Koran Sinar Pagi Baru 26 sept 2016 (dok-Asrul) |
Kita tentu rindukan Indonesia bebas sampah,
sebagaimana yang terjadi di beberapa negara, seperti Singapore. Di Singapore
khususnya, disana sepertinya sudah menjadikan kebersihan adalah budaya mereka,
turis pun sepertinya ikut disiplin untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Sesuai pantauan penulis selama di Singapura, antara lain pengelolaannya
melibatkan unsur swasta (Goverment to Bussines) namun berbasis komunal, serta
sarana armada kolektor sampahnya sangatlah sederhana (efisien) dengan
menggunakan Sepeda Sampah (ramah lingkungan). Indonesia sebenarnya bisa
mengadopsi manajemen pengolahan sampah Singapore, tidak perlu Pemerintah
Kab/Kota jauh-jauh mengadakan studi banding, sekali lagi cukup belajar di
Singapore saja.
Pemerintah dan masyarakat "Harus" secara bersama "Merubah Paradigma Tentang Kelola Sampah" menuju Indonesia Bebas Sampah Indonesia Tahum 2020 dan Kesiapan Menyambut Kebijakan Extanded Producen Responsibility (EPR) Tahun 2022. Perlu sinergitas antar Kementerian dan Lembaga begitu pula di pemda Kab/Kota harus membuka duri dalam pelibatan masyarakat secara langsung (Pengelolaan sampah berbasis komunal orientasi ekonomi).
Jangan salah adopsi, seperti program Kantong
Plastik Berbayar (KPB) Indonesia yang saat ini uji coba dijalankan untuk tahap
kedua, mirip-mirip (susah kelihatan perbedaannya antara KPB Indonesia dan
Inggris), program KPB Inggris juga baru diluncurkan sekira bulan oktober 2015.
Sepertinya Indonesia terlalu cepat adopsi pola itu, sementara infrastruktur
persampahan termasuk paradigma masyarakat dan pemerintah masih standar atau
masih berputar-putar pada paradigma lama. Mestinya Indonesia aplikasi KPB ini
nanti pada tahun 2022, bersamaan diberlakukan kewajiban Extended Produsen
Responsibility (EPR). Sangat elok pada saat ini, sekarang yang perlu dikejar
pemerintah adalah menginiasi massif pembentukan Bank Sampah atau Kelompok
Pengelola Sampah minimal di setiap desa/kelurahan, aplikasi dengan tegas
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle Melalui Bank Sampah dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraaan Prasarana dan Sarana
Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga.
Koran Sinar Pagi Baru 26 sept 2016 (dok-Asrul) |
Merupakan masukan kepada pemangku kepentingan
(stakeholder) pengelolaan sampah, termasuk dan lebih khusus kepada pemerintah
pusat cq; Menteri Negara Lingkungan Hidup dan pemerintah daerah yang menjadi
regulator persampahan dan mengawal Visi
Misi Presiden/Wakil Presiden Tentang Indonesia Go Organik dan Pembangunan Pilot
Project 1000 Desa Organik dan program program usulan penulis perihal Integrated
Farming Zero Waste (Pertanian Terpadu Bebas Sampah). Seharusnya pengelolaan
sampah jangan dikelola hanya secara parsial tapi harus komprehensif,
terintegrasi dengan program kementerian atau lembaga lainnya, sebut misalnya
pengembangan pertanian organik yang harus dikembangkan oleh Kementerian
Pertanian secara massif demi menuju ketahanan pangan nasional. Hanya pola
pertanian organik yang bisa mewujudkan ketahanan pangan ini.
Agar program tersebut janganlah sia-sia, jangan
sampai hanya menghabiskan anggaran, sebagaimana program-program selama ini yang
hanya merupakan jalan pintas "kehendak person" mempermainkan anggaran
belanja negara/daerah, maka masyarakat harus mengawal dengan serius kinerja
pemerintahan, khususnya dalam pengelolaan sampah. Sampah diseluruh sudut
perkotaan yang sepertinya sudah "mengepung" atau "menjerat"
kota-kota besar di Indonesia, termasuk sampah/limbah pertanian di perdesaan,
itu semuanya perlu diberdayakan dan terutama perlu meningkatkan SDM (perubahan
paradigma) bagi penyuluh pertanian dan petani termasuk masyarakat perkotaan
agar dapat mengelolanya dengan baik menjadi pupuk (termasuk biogas berbasis
sampah) untuk mendukung pertanian organik Indonesia, Indonesia harus segera
perlahan meninggalkan pola tani konvensional menuju tani orgainik,
Menjadi paling penting dalam pengelolaan sampah
disamping aspek "profesionalisme" kelembagaan, hal kelembagaan
pengelolaan sampah yang sepertinya pemerintah lalai dalam menyikapi regulasi
persampahan, senyatanya kehadiran lembaga pengelola sampah sudah diatur dalam
regulasi sampah yang ada saat ini. Pemda harus mendukung sepenuhnya kehadiran
Bank Sampah ini, Bank Sampah pula nantinya akan menjadi agent pelaksanaan EPR
Tahun 2022 yang akan datang. Bila pemerintah tidak mengoptimalkan kehadiran
Bank Sampah, pada masa EPR pasti lebih kacau lagi penataan sampah dibanding
yang terjadi saat ini, imgat bahwa produksi sampah tidak menurun dan merata
volume timbulan tapi meningkat dari tahun ke tahun.
Sesuai pengamatan dilapangan adalah aspek
pemilihan dan penggunaan teknologi pengolahan sampah, yang selama ini
pemerintah Kab/Kota sesungguhnya keliru, karena tidak mempertimbangkan azas
manfaat dari peralatan pengolahan sampah yang diadakan tersebut. Belum
menyentuh substansi pengelolaan sampah yang sesungguhnya, sesuai amanat
regulasi persampahan yang ada yaitu UU.18/2008 Ttg. Pengelolaan Sampah dan
PP.81/2012 Ttg. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, itupun dalam pengadaannya masih banyak yang tidak sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang. Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah beserta perubahannya. hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja,
yaitu person "birokrasi" dan "pengusaha" saja. Makanya
banyak peralatan sampah yang menjadi "besi tua" di beberapa Tempat
Pembuangan sampah Ahir (TPA) dan beberapa TPS Pasar di Indonesia, termasuk TPS
Pasar yang ada di Jakarta ini.
Perlu diketahui bahwa dalam mengelola sampah,
khususnya sampah organik (sering juga disebut sebagai sampah basah, sampah
jenis inilah yang menjadi dominan di Indonesia, berbanding terbalik dengan
sampah di luar negeri). Maka dalam pengelolaannya, sangat bijaklah memakai
teknologi anak bangsa sendiri berbasis Teknologi Tepat, tidak perlu teknologi
tingkat tinggi.
Pengelolaan sampah/limbah industri perkotaan dan
perdesaan perlu ada sinergis yang saling menguntungkan, agar pengelolaannya
dapat berkelanjutan (sustainable), tentu harus berorientasi ekonomi, agar memiliki
triger dalam mengelola sampah.
Koran Sinar Pagi Baru 26 sept 2016 (dok-Asrul) |
Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian
secara serius dan bijak oleh stackholder persampahan antara lain sebagai
berikut ;
1. Aspek Hukum: Pembuatan produk perundangan dan
perangkat hukumnya harus kuat, konsisten dan terukur, yang menjadi
tanggungjawab badan khusus (lihat aspek kelembagaan), sosialisasi dan penegakan
hukum yang disiplin dan bertanggungjawab. Sangat perlu dipertimbangkan oleh
Presiden/Wakil Presiden dan menteri terkait untuk pembentukan Badan Pengelola
Sampah Nasional. Sampah sifatnya investasi dan merupakan "Sumber
Pemasukan" yang belum dilirik pemerintah untuk dijadikan salah satu aspek
pemasukan kas daerah/negara. Masih lebih dianggap sebagai "masalah"
bukan "peluang", paradigma ini harus dirubah.
2. Aspek Kelembagaan: Integrasi dan koordinasi
antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor privat yang formal
(swasta) dan informal (pemulung). Di tingkat lokal, perlu ada pemisahan
institusi regulator/planner dan operator, sehingga tercipta manajemen yang
profesional, transparan dan akuntabel. Penguatan kelembagaan di tingkat
masyarakat (RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota). Hal ini memang sudah
diamanatkan dalam UU.18/2008 Ttg. Pengelolaan Sampah serta regulasi lainnya
bahwa pengelolaan sampah "harus berbasis komunal orientasi ekonomi".
Apabila diperlukan dalam keadaan darurat dapat (diusulkan) dibentuk kementerian
sampah atau badan khusus persampahan di tingkat nasional (SK Presiden) yang
bertugas pokok menyusun strategi besar kebijakan dan mempersiapkan implementasi
program pengelolaan persampahan nasional.
3. Aspek Keterlibatan Masyarakat: perubahan
mindset atau paradigma tentang kelola sampah serta peningkatan kesadaran
"diri" bahwa setiap mahluk adalah produsen sampah, tentu antara lain
dan utama melalui pendidikan dan sosialisasi secara formal dan informal.
Pemerintah perlu menyusun desain rekayasa sosial (top down) yang dipadukan
dengan pemberdayaan masyarakat (botton up). Keterlibatan pemangku kepentingan,
termasuk LSM, Pers, swasta, dan sektor informal. Diupayakan sejak awal
perencanaan. Mekanisme pemantauan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan oleh
masyarakat; misalnya pembuatan loket pengaduan di tingkat desa/kelurahan, serta
mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas
persampahan.
4. Aspek Teknis Operasional; Pemerintah perlu
melakukan kajian teknologi pengolahan sampah secara berkelanjutan,
komprehensif, dan terpadu (kombinasi berbagai teknologi). Strategi penerapan
teknologi dengan pendekatan 3R (reduse, reuse, recycle), dengan melibatkan
unsur swasta yang terlibat dalam pengelolaan atau peduli terhadap sampah dan
lingkungan, dengan membuat atau merancang "Master Plan Pengelolaan
Sampah" secara Nasional dan turunannya dalam skala Regional dan Lokal
Kab/Kota dan terintegrasi dengan kultur atau kearifan lokal masing-masing
Kab/Kota di Indonesia, dengan menghasilkan program atau target pencapaian.
5. Aspek Pendanaan; Pengelolaan sampah adalah
merupakan investasi, yang akan mendorong pertumbuhan dan produktivitas ekonomi
bila dikelola secara benar, juga pengelolaan sampah merupakan prioritas
pembangunan yang sejajar dengan keamanan, listrik, air bersih, dan
infrastruktur dasar lainnya. Prioritas diwujudkan pada alokasi APBN dan APBD.
Prinsip polluters pay principle dimana produsen bertanggungjawab atas sampah
yang dihasilkannya sekarang lebih dikenal dengan Extended Producer
Responsibility (EPR). EPR adalah kebijakan lingkungan bagi produsen untuk
bertanggungjawab dalam meminimasi dampak lingkungan yang tidak dapat
dieliminasi oleh produk yang dihasilkan. EPR sesuai dengan prinsip 3R (reduse,
reuse, recycle). Negara lain yang telah melakukan EPR > Inggris, Jepang, Cina,
Korea Selatan, Singapore dan Thailand, Insya Allah Indonesia menyusul,
pelaksanaan EPR efektif untuk Indonesia sisa 6 tahun lagi, namun saat ini para
perusahaan sudah seharusnya memulai "mengelola manajemen produksinya yang
berkemasan" secara bertahap, agar tidak repot pada masanya.
Tulisan ini dimuat di Surat Kabar Mingguan Jakarta:
Sinar Pagi baru 26 sept 2016. (Tulisan Terbit 2 kali)
#SampahAdalahInvestasiBukanMasalah
0 komentar :
Posting Komentar