petani Bali tempo dulu.
Tanaman
yang dibudidayakan juga dipilih jenis asli atau lokal seperti singkong,
ketela rambat, pisang, talas, kelapa, padi, dan sebagainya. Hasil
bercocok tanam itu dipanen untuk dinikmati bersama oleh murid, guru dan
pengelola sekolah.
"Sisanya
dijual di kantin sekolah sebagai makanan ringan organik. Teh dan kopi
yang dijual di kantin juga tidak menggunakan gula putih, melainkan gula
merah dari nira kelapa," kata Hardy.
John
Hadry menuturkan, sekolah yang dibuka 1 September 2008 itu saat ini
memiliki 130 siswa dari kapasitas 700 orang. Jenjang pendidikan mulai
taman bermain, TK, SD hingga SLTP. Kurikulum pendidikan dirancang
berstandar internasional dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia.
Tenaga
pengajar berasal dari luar dan dalam negeri dengan guru utama
ekspatriat. Waktu belajar pukul 08.30 - 15.00 dan hari Sabtu libur.
"Dari
130 siswa saat ini, 18 orang di antaranya siswa lokal. Siswa lokal ini
dipilih dari anak-anak yang memiliki keterampilan khusus seperti menari,
melukis atau lainnya. Mereka dibiayai dengan beasiswa yang sponsornya
dicarikan pihak yayasan," katanya.
Pihaknya
berharap, gubernur membantu menyosialisasikan sekolah ini sehingga
putra Bali yang memiliki kemampuan tidak perlu lagi bersekolah ke luar
negeri.
Gubernur
Made Mangku Pastika mengaku sangat terkesan dengan sekolah tersebut.
Menurutnya, inilah sekolah pertama dan satu-satunya yang menerapkan
konsep Trihita Karana secara utuh.
Karenanya,
ia menyatakan keinginannya untuk mengkaji lebih jauh mengenai sekolah
itu dengan mengirim staf terkait. Apabila memungkinkan, Pemprov Bali
akan mengembangkan model sekolah serupa di beberapa daerah kering,
sehingga bisa sekaligus dihijaukan melalui konsep pendidikan.
"Menurut
saya ini ide yang luar biasa sehingga perlu didorong. Idenya cocok
dengan filosofi Trihita Karana dan cita-cita mengembangkan Bali sebagai
Pulau Organik. Karena itu, kami akan coba menerapkan dengan terlebih
dahulu mempelajarinya," kata Gubernur Pastika.
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar