Kantong Plastik Berbayar Menuai Protes [dok_Asrul] |
Jakarta (5 Oktober 2016) Mulai 1 Oktober 2016 Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)
menghentikan program kantong plastik berbayar yang dijalankan toko ritel
modern di seluruh Indonesia. Aprindo menggratiskan kantong plastik
sampai dengan diterbitkannya peraturan pemerintah yang berkekuatan
hukum.
Dalam keterangan pers tertulis yang dirilis Aprindo, Jumat
(30/9/2016) langkah tersebut diambil menyusul adanya pro-kontra yang
terjadi di berbagai daerah.
“Setelah mempertimbangkan secara masak dampak yang berkembang, kami
memutuskan menggratiskan kembali kantong plastik di seluruh ritel
modern, mulai 1 Oktober 2016 hingga diterbitkannya Permen KLHK yang
berkekuatan hukum,” jelas Roy N. Mandey, Ketua Umum Aprindo, dalam
keterangannya, Sabtu (1/10/2016).
Roy menjelaskan, tujuan diterapkannya program kantong plastik tidak
gratis untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah
penggunaan kantong plastik di Tanah Air. Sebelumnya, uji coba serupa
berhasil dijalankan selama periode 21 Februari hingga 31 Mei 2016.
“Selama masa uji coba, pengelola ritel modern melaporkan pengeluaran
kantong plastik kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
melalui Aprindo dan hasilnya menjadi bahan evaluasi bagi Pemerintah,”
terangnya.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) terlihat penurunan penggunaan kantong plastik
sebesar 25-30 persen selama masa uji coba 3 bulan pertama, di mana 87.2
persen masyarakat menyatakan dukungannya dan 91.6 persen bersedia
membawa kantong belanja sendiri dari rumah.
“Untuk itu, pemerintah saat itu memutuskan untuk melanjutkan uji coba
tersebut dengan mengeluarkan Surat Edaran Dirjen KLHK No.
SE/8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui
Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis sambil
menunggu Peraturan Menteri yang tengah dikaji,” tutur Roy.
Namun pada perjalanannya, sambung Roy, uji coba program tersebut kian
banyak menuai pro kontra di berbagai kalangan masyarakat sementara
Permen LHK belum kunjung diterbitkan. Peritel modern menerima kritikan
dari masyarakat yang berujung pada ancaman tuntutan secara hukum, karena
dianggap memungut biaya tanpa berdasarkan peraturan hukum yang kuat.
Beberapa pemerintah daerah (Pemda) bahkan telah menerbitkan peraturan
daerah (Perda) tentang pengelolaan sampah, khususnya penanganan limbah
kantong plastik, yang isinya tidak sejalan dengan SE KLHK.
Menurut Roy, hal tersebut mengakibatkan sebagian peritel mundur dari
komitmennya untuk menjalankan uji coba tersebut di tokonya, sehingga
ditengarai memicu persaingan bisnis yang tidak sehat di industri ritel
modern.
“Pada prinsipnya, Aprindo akan tetap mendukung program pemerintah.
Namun kami berharap Permen terkait penerapan kantong plastik tidak
gratis dapat segera diterbitkan, agar pelaksanaannya dapat berjalan
lebih optimal dan sesuai dengan tujuan bersama. Aprindo juga siap
memberikan masukan terkait Permen tersebut,” tandasnya.
YLKI Mengkritisi Kebijakan Aprindo
Sementara itu Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengkritisi
langkah Aprindo menghentikan program plastik berbayar. “Ini sebuah
kemunduran, YLKI protes keras ketika kantong plastik digratiskan lagi,”
kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi kepada pers seusai Diskusi
Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (2/10/2016).
Menurutnya berdasarkan survei YLKI, sudah terjadi penurunan konsumsi
kantong kresek di masyarakat. Konsumen pun, sambung Tulus, sudah mulai
mengubah gaya hidupnya membawa kantong sendiri dari rumah.
Tulus menambahkan, rontoknya uji coba plastik berbayar ini juga
menunjukkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tidak
konsisten. Dan itu terbukti dengan lemahnya regulasi yang ada.
Kementerian LHK juga dituding lamban dalam menggodok penguatan regulasi
plastik berbayar. Padahal dukungan publik terhadap upaya pengurangan
sampah plastik melalui plastik berbayar sudah lumayan tinggi.
Survei YLKI pada Maret 2016, sebanyak 26,8 persen konsumen memahami kebijakan tersebut untuk pengurangan sampah plastik.
Indonesia Peringkat Kedua Dunia Sebagai Penghasil Sampah Plastik ke Laut Setelah Tiongkok
Mengutip sumber dari CNN Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) menilai persoalan sampah sudah meresahkan. Indonesia
bahkan masuk dalam peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah
plastik ke laut setelah Tiongkok.
Hal itu berkaitan dengan data dari KLHK yang menyebut plastik hasil
dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO)
dalam waktu satu tahun saja, sudah mencapai 10,95 juta lembar sampah
kantong plastik.
Jumlah itu ternyata setara dengan luasan 65,7 hektare kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola.
Padahal, KLHK menargetkan pengurangan sampah plastik lebih dari 1,9 juta ton hingga 2019.
Dirjen Pengelolan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK Tuti Hendrawati
Mintarsih menyebut total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai
68 juta ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton
atau 14 persen dari total sampah yang ada.
Menurut dia, target pengurangan timbunan sampah secara keseluruhan
sampai dengan 2019 adalah 25 persen, sedangkan 75 persen penanganan
sampahnya dengan cara ‘composting‘ dan daur ulang bawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Sampah kita komposisi utamanya 60 persen organik, plastiknya 14 persen,” ujar dia.
Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua
dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta
ton setelah Cina yang mencapai 262,9 juta ton.
Berada di urutan ketiga adalah Filipina yang menghasilkan sampah
plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam yang mencapai
55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton per tahun.
Setiap tahun produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen
hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau
setara 14 juta pohon.
Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya, dan
50 persen dari kantong plastik tersebut dipakai hanya sekali lalu
langsung dibuang. Dari angka tersebut, menurut Tuti, hanya lima persen
yang benar-benar di daur ulang.
Bagaimana menurut Anda? Setujukah Anda jika kantong plastik kembali digratiskan?
(ed/dari berbagai sumber)
Sumber : Media Konsumen
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar