“Inilah wajah pendidikan di negeri ini, Pak. Jadi jangan bicara mutu dulu. Keadaan seperti ini masih banyak disekitar kami. Termasuk tempat kami mengajar sama seperti ini” kutipan yang seringkali ditemui bila membaca blog atau forum diskusi pendidikan di internet. Pernyataan itu seakan mewakili ribuan bahkan jutaan orang di Indonesia bila ditanya mengenai apa yang dipikirkan mengenai pendidikan di Indonesia sekarang. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam sebuah kehidupan berbangsa. Bahkan pendidikan adalah gambaran bangsa mengatur dan mengelola negara. Namun, pendidikan di tanah air sampai saat ini masih terus menimbun berbagai masalah. Sudah berpuluh tahun sejak kemerdekaan sampai rezim orde baru digulingkan, dunia pendidikan tak kunjung lepas dari permasalahan klasik baik menyangkut kualitas, daya jangkau masyarakat terhadap pendidikan, minimnya anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah hingga kecilnya partisipasi belajar siswa. Kualitas pendidikan kita pun masih terpuruk. Berdasarkan data hasil penelitian di Singapura (September 2001) menempatkan sistem pendidikan nasional pada urutan 12 dari 12 negara Asia bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara hasil penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, jauh dibandingkan dengan negara tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan Philipina (77).
Menurut Bapak Dr. Asmin Mpd (Ketua PGRI Makassar) salah satu narasumber dalam acara Diskusi CINEMATICA: “Wajah Pendidikan Indonesia Saat ini”, pendidikan di Indonesia belum merata, semakin kepinggir daerahnya semakin sulit mengakses sarana maupun prasarana pendidikan, hal ini yang menjadi kendala. Padahal di Indonesia memiliki anggaran yang cukup besar untuk biaya pendidikan. Akan tetapi, apabila dana tersebut dikelolah lebih optimal maka bisa menyelesaikan pendidikan dasar dengan gratis yang merupakan undang-undang dasar pendidikan nasional tanpa dikenakan biaya buku ataupun biaya infrastruktur lainnya. Tetapi kenyataannya di beberapa daerah di Sulawesi Selatan khususnya Makassar di beberapa tempat masih perlu ditingkatkan, intinya akses pendidikan harus dilaksanakan secara merata, sehingga meningkatkan kualitas manusia. Pemerataan harus dilaksanakan oleh pemerintah dan dinas pendidikan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap guru-guru dengan cara mengadakan pelatihan secara reguler bagi guru-guru, tidak hanya pada guru perkotaan melainkan juga guru-guru yang berada pada daerah-daerah kecil sehingga peningkatan wawasan secara merata dan pembiayaan secara merata yang telah disediakan anggarannya untuk pendidikan gratis 60% kabupaten dan kota dan 40% provinsi dengan pengawasan dana secara maksimum dari pihak terkait.
Acara diskusi ini diadakan tanggal 27 Mei 2011 di BaKTI, Jl. Dr. Soetomo No. 26 Makassar. Mengusung tema besar event Yayasan BaKTI, yakni ”Berbagi untuk Perubahan”, serta dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun 2011 dirangkaikan dengan kegiatan bulanan CINEMATICA, Yayasan BaKTI bekerjasama Rumah Ide Makassar akan mengadakan Pemutaran film dan Talkshow bertema: “Wajah Pendidikan Indonesia saat ini” bagi para pelaku pembangunan di Sulawesi Selatan. Selain itu melalui acara CINEMATICA ini juga ingin berbagi cerita sukses/praktik cerdas program peningkatan kualitas guru melalui Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (Pakem) dan Pusat Sumber Belajar Gugus (PSBG) yang dilaksanakan oleh Program DBE (Decentralized Basic Education) 2
Menurut Ibu Handayani Rasyid (Guru SDN Bertingkat III Mamajang Makassar), berkaitan dengan kurikulum yang ada, buku pendidikan setiap tahunnya tidak meningkat karena pendidikan saat ini tidak melihat proses belajar, tetapi hanya mementingkan hasil yang di peroleh dari siswa saja, sehingga proses belajar tidak mementingkan mutu yang akan diperoleh para siswa. Jadi, kurikulum pada pendidikan kita hanya memperlihatkan sesuatu yang instan saja. Dalam hal teknologi, realitas di lapangan siswa lebih mengetahui banyak tentang penggunaan teknologi dibandingkan dengan gurunya. Hal lain disebabkan oleh, dukungan pemerintah yang kurang maksimal dalam peningkatan kapasitas guru dalam penggunaan teknologi, salah satu contohnya mengikuti pelatihan yang isinya hanya ceramah dan mendengar saja. Dalam hal ini hadirlah DBE sebagai pengelola. DBE hadir untuk meningkatkan kapasitas guru, melalui beberapa program. Tujuannya menjadikan belajar menjadi sesutau yang menyenangkan, melatih para guru untuk mengajarkan kepada anak-anak sekolah dasar untuk tidak terbebani datang ke sekolah tetapi menambah gairah belajar siswa. Untuk perguruan tinggi diadakan program kepada dosen untuk meningkatkan profesionalisme dosen untuk anak didik.
Secara umum kurikulum dibuat oleh pemerintah pusat tetapi penerapannya lebih fleksibel. Orang tua juga perlu pengawasan terhadap anaknya untuk pendidikan, guru tugasnya mendidik siswa saat di sekolah tetapi perlu tindak lanjut di rumah dengan bimbingan orang tua. Saat ini banyak guru kurang melakukan tugasnya dengan baik karena profesi yang dilakoninya bukan panggilan hati, hanya sebatas pekerjaan saja. Masalah media dalam proses pembelajaran lebih efektif karena siswa bisa lebih fokus memperhatikan pelajaran.
Menurut salah seorang peserta diskusi bernama Asri guru itu adalah panggilan jiwa dan orang- orang yang mengurus guru juga harus memiliki panggilan jiwa. Realitas permasalahannya adalah kejujuran, banyak orang yang tidak jujur saat ini dalam akses pendidikan. Selain itu, DBE2 sangat bagus salah satu poin penting untuk meningkatkan profesionalisme guru, karena ada evaluasi kerja bagi para pendidik, hal ini bagus diadaptasi oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru. Asri adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar.
Senada dengan Asri, Nurmin Nun berpendapat bahwa guru harus meningkatkan kwalitasnya dengan mengikuti program-program yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk menjaga mutu pendidikan. Jadi, kedepannya jauh lebih baik. Untuk kurikulum konsepnya di kembangkan disetiap sekolah tetapi ada ujian nasional yang harus sesuai dengan kebijakan pusat oleh sebab itu pemerintah harus melakukan standarisasi kurikulum, prasarana dan sarana, tenaga kerja mulai dari kota hingga daerah terpencil.
Banyak hal yang terjadi dalam pendidikan, tetapi persoalannya begitu kompleks dan rumit. Oleh karena itu dalam rangka peningkatkan kualitas pendidikan haruslah ada usaha peningkatan kualitas kurikulum pendidikan dan menjadikan guru bukan hanya berpatokan pada kemampuannya saja tetapi bagaimana menciptakan guru yang mulia perilaku dan sikap, karena saat ini yang sulit didapatkan adalah panutan.
Info Tentang Yayasan BaKTI Klik di SINI
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs (Member Yayasan BaKTI)
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar