Petisi: Uji Materi Kantong Plastik Berbayar [dok_Asrul] |
Permohonan Uji Materil
Peraturan Tentang KANTONG PLASTIK BERBAYAR
kepada Ketua Mahkamah Agung RI
Kantong plastik selama ini jadi momok pencemaran lingkungan di
Indonesia. Berdasarkan data dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan) menyebutkan bahwa plastik dari 100 toko Aprindo (Assosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia) dalam waktu satu tahun saja mencapai
10.950.000 (sepuluh juta Sembilan ratus lima puluh ribu) lembar sampah
kantong plastik. Sedangkan total sampah di Indonesia akan mencapai
68.000.000 (enam puluh delapan juta) ton pada tahun 2019, dan sampah
plastik diperkirakan akan mencapai 9.520.000 (Sembilan juta lima ratus
dua puluh ribu) ton atau sekitar 14 % dari total sampah yang ada.
Berdasarkan data JAMBECK (2015) Indonesia berada diperingkat dua dunia
setelah Cina sebagai Negara penghasil sampah plastik kelaut yang
mencapai sebesar 187.200.000 (seratus delapan puluh tujuh juta dua ratus
ribu) ton.
Menyingkapi hal tersebut diatas Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) melakukan pertemuan dengan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan
Assosiasi Pengusaha Ritel Seluruh Indonesia (APRINDO) yang menghasilkan
regulasi berupa Surat Edaran Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan
Beracun No : S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tentang
Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, yang
diberlakukan sejak tanggal 21 Februari 2016 yang bertepatan juga dengan
Hari Peduli Sampah Nasional. Regulasi tersebut diberlakukan selama 6
bulan dengan masa evaluasi berkala 3 bulan sekali. Jika aturan ini
berhasil maka akan di atur dalam regulasi berupa peraturan menteri
(PERMEN).
Regulasi tersebut telah dijalankan hampir 2 bulan lamanya,
terutama dalam hal tidak disediakannya lagi kantong plastik secara
cuma-cuma oleh pengusaha ritel. Apabila konsumen memerlukan kantong
plastik maka konsumen diwajibkan membeli kantong plastik dari toko ritel
seharga minimal Rp. 200- perkantong sudah termasuk pajak pertambahan
nilai (PPN). Sebagai harga minimal maka tidak mengherankan jika di Kota
Balikpapan ditetapkan seharga Rp. 1.500 perkantong plastik. Bahkan
baru-baru ini YLKI menyuarakan harga minimal menjadi Rp. 1.000-
perkantong plastik.
Sebagai Warga Negara Indonesia kita wajib melindungi Lingkungan Hidup
kita sebagai Hak Asasi Manusia, kami melakukan pengujian regulasi
tersebut diatas dengan melakukan permohonan uji materil kepada Mahkamah
Agung RI melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
sebagaimana di atur dalam Pasal 31 Undang-undang No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung yaitu kewenangan Mahkamah Agung menguji peraturan
yang lebih rendah dari undang-undang mengenai sah apa tidaknya suatu
peraturan, atau bertentangan tidaknya suatu peraturan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Untuk selanjutnya Mahkamah Agung
berwenang menyatakan bahwa peraturan tersebut tidak sah dan tidak
berlaku untuk umum.
Dalam hal ini Mahkamah Agung RI dimohon untuk melakukan pengujian secara
materil terhadap dua pokok masalah yaitu :
1. Apakah sah dan berlaku aturan mengenai kewajiban membeli suatu
barang, in casu kantong plastik, yang merupakan barang yang menjadi
kewajiban bagi seorang penjual untuk membungkus barang dagangannya agar
dapat dibawa untuk dinikmati oleh seorang pembeli. Sebab kantong plastik
diketahui sebagai alat dari pihak penjual yang disediakan secara gratis
yang muncul dari pola hubungan hukum jual-beli, bukan bersumber dari
pihak pembeli. Sehingga bertentangan dengan Pasal 612 KUH Perdata yang
menjamin adanya kewajiban penyerahan kebendaan oleh si penjual dengan
penyerahan yang nyata kepada si pembeli selayaknya penyerahan
kunci-kunci dari bangunan dalam hal kebendaan itu berada.
2. Apakah sah dan berlaku suatu benda, in casu kantong plastik, yang
dianggap mencemari lingkungan dijadikan objek yang diperjualbelikan.
Sehingga bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan
objek perikatan jual-beli haruslah berupa kausa (sebab, isi) yang halal.
Kantong plastik tidak dapat dipungkiri merupakan suatu benda yang muncul
dalam setiap transaksi jual-beli ritel dari pihak pengusaha ritel
selaku si penjual. Selama ini begitulah praktek jual-beli barang ritel,
guna menyempurnakan serah terima barang yang dibeli darinya maka seluruh
barang belanjaan dibungkus dengan kantong plastik. Setelah dibungkus,
sempurnalah jual-beli secara ritel tersebut sebagaimana diamanatkan oleh
KUH Perdata agar selanjutnya dapat dinikmati oleh si pembeli.
Tidak
terbayangkan jika penyempurnaan jual-beli tersebut ditiadakan atau
disyaratkan dengan membeli yang tentunya menjadi beban lagi bagi pihak
si pembeli. Tidak seluruh pembeli yang bertransaksi ditoko ritel
menyiapkan bungkusan sendiri sendiri, dengan demikian aturan ini tentu
menjadi parsial sifatnya dan tidak lagi universal seperti yang
dikehendaki oleh KUH Perdata. Juga tidak terbayangkan bagaimana tidak
sempurnanya jual-beli ditoko ritel jika si pembeli menolak membeli
kantong plastik, maka dengan apa si pembeli akan membawa untuk dinikmati
barang yang dibelinya tersebut.
Selanjutnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah jelas-jelas
menyatakan kantong plastik merupakan sumber sampah yang tidak dapat
diurai oleh bumi dan memiliki kontribusi 14% dari total jumlah sampah di
Indonesia bahkan peringkat kedua di atas muka bumi ini, sehingga patut
dikatakan juga bahwa kantong plastik adalah kausa yang tidak halal
untuk diperjualbelikan. Memperjualbelikan kantong plastik menurut surat
edaran ini, berapa pun nilainya, bukan merupakan solusi bagi penghentian
atas pencemaran lingkungan Indonesia.
Bahkan secara awam dapat
dikatakan juga dengan membeli kantong plastik menurut surat edaran ini
maka seseorang sudah membayar untuk mencemari lingkungan, yang tidak
membayar maka tidak boleh mencemari lingkungan
Surat edaran tersebut juga dinilai oleh kami tidak berlaku secara umum
kepada seluruh pihak penjual di wilayah Negara Republik Indonesia,
karena hanya mengikat kepada toko-toko ritel saja dibawa Asosiasi
Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO). Aturan ini tidak mengikat kepada
pedagang pasar tradisional, pedagang kaki lima, pedagang kelontong,
pedagang eceran juga pedagang-pedagang lain yang memiliki lisensi
frencise dalam bidang makanan cepat saji, donat, fashion dan lain lain.
Semakin tidak efektiflah aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Harapan kami dengan diajukannya uji materil ini maka Mahkamah Agung RI
masih memiliki nurani dan keberpihakan kepada masyarakat umum dan
khususnya kepada lingkungan hidup, dengan menyatakan tidak sah dan tidak
berlakunya Surat Edaran Nomor : S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17
Februari 2016, sehingga pemerintah mau menerbitkan aturan yang lebih
efektif dan lebih konkrit lagi untuk mencegah pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh kantong plastik, dan memaksa para pengusaha untuk
berfikir lebih cerdas menemukan inovasi alat bungkus lain yang lebih
ramah lingkungan daripada kantong plastik.
Adapun Permohonan Uji Materil terhadap Surat Edaran Nomor :
S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tersebut telah
terdaftar pada hari ini, Senin Tanggal 18 April 2016 di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk selanjutnya akan diperiksa dan
diputus oleh Mahkamah Agung RI.
Tolak Kantong Plastik Berbayar!
Hentikan Pencemaran Lingkungan dari Limbah Plastik!
Petisi ini akan dikirim ke:
oleh: - Mahkamah Agung RI
- Badan Perlindungan Konsumen Indonesia
- Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Sumber: Petisi M.Aqil
Best regards,
Owner TrashGoogleBlogs
Print this page
0 komentar :
Posting Komentar