TPS di Kabupaten Tangerang_dok.Asrul |
Sangat erat kaitannya dengan pengelolaan sampah dan Program dan Visi Misi Presiden/Wakil Presiden terpilih Jokowi dan Jusuf Kalla (khusus halaman 7 Point 12) yaitu “Pencanangan Indonesia Go Organik” dengan membangun 1000 Desa Organik (tersebar di seluruh Indonesia). Kalau program ini dijalankan sesuai dengan alur kebijakan dan regulasinya, maka dapat dipastikan Indonesia akan terbebas dari sampah (Indonesia Zero Waste), sekaligus menjadikan Indonesia lebih hijau dan sehat (Clean and Green).
Keberhasilan program ini sangat sinergis dengan pengelolaan sampah menjadi pupuk organik, energi baru terbarukan (biogas). Pembangunan Pilot Project 1000 Desa Organik oleh pemerintahan baru ke depan tersebut harus didukung dengan adanya pupuk organik yang cukup di tingkat petani atau pekebun. Tidak ada alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik tersebut kecuali dengan memberdayakan sampah secara berkelanjutan dengan pengelolaan yang berbasis komunal orientasi ekonomi.
Masyarakat harus terlibat langsung sebagai pengelola atau produsen pupuk organik berbasis sampah agar mereka jauh dari ketergantungan, termasuk tidak tergantung penuh kepada pemerintah akan pemenuhan kebutuhan pupuk organik.
Karena terasa pentingnya dan kronisnya masalah sampah perkotaan dewasa ini, maka untuk kesekian kalinya substansi tulisan ini selalu saya angkat dan ingatkan kepada kita semuanya, agar lebih peduli dan meningkatkan keseriusan dalam menangani sampah perkotaan dan Perdesaan ini.
Bila Program Indonesia Go Organik hendak dijalankan secara benar dan bijak, tentulah diharapkan output yang mempunyai nilai ganda. Dimana hasilnya nanti diharapkan selain akan mengorganikkan (Hijau dan Sehat) tentu secara otomatis Indonesia akan menjadi bersih (Zero Waste). Kabinet Jokowi dan Jusuf Kalla kedepan harus benar-benar menjalankan regulasi persampahan yang ada dengan menginstruksikan dengan tegas dan disiplin kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk menjalankannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawal program ini, termasuk Masyarakat, Pers dan LSM.
Dalam membahas berbagai masalah perkotaan, khususnya masalah lingkungan yang terasa semakin kompleks, rumit, dan mendesak untuk segera diselesaikan. Semua komponen perlu terus menerus berupaya guna menanggulangi persoalan perkotaan yang semakin pelik ini.
Diharapkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan para pakar untuk melahirkan ide-ide segar yang dapat diterapkan guna menyelesaikan persoalan perkotaan mulai dari pengangguran, kemiskinan, polusi, persampahan dan lainnya di Indonesia, khususnya dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah.
Mengatasi permasalahan perkotaan yang sedemikian pelik haruslah tetap dipandang dengan sikap optimis. Saat ini disadari bahwa kita terlanjur pada pilihan pembangunan perkotaan yang kurang tepat dan tidak terukur dari aspek ramah lingkungan. Adanya konsep pembangunan berkelanjutan, selayaknya Indonesia tidak harus mengikuti pola dari negara-negara maju. Kalaupun bukan pertama, Indonesia dapat menerapkan konsep pembangunan perkotaan berkelanjutan secara cerdas,holistik,inovatif dan partisipatif.
Permasalahan sampah dikawasan perkotaan disebabkan beberapa parameter yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, pola konsumsi masyarakat, pola keamanan dan perilaku penduduk, aktivitas fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan, serta kompleksitas problem transportasi. Semua parameter yang disebutkan tersebut saling berinteraksi, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang sangat signifikan.
Penataan Sistem Pengelolaan
Pada tatanan kebijakan, perlu dilakukan mainstreaming pembangunan berkelanjutan dalam setiap upaya pembangunan misalnya eksploitasi sumber daya alam dan pemanfaatan ruang yang berbasis ekologis, kampanye massif tentang hemat energi dan energi alternative terbarukan berbasis sampah (BioGas), serta mendorong terbangunnya infrastruktur lingkungan hidup diperkotaan, seperti sewerage system dan TPA berbasis komunal (dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan baku produksi lanjutan, misalnya pupuk organic berbahan dasar sampah kota atau sampah pertanian/perkebunan).
Pada tatanan kebijakan, perlu dilakukan mainstreaming pembangunan berkelanjutan dalam setiap upaya pembangunan misalnya eksploitasi sumber daya alam dan pemanfaatan ruang yang berbasis ekologis, kampanye massif tentang hemat energi dan energi alternative terbarukan berbasis sampah (BioGas), serta mendorong terbangunnya infrastruktur lingkungan hidup diperkotaan, seperti sewerage system dan TPA berbasis komunal (dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan baku produksi lanjutan, misalnya pupuk organic berbahan dasar sampah kota atau sampah pertanian/perkebunan).
Sedangkan dalam tataran pelaksanaan, strategi yang ditempuh adalah dengan pengembangan sistem penataan, baik dalam koridor penegakan hukum dan HAM maupun dengan cara persuasif inklusif (incentive mechanism). Penaatan norma lingkungan hidup dalam kerangka supremasi hukum dilakukan secara komprehensif, dengan konsisten menjalankan UU.No.18 /2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UU ini dulunya digagas oleh Jusuf Kalla saat menjadi wapresnya SBY), yang berlandaskan pada prinsip-prinsip 3R (reduce-reuse-recycle), sebuah pedoman sederhana untuk membantu masyarakat dalam meminimumkan sampahnya serta pelaksanaan UU.No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, peningkatan pendayagunaan aparat (PPNS), prasarana dan sarana penegakan hukum lingkungan; pengembangan jejaring penegakan hukum lingkungan yang bekerja secara sinergis, hilangkan ego sektoral khususnya dalam penanganan sampah ini, haruslah bekerja secara sinergis antar kementerian dan lembaga di tingkat pusat, terkhusus antar SKPD terkait di Pemerintah Daerah Kab/Kota, begitupun pada wilayah kab/kota bertetangga dapat melaksanakan pengelolaan secara regional terpadu (kerjasama antardaerah). Perlu upaya lebih serius dan berwawasan lingkungan berbasis masyarakat dan pengelolaan berorientasi ekonomi.
Tuntutan hidup di perkotaan telah menimbulkan gaya hidup yang serba cepat dan menuntut penggunaan fasilitas modern seperti alat-alat elektrik dan elektronik serta konsumsi energi yang terus meningkat yang ternyata telah menimbulkan dampak negatip serius bagi kehidupan umat manusia. Upaya untuk mewujudkan clean land, clean water dan clean air didaerah perkotaan perlu terus dilakukan, karena kualitas lingkungan yang buruk telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan manusia.
Solusi Penanganan Sampah
1. Pemerintah harus melibatkan dan mendukung masyarakat dalam pengelolaan sampah (Basis Komunal di TPS dengan pola Inti-Plasma), misalnya dalam produksi pupuk kompos/organic berbasis sampah. Sistem pengelolaan sampah dengan pemberdayaan fungsi TPS. Sistem ini melibatkan pihak pemerintah, masyarakat dan swasta, dengan mendirikan instalasi pengolahan sampah kota berwawasan lingkungan (IPSK-BL) atau Bentuk Bank Sampah 3R berbasis Pengolahan Konversi Musnah yang berwawasan lingkungan.
2. Sangat perlu diadakan sosialisasi yang sifatnya massif kepada masyarakat akan perubahan paradigma tentang kelola sampah, olah sampah dari hulu (rumah/pasar), hal ini yang paling rumit diantara rentetan pengolahan sampah. Masyarakat harus dibiasakan memilah sampah dan mengelolanya sendiri, Pemerintah harus mendukung hal ini dengan mendorong adanya pembentukan lembaga pengelola sampah di tingkat RT/Desa/Kelurahan/ Kecamatan (sesuai Permendagri. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah). Selain masalah kesehatan juga sangat perlu adanya sentuhan spiritual dan ekonomi dalam menyikapi masalah persampahan ini, agar terjadi pengelolaan yang berkelanjutan (sustainable).
3. Pemerintah perlu memberi subsidi silang kepada masyarakat hal pengadaan kantung sampah kresek berwarna (Kuning untuk sampah anorganik, hijau untuk sampah organic dan Merah untuk sampah beracun), atau minimal 2 warna: Hijau dan kuning dan ini diatur dalam perda tentang penggunaan system ini serta sanksi yang berat bila tidak dilaksanakan, bukan malah meninggikan retribusi sampah. Selanjutnya ditetapkan waktu buang sampah secara disiplin, artinya Pemerintah harus pula mengikuti kedisiplinan (panutan) itu.
4. Segera pemerintah merevisi perda tentang pengelolaan sampah. Sesuai riset yang kami lakukan pada beberapa kab/kota di Indonesia, hampir belum ada perda tentang persampahan yang mengacu pada undang-undang persampahan dan pengelolaan lingkungan hidup yang pro rakyat atau sesuai dengan regulasi persampahan yang ada.
5. Pemerintah harus segera mengubah tempat/lokasi fisik dari TPS di tiap kelurahan/desa, semula hanya sekedar penampungan sementara menjadi sebuah IPSK-BL (Bank Sampah 3R). Semua ini akan berjalan sustainable, karena terjadi sinergi dalam mengelola sampah. Masyarakat akan memperoleh wawasan lingkungan terhadap mitigasi pemanasan global, terciptanya lingkungan Kab/Kota yang bersih, juga terciptanya peluang kerja atau usaha baru dalam pengelolaan sampah.
6. Pemerintah Kab/Kota harus segera meninggalkan cara lama (Open dumping) dalam mengelola sampah di TPA dan merubahnya menjadi Controlled Lanfill (untuk Kota Kecil/Sedang) atau Sanitary Landfill (untuk Kota Besar dan Kota Metropolitan). Namun lebih bijak bila setiap sumber timbulan sampah dikelola secara komunal dengan Mengoptimalisasi Fungsi TPS, misalnya pada Pasar Tradisional/Modern, Pusat Kuliner, Mall, Hotel dan Restorant (sesuai UU. 18-2008 Tentang Pengelolaan Sampah, pasal 13).
Masih banyak Kab/Kota di Indonesia saat ini mengadakan revitalisasi atau proyek TPA secara besar-besaran tanpa memperhatikan regulasi yang ada. Itu pasti akan terjadi pemubadziran anggaran, dan hampir semuanya terindikasi korupsi (Polisi, Jaksa dan KPK bisa menelisik fenomena ini, karena hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa perubahan yang mendasar).
7. Dinas terkait (DKPP dan Badan Lingkungan Hidup atau dinas terkait lainnya termasuk Dinas PU dan Kimpraswil) di masing-masing Kab/Kota, hendaknya mempertimbangkan azas manfaat prasarana dan sarana persampahan yang telah diatur dalam regulasi persampahan, termasuk kaitannya dengan Perpres 70/2012 tentang perubahan kedua atas Perpres 54/2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa pada Pemerintah. Khusus dalam sektor pengelolaan persampahan agar sedikit berhati-hati dalam pengadaan prasarana dan sarana persampahan (fakta di lapangan saat ini, banyak yang menjadi mubadzir dan menjadi besi tua di TPA dan TPS), karena pengelolaan persampahan itu merupakan pekerjaan yang spesifik sifatnya, yang bukan merupakan pekerjaan biasa yang tidak memerlukan teknis tersendiri. Termasuk dalam pengadaan Mesin IPAL (Instalasi Pengolahan Air Lindih) yang dikelola oleh Dinas PU sebaiknya sinergis dengan Dinas Kebersihan yang menjadi pengelola utama kebersihan disetiap Kab/Kota, ini semua demi efisiensi anggaran dan tercapai manfaatnya.
8. Agar pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla kedepan, khusus dalam menyikapi Program Adipura, agar mengadakan moratorium dan/atau evaluasi kinerja dan penilaian selama ini. Karena sepertinya banyak yang mispersepsi dan mis understanding dengan regulasi persampahan. Jangan “asal” atau Kab/Kota berpikir hanya target piala/piagam Adipura semata, tapi terlebih tercapainya substansi atas eksistensi penghargaan yang bernama “Adipura” tersebut.
Kegiatan menyongsong penilaian Adipura tersebut, sepertinya hanya instan dan parsial saja. Bila perlu buat aturan, bahwa penghargaan Adipura tersebut akan ditarik bila Kab/Kota yang mendapat penghargaan itu tidak berkelanjutan dalam pengelolaan lingkungan terkhusus dalam pengelolaan sampahnya. Sesuai pantauan penulis di seluruh Indonesia, banyak daerah penerima Adipura, tidak lagi memperhatikan kelestarian lingkungan dan sampah perkotaannya setelah mendapatkannya, hanya membangun Tugu Adipura, lalu sampah tetap berserakan.
9. Cara modern dan bijak dalam pengelolaan sampah, itu bukan lagi sampah di kelola di TPA tapi sampah seharusnya di kelola di sumber timbulannya atau di TPS, dengan Mengoptimalisasi TPS menjadi TPSTerpadu (berbasis konversi musnah). Pemerintah Kab/Kota di Indonesia, harus menghentikan pembangunan atau revitalisasi TPA secara jor-joran tanpa mempertimbangkan azas manfaatnya. Bila Kab/Kota masih ada yang memiliki TPA dengan segera merubah pola atau metodhe lama kelola sampah (Open Dumping) menjadi Controlled Lanfill (untuk Kota Kecil/Sedang) dan Sanitary Landfill (untuk Kota Besar/Metropolitan) dengan terlebih dahulu memiliki Master Plan atau Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan sesuai dengan SNI TPA yang ada.
Semisal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menghentikan dan mempertimbangkan kembali rencana pembangunan Pengelolaan sampah ITF Sunter dan meninjau ulang rencana Pemkot. Jakarta Utara mengadakan TPST Mobile berupa Kapal Motor untuk antisipasi sampah pesisir pantai Jakarta, lebih bijak memberdayakan masyarakat pesisir dalam pengelolaan sampah sesuai Permendagri. 33-2010 pasal 14 dan 15. Kapal Motor Sampah tersebut dipastikan akan menelan biaya yang besar tapi azas manfaatnya dapat diragukan (mubadzir) saja, karena prinsip kerjanya bertentangan dengan regulasi persampahan. Intinya sampah harus dikelola berbasis komunal (masyarakat) sebagai ujung tombaknya, Pemerintah hanya memfasilitasi lokasi dan peralatan termasuk mendukung pemasaran.
Permasalahan pencemaran lingkungan hidup, selain disebabkan oleh ulah oknum pemerintah sendiri yang banyak menyimpang dari aturan perundangan juga banyak disebabkan terutama perilaku manusia yang tidak mengelola limbah dan sampah dari aktivitasnya secara benar. Oleh karena itu, gerakan mengubah limbah dan sampah menjadi benda yang masih bisa bermanfaat bagi manusia dan lingkungan merupakan tugas yang mulia dan sepantasnya dihargai sebagai kegiatan masyarakat yang produktif atau memiliki nilai ekonomis. Memuliakan pekerjaan yang berhubungan dengan barang-barang sisa tentunya harus diikuti dengan penghargaan yang wajar terhadap orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut, termasuk pemberian sanksi bila melanggar aturan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Perubahan perilaku masyarakat dalam menjaga agar sampah dan limbah yang dihasilkan secara benar harus dimulai dengan contoh dan tindakan nyata (Panutan) khususnya dari pemerintah sendiri sebagai regulator dan eksekutor. Gerakan pengendalian sampah harus dimulai dari pusat-pusat kegiatan masyarakat seperti kawasan pendidikan, perkantoran, pasar, dan pemukiman. Semuanya hanya akan berhasil dengan baik apabila kebijakan pemerintah benar-benar diarahkan bagi pelayanan publik yang baik dan berkeadilan. Mari kita bersatu-padu dalam menanggulangi masalah sampah kota dan kelestarian lingkungan hidup Indonesia ini, sebagai paru-paru dunia. Stop Global Warming. (KabarIndonesia.com)
H. Asrul Hoesein, Pemerhati Lingkungan dan Persampahan, Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation, Jakarta (08119772131)
Tulisan ini juga dimuat di TriSakti Post
Best regards,Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar